Sukses

PBB: Awal Juli 2023 Adalah Pekan Terpanas dalam Sejarah

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa situasi yang kita alami sekarang menunjukkan bahwa perubahan iklim menjadi tidak terkendali.

Liputan6.com, Jenewa - Awal Juli 2023 adalah pekan terpanas yang tercatat dalam sejarah. Demikian menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada Senin (10/7).

"Menurut data awal, dunia baru saja mengalami pekan terpanas dalam sejarah," sebut WMO seperti dilansir The Straits Times, Rabu (12/7).

Ini adalah yang terbaru dari serangkaian rekor di pertengahan tahun, di mana fenomena kekeringan melanda Spanyol dan gelombang panas yang dahsyat menyerang China dan Amerika Serikat (AS).

"Suhu memecahkan rekor baik di darat maupun di lautan, dengan dampak yang berpotensi menghancurkan ekosistem dan lingkungan," kata WMO.

"Kita kemungkinan dapat melihat lebih banyak rekor saat El Nino berkembang lebih jauh dan dampak ini akan berlanjut hingga tahun 2024," kata Direktur Layanan Iklim WMO Christopher Hewitt. "Ini adalah kabar yang mengkhawatirkan bagi planet ini."

Badan PBB itu mengatakan telah melihat berbagai kumpulan data dari mitra di seluruh dunia.

Layanan pemantau iklim Eropa Copernicus mengatakan kepada AFP bahwa datanya juga menunjukkan pekan lalu kemungkinan akan menjadi yang terpanas dalam sejarah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1940.

Copernicus mengungkapkan bahwa datanya menunjukkan Kamis 6 Juli kemungkinan telah mencatat suhu rata-rata global tertinggi, setelah beberapa hari sebelumnya memecahkan rekor berturut-turut.

2 dari 3 halaman

Perubahan Iklim Lepas kendali

Pekan lalu, Kementerian Sumber Daya Alam Kanada mengatakan bahwa jumlah kebakaran hutan di negara itu -lebih dari 670 titik api pada Jumat- memecahkan rekor, sementara musim panas masih panjang.

Asap dari kebakaran hutan telah mengotori udara di Kanada dan AS, memengaruhi lebih dari 100 juta orang.

Di AS, Texas mengalami kubah panas berkepanjangan. Sementara di Eropa, Spanyol bersiap menghadapi gelombang panas kedua.

Irak selatan menderita gelombang panas terburuk dalam 40 tahun terakhir, mendorong Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada Senin memperingatkan dampak yang menghancurkan pada ekosistem, petani lokal, dan perikanan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, situasi yang terjadi sekarang menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak terkendali.

Selain merusak tanaman, menyebabkan gletser mencair dengan cepat, dan meningkatkan risiko kebakaran hutan, suhu panas ekstrem juga menyebabkan masalah kesehatan mulai dari sengatan panas, dehidrasi, hingga stres yang memicu penyakit jantung.

Penelitian baru yang diterbitkan pada Senin menemukan bahwa lebih dari 61.000 orang di Eropa meninggal karena cuaca ekstrem selama Musim Panas tahun 2022 yang mencatat rekor di benua itu.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine, mayoritas kematian adalah lansia di atas 80 tahun dan sekitar 63 persen dari mereka yang meninggal karena panas adalah wanita.

3 dari 3 halaman

Alarm dari Laut

Dunia telah menghangat rata-rata hampir 1,2 derajat Celcius sejak pertengahan 1800-an, memicu cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas yang lebih intens, kekeringan yang lebih parah di sejumlah daerah, dan badai yang semakin ganas akibat naiknya permukaan air laut.

Lautan menyerap sebagian besar panas yang disebabkan oleh gas yang menghangatkan planet. Itu tidak hanya membahayakan kehidupan akuatik, namun turu mengubah pola cuaca dan mengganggu sistem penting yang mengatur Bumi.

Pada Juni, suhu permukaan laut global mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara itu, es laut Antartika mencapai tingkat terendah sejak pengamatan satelit dimulai, yaitu 17 persen di bawah rata-rata, memecahkan rekor Juni sebelumnya dengan selisih yang cukup besar.

Adapun suhu permukaan laut yang biasanya surut relatif cepat dari puncak tahunan, pada tahun 2023 tetap tinggi. Para ilmuwan memperingatkan bahwa ini menggarisbawahi dampak perubahan iklim yang sangat serius.

"Jika lautan menghangat secara signifikan, itu akan berdampak langsung pada atmosfer, pada es laut, dan es di seluruh dunia," kata kepala Program Riset Iklim Dunia di WMO Michael Sparrow.

"Ada banyak kekhawatiran dan perkembangan dari komunitas ilmiah yang mencoba memahami perubahan luar biasa yang kita lihat saat ini."

Sparrow memperingatkan bahwa efek El Nino kemungkinan besar akan terasa lebih parah pada akhir tahun, "El Nino belum benar-benar terjadi."

El Nino adalah pola yang terjadi secara alami, yang mendorong peningkatan panas di seluruh dunia, bersamaan dengan kekeringan di beberapa bagian dunia dan hujan lebat di tempat lain.

Video Terkini