Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia dan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) mengumumkan peluncuran kemitraan iklim dan konservasi baru pada Senin 17 Juli 2023. Perjanjian Kerangka Kerja Bilateral FOLU Net Sink.
Perjanjian yang ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya, dan Administrator USAID Samantha Power, akan memberikan dorongan yang signifikan bagi Indonesia untuk mencapai tujuan 2030 Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Perjanjian ini pertama kali diluncurkan secara resmi oleh Presiden Jokowi selama konferensi COP26 di Glasgow pada November 2021, dan dikodifikasi oleh KLHK pada Maret 2022 ketika mengeluarkan Rencana Operasional FOLU.
Baca Juga
Pada Mei 2022, KLHK mendapatkan dukungan untuk Rencana Operasional melalui Nota Kesepahaman dengan USAID, yang pertama dari banyak MOU bilateral.
Advertisement
Menurut informasi dari Kedubes AS di Jakarta, di bawah Perjanjian Kerangka Kerja baru ini, USAID bertujuan untuk berkontribusi hingga USD 50 juta atau sekitar Rp749 miliar selama lima tahun, untuk mendukung tujuan iklim dan keanekaragaman hayati melalui FOLU Net Sink KLHK.
Di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia telah membuat kemajuan yang mengesankan dalam konservasi hutan. Mulai dari terjadi penguranan laju deforestasi hingga 65 persen dalam tujuh tahun terakhir hingga memimpin dunia dalam meningkatkan perlindungan hutan. Kemitraan baru ini akan terus dibangun berdasarkan hasil ini.
"Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut yang signifikan dari Lembar Fakta Gedung Putih yang dibahas oleh Presiden Jokowi dan Presiden Biden dalam pertemuan bilateral mereka pada KTT G20 di Bali tahun lalu," kata Menteri Siti Nurbaya.
Â
Bantu Indonesia Capai FOLU Net Sink 2030
Menteri Siti Nurbaya menekankan bahwa kesepakatan tersebut mencakup tingkat dukungan pendanaan iklim yang ditujukan untuk membantu Indonesia mencapai tujuan FOLU Net Sink 2030. Sasaran-sasaran ini, yang membutuhkan pengeluaran sebesar USD 14,5 miliar, sampai saat ini terutama bergantung pada anggaran negara Indonesia.
"Kesepakatan ini akan membantu mencegah degradasi hutan; merehabilitasi hutan bakau dan lahan gambut; dan meningkatkan perlindungan satwa liar Indonesia yang luar biasa," kata Administrator USAID Samantha Power.
“Ini akan melanjutkan pekerjaan Indonesia selama tujuh tahun terakhir untuk mengurangi deforestasi hampir dua pertiga. Dan itu akan membantu melestarikan sumber daya vital yang ditawarkan hutan Indonesia di luar keindahan alamnya yang menakjubkan: penyerap karbon yang akan sangat penting untuk menstabilkan iklim."
Duta Besar AS untuk Indonesia, Sung Y. Kim, menyatakan, "Perjanjian ini memperkuat kemitraan kami untuk mendukung ketahanan berkelanjutan Indonesia terhadap perubahan iklim dan untuk meningkatkan konservasi dan keanekaragaman hayati, termasuk perlindungan spesies ikonik Indonesia seperti orangutan."
Â
Advertisement
Jawaban Dubes AS soal Dana JETP USD 20 Miliar untuk Indonesia yang Tak Kunjung Cair
Selain itu, Amerika Serikat (AS) juga menggelontorkan dana transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP) USD 20 miliar atau setara Rp300 triliun untuk Indonesia. Kendati demikian hal yang dijanjikan itu tak kunjung cair.
Saat Liputan6.com menanyakan perkembangan pencairan dana tersebut dalam konferensi pers di sela-sela peringatan hari kemerdekan ke-247 AS, Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Y. Kim merespons dengan menyiratkan bahwa proses pencairan dana dalam program penting tersebut sudah on the track.Â
"JETP ini merupakan inisiatif yang sangat bermanfaat sekali, tidak hanya bagi hubungan Indonesia dan Amerika Serikat. Namun untuk di level global. Karena Indonesia ini merupakan emiten, paling utama di dunia. Jadi dengan Indonesia berpindah ke energi hijau, green energy, maka ini tidak hanya bermanfaat bagi Indonesia, kawasan namun juga dunia secara keseluruhan," ujar Dubes Kim menjawab pertanyaan Liputan6.com dalam konferensi pers pada Selasa 28 Juni 2023 malam.
JETP ini dinegosiasikan secara hati-hati, sambung Dubes Kim, tidak hanya dengan Indonesia dan Amerika Serikat namun juga dengan negara mitra kita. "Pak Luhut merupakan tokoh kunci yang memainkan peran penting dalam proses negosiasi tersebut," ucapnya.
Dubes Kim menuturkan, perjanjian JETP ini memiliki proses, langkah-langkah yang harus diikuti agar dananya bisa dicairkan. "Saya pikir semuanya saat ini sudah on the track," tegasnya.
"Langkah-langkahnya sudah dilakukan, sekretariat sudah ditetapkan, sudah didirikan, rencana investasi juga akan ditetapkan, akan dilanjutkan pada bulan Agustus. Setelah proses-proses tersebut memasuki tahap final dan partner internasional sudah review, maka dana baru bisa dicairkan," papar Dubes Kim.
Dubes keturunan Korea ini juga mengatakan JETP ini adalah hal yang bermanfaat bagi Indonesia, dan juga masyarakat internasional. "Saya sadar ada kefrustasian dan ketidaksabaran. Namun komitmen dari Amerika Serikat, mitra-mitra dan pemerintah Indonesia itu tidak tergoyahkan," katanya.
"Komitmen ini merupakan hal yang sangat penting bagi Indonesia, Amerika Serikat dan dunia internasional," tambahnya.
Dana JETP USD 20 Miliar Bakal Dipakai Pensiunkan PLTU hingga Bangun EBT
Proyek yang bakal masuk kategori pendanaan dari JETP adalah co-firing PLTU. Sebut saja upaya pembangkit PLTU yang memanfaatkan hydrogen. Alasannya, ini jadi salah satu upaya yang masuk kategori menekan emisi karbon.
"Co-firing should be must masuk, jadi kalau mislakan ada yang bikin proyek untuk co-firing baik itu hydrogen, mau bikin hydrogen untuk co-firing misalnya, harusnya kita bisa mintain ya, karena itu part of the emission reduction," paparnya.
Secara umum, pihaknya kini tengah melakukan perencanaan lebih lanjut pasca wacana itu dilempar saat KTTÂ G20Â di Bali. Waktu penyusunan berbagai rencana teknisnya dilakukan dalam waktu 6 bulan sejak KTT G20 berakhir.
Dengan begitu, Rachmat belum bisa merinci proyek yang dimaksudnya. Termasuk, PLTU-PLTU mana saja yang lebih dulu dipensiunkan.
Advertisement