Liputan6.com, Jakarta - Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Senin (31/7) memperingatkan bahwa Eropa tidak akan mentolerir agresi di Ukraina atau Indo-Pasifik.
Von der Leyen berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. setelah mengadakan pembicaraan di Manila yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan, ekonomi dan keamanan. Kedua pemimpin mengumumkan bahwa blok 27 negara itu akan melanjutkan negosiasi dengan Filipina untuk perjanjian perdagangan bebas yang terhenti pada tahun 2017 di bawah pendahulu Marcos, Rodrigo Duterte.
Dalam pidatonya, Von der Leyen juga mengatakan, “Uni Eropa menegaskan bahwa keputusan pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2016 mengenai Laut China Selatan mengikat secara hukum, dan ini merupakan landasan bagi penyelesaian sengketa secara damai antara semua pihak.” Putusan tahun 2016 itu menolak klaim ekspansif China di Laut China Selatan yang disengketakan.
Advertisement
Ia menegaskan perlunya kerja sama keamanan dengan menyebutkan invasi Rusia ke Ukraina, yang menunjukkan bagaimana para pemimpin otoriter "mengambil tindakan yang bukan sekadar mengancam.”
“Agresi Rusia terhadap Ukraina mengguncang fondasi tatanan internasional. Itu melanggar piagam PBB dan prinsip dasar hukum internasional, seperti integritas dan kedaulatan teritorial,” katanya, dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (1/8/2023).
“Inilah mengapa Eropa mendukung perjuangan berani Ukraina melawan agresor karena penggunaan kekuatan secara ilegal tidak dapat ditoleransi, tidak di Ukraina, tidak di Indo-Pasifik,” kata von der Leyen.
“Keamanan di Eropa dan keamanan di Indo Pasifik tidak dapat dipisahkan. Tantangan terhadap tatanan berbasis aturan di dunia kita yang saling terhubung memengaruhi kita semua,” tegasnya.
“Inilah mengapa kami prihatin dengan meningkatnya ketegangan di Indo-Pasifik,” katanya, seraya menambahkan bahwa Uni Eropa mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka “karena Indo-Pasifik yang bebas dari ancaman paksaan adalah kunci bagi semua stabilitas untuk perdamaian kita, dan untuk kemakmuran rakyat kita."
Kewaspadaan Atas Tindakan China
Retorika terselubungnya menggemakan keprihatinan para pemimpin AS, yang telah meningkatkan kewaspadaan atas tindakan China yang semakin agresif di Laut China Selatan yang disengketakan.
Tanpa menyebut China, von der Leyen memperbarui pengakuan Uni Eropa atas keputusan pengadilan yang didukung PBB yang menolak klaim teritorial China di hampir seluruh jalur perairan tersebut atas dasar sejarah. China menolak keputusan pengadilan arbitrase itu dan terus menentangnya.
Uni Eropa siap meningkatkan kerja sama dengan Filipina untuk mendorong keamanan maritim regional dengan berbagi informasi, melakukan penilaian ancaman, dan memperkuat garda pantai Filipina, katanya.
Advertisement
Tanda Hubungan Baik Uni Eropa dengan Filipina
China telah memperingatkan AS dan sekutunya agar tidak ikut campur dalam apa yang dikatakannya murni sengketa Asia.
China telah mengubah tujuh terumbu karang yang disengketakan menjadi pangkalan yang dilindungi rudal dalam dekade terakhir, yang semakin membuat khawatir pemerintah Barat dan negara-negara yang memiliki klaim wilayah yang tumpang tindih di Laut China Selatan, termasuk Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.
Kunjungan Von der Leyen ke Filipina adalah tanda membaiknya hubungan setelah periode hubungan yang buruk antara Uni Eropa dan Duterte mengenai HAM. Ini adalah kunjungan tingkat tinggi pertama dalam hampir enam dekade hubungan dengan Filipina.