Sukses

Junta Militer Myanmar Perpanjang Keadaan Darurat hingga 6 Bulan, Pemilu Lagi-lagi Ditunda

Perpanjangan keadaaan darurat Myanmar selama enam bulan dimulai dari Selasa (1/8).

Liputan6.com, Naypyidaw - Junta militer Myanmar telah memperpanjang keadaan darurat yang diberlakukannya sejak kudeta militer pada tahun 2021. Hal tersebut mau tidak mau memaksa penundaan lebih lanjut pemilu yang dijanjikan ketika pengambilalihan kekuasaan.

Stasiun televisi MRTV mengungkapkan bahwa Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) bertemu di Naypyidaw pada Senin (31/8/2023) dan memperpanjang keadaan darurat selama enam bulan, terhitung mulai Selasa (1/8) karena diperlukan waktu untuk mempersiapkan pemilu. NDSC sendiri dikendalikan junta militer. Demikian seperti dilansir The Guardian.

Pengumuman tersebut dinilai merupakan pengakuan bahwa militer tidak memiliki cukup kontrol untuk mengadakan pemungutan suara dan telah gagal menundukkan penentangan yang meluas terhadap kekuasaannya, yang mencakup perlawanan bersenjata yang semakin menantang serta protes tanpa kekerasan.

Keadaan darurat diumumkan ketika militer menangkap Aung San Suu Kyi, pejabat tinggi pemerintahannya, dan anggota partainya pada 1 Februari 2021. Kudeta militer Myanmar tersebut memutar balik arah menuju demokrasi.

Junta militer mengklaim bahwa kudeta dilakukan menyusul kecurangan dalam pemilu yang digelar pada November 2020, di mana Partai Liga Nasional untuk Demokrasi menang telak. Pemantau pemilu independen mengatakan bahwa mereka tidak menemukan kejanggalan.

Pengambilalihan pemerintahan ke tangan militer disambut dengan protes damai yang meluas di seluruh negeri, yang kemudian dibubarkan oleh pasukan keamanan dengan kekuatan mematikan, memicu perlawanan bersenjata yang digambarkan oleh para ahli PBB sebagai perang saudara.

Menurut penghitungan independen oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, hingga Senin, 3.857 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta terjadi.

 

2 dari 2 halaman

Perpanjangan Keempat Keadaan Darurat

Konstitusi tahun 2008 yang disahkan militer memungkinkan mereka untuk memerintah negara dalam keadaan darurat selama satu tahun, dengan dua kemungkinan perpanjangan enam bulan jika persiapan belum selesai untuk melakukan pemungutan suara baru. Sementara pengumuman pada Senin merupakan perpanjangan keempat.

Keadaan darurat memungkinkan militer menjalankan semua fungsi pemerintahan, memberikan kepala dewan militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional -sebuah kelompok bawah tanah yang menyebut diri pemerintah sah Myanmar dan berfungsi sebagai kelompok payung oposisi- Nay Phone Latt mengatakan bahwa perpanjangan aturan darurat sudah diprediksi karena junta militer belum mampu memusnahkan kekuatan pro-demokrasi.

"Junta (militer) memperpanjang keadaan darurat karena para jenderal memiliki nafsu akan kekuasaan dan tidak ingin kehilangannya. Sedangkan bagi kelompok revolusioner, kami akan terus berusaha untuk mempercepat kegiatan revolusioner kami saat ini," kata Nay Phone Latt pada Senin.

Pernyataan junta militer tidak merinci kapan pemungutan suara akan diadakan, hanya menyebutkan bahwa itu akan terjadi setelah tujuan keadaan darurat tercapai.