Sukses

Ilmuwan: Butuh Waktu Berabad-abad Kembalikan Kondisi Antartika Seperti Sediakala

Volume es laut di wilayah Antartika menyusut ke rekor terendah pada tahun ini sebagai akibat dari kenaikan suhu global.

Liputan6.com, Jakarta - Volume es laut di wilayah Antartika menyusut ke rekor terendah pada tahun ini sebagai akibat dari kenaikan suhu global. Para ilmuwan dalam sebuah studi tentang dampak perubahan iklim di benua itu, Selasa (8/8), menegaskan tidak ada perbaikan cepat yang dapat mengembalikan kerusakan yang telah terjadi.

Tutupan es musim panas minimum di benua itu turun lebih jauh, mencapai rekor terendah pada Februari, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers Ilmu Lingkungan.

Pada tahun lalu, tutupan es wilayah tersebut turun di bawah 2 juta kilometer persegi untuk pertama kalinya sejak pemantauan satelit dimulai pada 1978, dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (8/8/2023).

"Dibutuhkan waktu puluhan tahun bahkan berabad-abad untuk memulihkannya. Tidak ada cara cepat untuk mengganti es ini," kata Caroline Holmes, ilmuwan iklim kutub di British Antarctic Survey dan salah satu rekan penulis studi tersebut.

"(Pemulihan) itu pasti akan memakan waktu lama, bahkan jika itu berhasil dilakukan," katanya dalam pengarahan dengan wartawan.

Es laut minimum tahun ini adalah 20 persen lebih rendah dari rata-rata selama 40 tahun terakhir, setara dengan hilangnya es laut hampir 10 kali lipat luas Selandia Baru, kata Tim Naish, Direktur Pusat Penelitian Antartika di Victoria University of Wellington Australia. Ia bukan peserta dalam penelitian.

"Dalam beberapa kasus, kita mendekati titik kritis, yang setelah melewatinya akan mengakibatkan perubahan tak terbalikkan dengan konsekuensi tak terhentikan bagi generasi mendatang," kata Naish.

2 dari 2 halaman

Pemanasan Global Akibat Pembakaran Bahan Bakar Fosil

Pemanasan global yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil telah membuat Antartika lebih rentan terhadap peristiwa ekstrem dan dampaknya "sangat pasti" akan semakin buruk, kata studi tersebut.

Perubahan iklim akan "mengakibatkan peningkatan ukuran dan frekuensi" gelombang panas, mencairnya hamparan es, dan penurunan es laut, katanya. Ia mengutip bukti terbaru dari studi ilmiah tentang lautan, atmosfer, kriosfer, dan biosfer Antartika.

Dampak persis perubahan iklim pada Antartika dan lautan sekitarnya belum pasti, dan para ilmuwan berjuang untuk mengukur seberapa besar pemanasan global memengaruhi ketebalan es Antartika.

Tahun lalu, sebuah "sungai atmosfer" yang berasal dari Australia mendorong panas dan kelembapan subtropis ke benua tersebut, menyebabkan suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga mencapai 38,5 derajat Celcius di atas normal.