Sukses

17 WNI Korban TPPO di Myanmar Berhasil Diselamatkan

Para WNI korban TPPO itu diselundupkan masuk ke Myanmar dari Thailand pada akhir 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Diplomat RI di Myanmar berhasil memulangkan 17 WNI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar. Mereka semua diselundupkan masuk ke negara tersebut via Thailand pada November-Desember tahun lalu. 

Dilaporkan situs resmi Kemlu RI, Selasa (15/8/2023), pemulangan 17 WNI itu dilakukan pada Senin kemarin.  Ini adalah gelombang kedua pemulangan WNI dari Kantor Polisi Myawaddy setelah gelombang pertama selesai dipulangkan ke tanah air pada 25 Juli 2023. Sembilan WNI pada gelombang pertama telah tiba di Indonesia pada 4 Agustus 2023.

Mereka diselundupkan masuk ke Myanmar dari Thailand sekitar tanggal 6 November – 3 Desember 2022. Selama berada di Myanmar, mereka dieksploitasi di perusahaan yang mempekerjakan mereka sebagai online scammer di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar.

Selama di berada di Yangon, mereka ditampung di KBRI Yangon untuk menunggu jadwal kepulangan dan menjalani proses assessment. Berdasarkan screening yang dilakukan oleh International Organization for Migration (IOM) Myanmar, 17 WNI tersebut teridentifikasi sebagai korban trafficking in persons menurut Pasal 3 (a) Protokol Palermo.

Ke-17 WNI tersebut terdiri dari tiga wanita dan 14 pria. Dua orang berasal dari Sumatera Selatan, dua orang lain berasal dari Kepulauan Riau, lima orang dari DKI Jakarta, satu orang asal Aceh, dua orang dari Sumatera Utara, tiga orang dari Jawa Barat, satu orang dari Jawa Tengah, dan satu orang dari Kalimantan Barat. Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, mereka diserahterimakan kepada pihak yang berwenang di Indonesia.

Selanjutnya, mereka akan ditampung di RPTC Bambu Apus Kementerian Sosial untuk menjalani proses rehabilitasi sebelum dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

2 dari 4 halaman

Situasi Myanmar Masih Bergejolak

Situasi Myanmar saat ini masih bergejolak setelah junta militer merebut kekuasaan secara paksa pada awal 2021. Sebelumnya, Menlu Retno Marsudi berkata lokasi Myawaddy berada di perbatasan Myanmar dan Thailand, sehingga jauh dari pusat kedua negara.

Proses pemulangan 17 WNI tersebut adalah bagian dari upaya KBRI Yangon dalam menangani seluruh pengaduan yang masuk di tengah kondisi politik dan keamanan di Myanmar terus bergejolak.

KBRI Yangon mencatat setidaknya masih ada 24 WNI yang dieksplotasi dan dipekerjakan sebagai online scammer di wilayah Myawaddy, Myanmar.

Namun, masih terdapat indikasi WNI yang diselundupkan masuk ke Myanmar setibanya mereka di Thailand.

Maka karena itu pemerintah Indonesia menghimbau agar masyarakat Indonesia senantiasa berhati-hati dalam menerima pekerjaan di luar negeri tanpa menandatangani kontrak sebelum keberangkatan agar tidak terjebak dalam situasi TPPO. Pendekatan pencegahan dan penegakan hukum tetap menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam penanganan kasus perdagangan orang.

3 dari 4 halaman

Jokowi Tunjuk Mahfud Md-Kapolri Pimpin Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjadi Ketua Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi Ketua Harian.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Aturan ini diteken Jokowi pada 10 Agustus 2023. 

"Bahwa untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang yang selama ini dilaksanakan oleh Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perlu dilakukan penyesuaian susunan organisasi," demikian bunyi diktum pertimbangan sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan Perpres, Jumat (11/8/2023).

Berdasarkan Pasal 6, Pimpinan Gugus Tugas Pusat terdiri atas:

a. Ketua I: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

b. Ketua II: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

c. Ketua Harian: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

d. Anggota

1. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

2. Menteri Dalam Negeri

3. Menteri Luar Negeri

4. Menteri Keuangan

5. Menteri Agama

6. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

7. Menteri Perhubungan

8. Menteri Ketenagakerjaan

9. Menteri Sosial

10. Menteri Kesehatan

11. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

12. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

13. Menteri Komunikasi dan Informatika

14. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

15. Menteri Pemuda dan Olahraga

16. Menteri Kelautan dan Perikanan

17. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

18. Panglima Tentara Nasional Indonesia

19. Kepala Badan Intelijen Negara

20. Jaksa Agung Republik Indonesia

21. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

22. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

23. Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

24. Kepala Badan Keamanan Laut

4 dari 4 halaman

Pekerja Migran Tanpa Dokumen Jadi Kendala Utama Pemerintah Tangani Kasus TPPO

Para pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri secara non-prosedural dan tanpa dokumen (undocumented) disebut sebagai kendala utama pemerintah dalam menangani kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 

Sejauh ini, kasus TPPO yang paling banyak ditemukan pemerintah adalah terkait labour trafficking, di mana korban dijanjikan bekerja di luar negeri namun ternyata mengalami eksploitasi. Masalahnya menjadi semakin rumit karena kebanyakan korban TPPO merupakan pekerja tanpa dokumen.  

Sementara berdasarkan informasi yang diterima Liputan6.com, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri tanpa persiapan sama sekali. Misalnya, awalnya mereka menjalani perjalanan ibadah ke Arab Saudi, namun ketika mendapat tawaran untuk bekerja di sana, mereka memutuskan untuk langsung bekerja sehingga tidak memiliki izin tinggal lebih lama lagi atau mengalami overstay. 

Parahnya lagi, mereka justru kemudian mengandalkan pemerintah untuk kepulangan ke Indonesia lewat proses deportasi, sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi. 

Jika merujuk pada Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) No. 5 tahun 2018, pemerintah Indonesia memang wajib hadir untuk melindungi dan mendampingi WNI yang berada di luar negeri. Namun, banyak yang justru menyalahgunakannya hanya karena ingin dipulangkan.Â