Liputan6.com, Bangkok - Parlemen Thailand pada Selasa (22/8/2023), memilih taipan real estate Srettha Thavisin (60) menjadi perdana menteri berikutnya. Langkah ini diharapkan mengakhiri kebuntuan politik lebih dari tiga bulan pasca pemilu memberikan kemenangan telak bagi partai-partai progresif atas kelompok-kelompok pro-militer.
Srettha adalah satu-satunya kandidat yang diajukan oleh Partai Pheu Thai dan memperoleh 482 suara dari kemungkinan 747 suara di parlemen bikameral Thailand.
Baca Juga
Pemilihannya terjadi pada hari yang sama ketika pendiri Pheu Thai sekaligus mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra kembali ke negara itu setelah lebih dari 15 tahun mengasingkan diri.
Advertisement
Seorang pemula politik dengan rekam jejak dalam bisnis, Srettha bergabung dengan Pheu Thai pada tahun 2022 sebelum dinobatkan sebagai salah satu dari tiga kandidat perdana menteri partai menjelang pemilu pada Mei.
Namun, pemilu saat itu dimenangkan oleh partai progresif populer, Move Forward, yang mengusulkan reformasi radikal dengan memanfaatkan kemarahan yang meningkat selama bertahun-tahun terhadap pengelolaan Thailand. Belakangan, upaya Move Forward untuk membentuk pemerintahan dihalangi oleh elite politik kerajaan menyusul janji partai untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik Kerajaan Thailand yang ketat, yang dikenal sebagai Pasal 112.
Adapun Pheu Thai berada pada urutan kedua.
Dalam upaya untuk mengamankan suara yang dibutuhkan, Pheu Thai membuat kesepakatan dengan mantan saingannya, meski dengan melakukan itu berarti mengingkari janji tidak akan bekerja sama dengan partai-partai pro-militer. Demikian seperti dilansir CNN.
Dengan Move Forward sekarang menjadi oposisi, pembentukan pemerintahan baru dinilai akan menambah bahan bakar pada gerakan progresif.
Merasa Tersanjung
Srettha akan memimpin koalisi 11 partai yang mencakup dua partai pro-militer yang berafiliasi dengan Prayuth Chan-o-cha. Dia mengaku sangat tersanjung dipilih sebagai pemimpin baru Thailand dan berterima kasih kepada rakyat Thailand, partai koalisi, dan semua anggota parlemen yang berpartisipasi dalam pemungutan suara.
"Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan tugas saya tanpa rasa lelah, demi meningkatkan kualitas hidup seluruh rakyat Thailand," kata Srettha seperti dilansir AP.
Ahli sejarah Thailand Thanet Aphornsuvan menilai bahwa banyaknya kepentingan dalam koalisi tidak akan membuat pemerintahan pimpinan Srettha bahagia.
"Karena terpaksa mengakomodasi sekutu dari semua spektrum politik," ujarnya.
Advertisement