Sukses

Limbah Nuklir Fukushima Mulai Dibuang ke Laut, China Larang Impor Seafood Jepang

Kantor bea cukai China menyatakan bahwa larangan impor makanan laut dari Fukushima dan sejumlah prefektur akan segera diperluas hingga mencakup seluruh Jepang demi melindungi kesehatan konsumennya.

Liputan6.com, Beijing - Jepang telah memulai pembuangan limbah nuklir Fukushima yang telah diolah ke Samudra Pasifik pada Kamis (24/8/2023). Kebijakan tersebut mendapat penentangan dari China, yang merupakan pembeli seafood atau makanan laut terbesar dari Jepang.

Pada Kamis pula, kantor bea cukai China menyatakan bahwa larangan impor seafood dari Fukushima dan sejumlah prefektur akan segera diperluas hingga mencakup seluruh Jepang demi melindungi kesehatan konsumennya. Kebijakan China diperkirakan akan menimbulkan kerugian ekonomi dan Jepang sendiri mengakui bahwa dunia usahanya akan terdampak signifikan.

Seperti dilansir BBC, Jumat (25/8), China dan Hong Kong mengimpor lebih dari USD 1,1 miliar makanan laut dari Jepang setiap tahunnya. Itu mencakup hampir setengah dari ekspor  seafood makanan laut Jepang.

China, yang telah menentang sejak kebijakan itu diumumkan pada dua tahun lalu, menfyebutkan bahwa pembuangan limbah nuklir Fukushima ke laut adalah tindakan yang sangat egois dan tidak bertanggung jawab, serta menimbulkan luka menganga pada generasi masa depan.

Korea Selatan sudah lama pula menerapkan larangan impor seafood Jepang dari sejumlah prefektur, termasuk Fukushima. Namun, pada Kamis, Seoul memberikan reaksi yang lebih tenang.

Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck Soo mengatakan, "Yang penting sekarang adalah apakah Jepang, seperti yang dijanjikan kepada masyarakat internasional, secara ketat mengikuti standar ilmiah dan memberikan informasi secara transparan."

Hubungan Korea Selatan dan Jepang disebut semakin dekat. Bersama Amerika Serikat (AS), mereka memetakan ancaman yang sama, yaitu China dan Korea Utara.

Bagaimanapun, masih terdampak sejumlah besar warga Korea Selatan yang menentang pembuangan limbah nuklir Fukushima ke laut. Pada Kamis, sejumlah pengunjuk rasa di Seoul berusaha menyerbu Kedutaan Besar Jepang.

Aksi protes juga terjadi di Hong Kong, bahkan Tokyo.

Sementara itu Mark Brown, ketua Forum Kepulauan Pasifik yang sebelumnya mengecam rencana tersebut, mengatakan mereka kini yakin rencana Jepang "memenuhi standar keselamatan internasional".

Jepang sejak awal menegaskan bahwa pembuangan limbah nuklir ke laut aman dan banyak ilmuwan setuju dengan itu. Pengawas nuklir PBB juga sudah menyetujui kebijakan itu.

Lebih dari satu juta ton limbah nuklir Fukushima akan dibuang selama 30 tahun ke depan.

2 dari 2 halaman

Dampaknya Dapat Diabaikan

Sejak tsunami menghancurkan PLTN Fukushima pada tahun 2011, perusahaan pembangkit listrik Tepco telah memompa air untuk mendinginkan batang bahan bakar reaktor. Artinya, setiap hari PLTN Fukushima menghasilkan air yang terkontaminasi, yang diolah dan disimpan dalam tangki besar.

Bahkan setelah diolah, air tersebut mengandung zat radioaktif tritium dan karbon-14 dalam kadar yang sangat tinggi, sehingga sulit dihilangkan. Solusi Jepang adalah mencairkannya dengan air laut sebelum dibuang ke laut.

Dengan lebih dari 1.000 tangki telah terisi, Jepang berpendapat bahwa setelah pengolahan dan pengenceran, limbah nuklir aman untuk dilepaskan ke laut.

Banyak ilmuwan yang mendukung kebijakan Jepang dan mengatakan bahwa itu masuk akal. Badan Energi Atom Internasional PBB (IAEA) kemudian menekankan bahwa kebijakan Jepang akan memiliki dampak yang dapat diabaikan terhadap lingkungan.

Pihak berwenang telah berjanji untuk terus memantau tingkat radiasi di laut dan menjaga transparansi yang tinggi.

Namun, ada beberapa pihak yang masih skeptis. Pasalnya, Tepco dinilai memiliki rekam jejak yang menunjukkan kurangnya transparansi.

Meskipun membuang air olahan ke laut adalah praktik umum pada pembangkit listrik tenaga nuklir, para kritikus menunjukkan bahwa jumlah air yang dibuang dari Fukushima berada dalam skala yang jauh lebih besar dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Beberapa ilmuwan mengatakan penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengetahui dampaknya terhadap dasar laut dan kehidupan laut.

Nelayan Jepang sendiri khawatir kebijakan pembuangan limbah nuklir ke laut akan membahayakan mata pencaharian mereka karena konsumen kelak menghindari seafood Jepang.