Sukses

Media China: Australia Ingin Jadi "Amerika Kecil" di Indo-Pasifik

Media China mengkritik manuver Australia di bidang pertahanan.

Liputan6.com, Beijing - Pakar dari China menyebut Australia sedang berusaha menjadi "Amerika kecil" di kawasan Indo-Pasifik. Australia juga dituding meraih status "hegemoni minor".

Pandangan itu diberikan Global Times karena Australia menggelar latihan gabungan dengan Filipina di area Laut China Selatan (South China Sea) pada Jumat lalu. Australia juga diingatkan pakar untuk tidak memprovokasi China.

Menurut Cheng Hong, direktur Australian Studies Center pada East China Normal University, Australia ingin mengambil peran sebagai "Amerika kecil" atau "hegemoni minor" dengan cara menjadi bidak strategis AS," ujarnya seperti dilansir media pemerintah China, Global Times, Minggu (27/8/2023).

Cheng Hong berkata bahwa Australia juga mau-mau saja jika digunakan oleh Amerika Serikat.

"Langkah demi langkah, Australia secara progresif melangkah pada jalan ekspansi militer sebagaimana ia menyelaraskan dirinya dengan cetak biru strategis AS, terbukti dari pengadaan dan konstruksi kapal selam bertenaga nuklir di bawah perjanjian AUKUS, dan akuisisi sejumlah aset militer baru-baru ini," ujar kata Cheng Hong.

Menurut Chen Xiangmiao, direktur the World Navy Research Center pada National Institute for South China Sea Studies, tindakan Australia itu merupakan upaya menambah pengaruh ke utara.

"Canberra percaya bahwa berubahnya situasi keamanan di Laut China Selatan telah mengancam keamanan maritimnya dan kepentingan strategis," ujar Chen Xiangmiao.

Chen juga berkata Filipina dan Australia juga akan berbagi intelijen dan pelatihan personel.

Sementara, situs Kementerian Pertahanan Australia juga mengabarkan bahwa Australia dan Filipina juga berkomitmen untuk melakukan latihan lagi.

2 dari 3 halaman

Filipina Perkuat Suplai Pasokan Militer di Laut China Selatan, Respons Manuver Tiongkok

Sebelumnya dilaporkan, angkatan bersenjata Filipina mengatakan pada Sabtu 19 Agustus 2023 bahwa pihaknya akan kembali berusaha untuk memasok pasukan yang ditempatkan di sebuah kapal era Perang Dunia II yang berkarat di sebuah karang di Laut China Selatan.

Langkah itu dilakukan di tengah ketegangan dengan Tiongkok, yang sebelumnya dipicu oleh upaya serupa dari Filipina namun digagalkan oleh China dengan menembakan meriam air, demikian seperti dikutip dari VOA, Sabtu (20/8).

"Pelaksanaan hak kedaulatan dan yurisdiksi kami ini merupakan bukti keyakinan kuat kami pada tatanan internasional berbasis aturan yang menopang perdamaian dan stabilitas regional," kata juru bicara angkatan bersenjata Medel Aguilar dalam sebuah pernyataan.

Manila mengajukan protes diplomatik terhadap Beijing bulan ini setelah penjaga pantai China menggunakan meriam air dan gerakan "berbahaya" untuk mencegah Filipina mengirim pasokan ke segelintir tentara di Second Thomas Shoal.

Filipina sengaja mengandangkan kapal perang era Perang Dunia II bernama BRP Sierra Madre di Second Thomas Shoal pada tahun 1999 sebagai bagian dari klaim kedaulatannya atas gugus kepulauan. Itu terletak di dalam zona ekonomi eksklusif 200 mil.

Misi pasokan ulang yang direncanakan "adalah demonstrasi yang jelas dari tekad kami untuk melawan ancaman dan paksaan, dan komitmen kami dalam menegakkan supremasi hukum," kata angkatan bersenjata Filipina.

Manila menyerukan kepada semua pihak terkait untuk menghormati kedaulatan dan yurisdiksinya atas zona maritimnya, kata Aguilar, seraya menambahkan bahwa Manila mendukung penyelesaian sengketa secara damai.

3 dari 3 halaman

Sengketa dengan China

Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar. Penjaga pantai China mengatakan pada 7 Agustus bahwa pihaknya telah mengatakan kepada Filipina untuk tidak mengirim kapal ke beting dan tidak mengirim "bahan konstruksi yang digunakan untuk perbaikan dan penguatan skala besar" ke kapal perang.

China mengklaim hampir semua Laut China Selatan, sebuah pernyataan yang ditolak secara internasional, sementara Malaysia, Vietnam, Brunei, Taiwan, dan Filipina memiliki berbagai klaim atas wilayah-wilayah tertentu.

Di 2016, putusan arbitrase internasional membatalkan klaim China di hampir seluruh Laut China Selatan.

China, yang tidak mengakui keputusan itu, telah membangun pulau-pulau buatan manusia dengan landasan udara dan rudal permukaan-ke-udara di Laut China Selatan.