Sukses

Kerajaan Denmark Siapkan Aturan Melarang Pembakaran Al-Qur'an dan Kitab Suci Lainnya

Aksi pembakaran kitab suci, termausk Al-Qur'an, bakal dilarang di Kerajaan Denmark.

Liputan6.com, Kopenhagen - Pemerintah Denmark tampaknya serius menyiapkan undang-undang untuk melarang pembakaran kitab suci, termasuk Al-Qur'an. Menteri Kehakiman Denmark Peter Hummelgaard menjelaskan bahwa ada cara protes yang lebih beradab.

Dilaporkan DW.com, Minggu (27/8/2023), Hummelgaard menegaskan bahwa RUU ini bakal menghukum tindakan pembakaran Al-Qur'an. Aksi provokatif itu belakangan ini dilakukan kelompok ekstermis di Denmark dan Swedia.

"Proposal ini akan membawa hukuman, contohnya, bagi pembakaran sebuah Quran di depan umum, bible, atau Torah," ucapnya. "Saya secara fundamental percaya bahwa ada cara-cara yang lebih beradab untuk mengekspresikan pandangan seseorang ketimbang bakar-bakaran."

Langkah pelarangan itu menghadapi penolakan dari partai-partai oposisi di Denmark, tetapi partai berkuasa mempertahankan keputusan untuk melarang pembakaran.

Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen berasal dari Partai Sosial Demokrat.

Sebelumnya, aksi bakar Al-Qur'an di Swedia dan Denmark telah memancing protes keras dari negara-negara mayoritas Muslim, termasuk dari Indonesia.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo juga telah meminta pemerintah supaya mengawal proses hukum di Denmark dalam rangka pelarangan membakar Al-Qur'an.

"Mengingat tanpa ada aturan terkait, aksi pembakaran Alquran berpotensi terus berulang," tegas Bambang Soesatyo dalam pernyataannya beberapa waktu lalu.

2 dari 3 halaman

Aksi Bakar Al-Qur'an di Depan KBRI Kopenhagen, Menlu Retno: Jangan Berlindung di Balik Kebebasan Berekspresi

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan aksi pembakaran kitab suci Al-Qur'an yang berulang kali terjadi di Denmark tidak akan pernah dapat dibenarkan dan pelakunya tidak dapat berlindung di balik aturan soal kebebasan berkspresi. 

"Saya juga menerima telepon dari Menteri Luar Negeri Denmark dan saya sampaikan posisi Indonesia yang sangat firm terhadap masalah ini dan posisi negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Dan saya sampaikan bahwa pembakaran kitab suci Quran itu tidak dapat dilabel sebagai freedom of expression. Saya sampaikan jangan berlindung di balik freedom of expression," kata Retno saat ditemui media di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Senin (14/8/2023). 

Terbaru, aksi pembakaran Al-Qur'an kembali terjadi dan kali ini dilakukan di depan Kedutan Besar Turki, Irak dan Indonesia di Kopenhagen. Para pelaku pembakaran Al-Qur'an meneriakkan slogan anti-Islam saat melakukan aksi provokatif mereka, yang berlangsung dengan pengawalan polisi.

Retno menegaskan bahwa aksi berulang tersebut melukai umat Islam di seluruh dunia dan seharusnya tidak dilakukan. 

"Ini dapat menyebarkan kebencian, aksi provokasi ini menebarkan kebencian dan sangat berbeda dengan keinginan kita untuk terus memelihara dialog antar agama. Itu kita sudah lakukan," tambahnya. 

Indonesia secara tegas dan konsisten atas posisinya setiap terjadi aksi pembakaran Al-Qur'an. Retno pun mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri Indonesia menanggapi aksi berulang ini dengan mengirim nota diplomatik dan memanggil duta besar atau kuasa usaha ad interim (KUAI). 

"Kita mengecam dengan sangat keras aksi pembakaran kitab suci Al'qur-an. Jadi setiap kali ada tindakan tersebut kita kirim nota protes yang keras dan memanggil KUAI-nya," ujar Retno.  

3 dari 3 halaman

OKI Turut Serukan Keprihatinan

Direktorat Jenderal Kerjasama Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Umar Hadi juga turut mengomentari hal tersebut, dan mengatakan bahwa masalah ini turut dibawa ke level pemimpin OKI. 

"Di Denmark itu para Dubes dari negara-negara OKI kompak, mereka kirim protes sama-sama, juga pernah bertemu dengan menlu Denmark bersama-sama," katanya saat ditemui dalam kesempatan yang sama.

Umar menegaskan hal terutama yang tidak diinginkan oleh para pemimpin OKI adalah reaksi yang berlebihan sehingga mengakibatkan tindak kekerasan. 

"Itu yang membahayakan," tambahnya. 

OKI juga telah mendorong semua negara membuat aturan yang melarang aksi penghinaan simbol keagamaan apapun.Â