Sukses

Kim Jong Un dan Vladimir Putin Disebut Bakal Bertemu di Rusia untuk Negosiasi Jual Beli Senjata

Kabar terkait potensi kunjungan Kim Jong Un ke Rusia untuk bertemu Vladimir Putin dalam bulan ini diungkapkan pejabat Amerika Serikat.

Liputan6.com, Washington - Kim Jong Un berencana untuk bepergian ke Rusia dalam bulan ini untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin demi memajukan negosiasi jual beli senjata antara kedua negara. 

"Kami dapat informasi bahwa Kim Jong Un mengharapkan diskusi ini akan terus berlanjut, termasuk keterlibatan diplomatik level pemimpin di Rusia," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSC) Andrienne Watson soal negosiasi senjata yang sedang berlangsung antara Korea Utara dan Rusia, seperti dilansir CNN, Selasa (5/9/2023).

Watson tidak merinci lebih lanjut kapan dan di mana kemungkinan pertemuan antara Kim Jong Un dan Putin terjadi. Kabar mengenai rencana lawatan Kim Jong Un ke Rusia ini muncul usai kunjungan Menteri Pertahanan (Menhan) Rusia Sergei Shoigu ke Korea Utara pada Juli.

Belum lama ini, sejumlah pejabat AS juga telah menyatakan bahwa kedua negara secara aktif memajukan perundingan mereka mengenai negosiasi senjata, yang kelak memungkinkan Korea Utara menyediakan persenjataan untuk mendukung Rusia dalam perang Ukraina.

"Kunjungan Menhan Shoigu dilakukan untuk mencoba meyakinkan Pyongyang agar menjual amunisi artileri ke Rusia," ungkap Watson. "Kami mendesak Korea Utara untuk menghentikan perundingan senjata dengan Rusia dan mematuhi komitmen publik yang telah dibuat Pyongyang untuk tidak menyediakan atau menjual senjata ke Rusia."

Menurut koordinator komunikasi strategis NSC John Kirby pekan lalu, pasca kunjungan Shoigu, sekelompok pejabat Rusia lainnya juga telah bepergian ke Pyongyang untuk berdiskusi lebih lanjut. Putin dan Kim Jong Un sendiri telah saling berkirim surat dan berjanji meningkatkan kerja sama bilateral mereka.

2 dari 2 halaman

Kesepakatan Signifikan bagi Rusia

Selama perang Ukraina, Rusia dilaporkan mendapat dukungan dari Iran dan Korea Utara. Iran disebut telah mengirimkan drone dan artileri, sementara Korea Utara pada akhir tahun lalu dikabarkan telah mengirimkan roket infanteri.

Selain itu, perusahaan pertahanan milik negara China dilaporkan turut mengirimkan teknologi dan peralatan, namun para pejabat AS mengatakan sejauh ini mereka belum melihat tanda-tanda bahwa China telah memberikan senjata atau bantuan militer mematikan kepada Rusia.

AS secara rutin mendeklasifikasi informasi intelijen tentang dukungan yang diterima – atau akan diterima Rusia – dalam upaya menghalangi negara-negara memberikan dukungan bagi invasi Rusia ke Ukraina.

Akhir tahun lalu AS mengatakan bahwa Korea Utara mengirimkan roket dan rudal infanteri ke Rusia untuk digunakan oleh pasukan Wagner.

Sementara itu, kesepakatan potensial yang sedang dibahas disebut akan memberikan amunisi yang signifikan untuk berbagai jenis sistem senjata Rusia, termasuk artileri.

"Berdasarkan potensi kesepakatan ini, Rusia akan menerima sejumlah besar dan berbagai jenis amunisi dari Korea Utara, yang rencananya akan digunakan oleh militer Rusia di Ukraina. Kesepakatan potensial ini juga dapat mencakup penyediaan bahan mentah yang akan membantu basis industri pertahanan Rusia," kata Kirby, seraya berjanji bahwa AS akan mengambil tindakan langsung untuk memberikan sanksi kepada entitas manapun yang terlibat dalam kemungkinan kesepakatan tersebut dan mendesak Pyongyang untuk menghentikan perundingan.

"Sejujurnya, tidak ada cara lain untuk melihat hal ini selain keputusasaan dan kelemahan."