Sukses

Bikin Terharu, Ayah Tunggal di Thailand Hadiri Perayaan Hari Ibu di Sekolah Putrinya Pakai Gaun

Prachya Deebu, seorang ayah tunggal asal Thailand, mengunjungi sekolah putrinya mengenakan gaun dengan alasan yang sangat istimewa. Kisahnya telah membuat netizen terharu.

Liputan6.com, Bangkok - Kisah tentang seorang ayah dari Thailand yang melakukan upaya ekstra untuk mengejutkan putrinya telah menyentuh hati netizen. Ia relaberdandan seperti wanita, menggunakan gaun dan wig saat menghadiri sebuah acara di sekolah putrinya.

Prachya Deebu, pria berusia 48 tahun itu juga membagikan foto dirinya bersama sang putri di akun Facebook-nya saat menghadiri perayaan Hari Ibu di sekolah.

Di Thailand, Hari Ibu dirayakan setiap tahun pada tanggal 12 Agustus. Pada hari itu atau sehari sebelumnya, berbagai sekolah di seluruh penjuru Thailand kerap mengadakan program di mana para siswa mengekspresikan cinta dan apresiasi mereka kepada sang ibu.

Melansir dari Hindustan Times, Sabtu (9/9/2023), Deebu mengenakan gaun berpola kotak-kotak hitam putih, serta memakai wig panjang saat mengikuti perayaan Hari Ibu di sekolah putrinya. Dalam foto tersebut, terlihat putrinya yang berusia 15 tahun, Nattawadee Kornjan, duduk di depannya dengan senyum lebar di wajahnya.

"Walaupun saya adalah seorang ayah tunggal dan ayah tiri bagi Cream, saya selalu mengatakan padanya bahwa dia adalah putriku, dan saya menyayanginya seperti anak kandung sendiri," Mashable Asia melaporkan, mengutip sumber lokal.

Deebu mengadopsi Kornjan, yang ia panggil Cream dengan penuh kasih sayang, saat ia masih kecil. "Saya akan melakukan yang terbaik sebagai seorang ayah sekaligus ibu untuk menjaga putriku," tambah Deebu sambil lebih memperjelas hubungannya dengan putrinya.

Postingan ini dibagikan pada tanggal 11 Agustus, dan telah membuat banyak orang terkagum-kagum. Sampai sekarang, unggahan tersebut telah menerima lebih dari 13.000 reaksi dan masih terus bertambah. Selain itu, telah dibagikan ulang lebih dari 1.400 kali.

Banyak orang membagikan reaksi mereka di komentar, "Percayalah, anakmu juga menyayangimu sebanyak kau menyayangi anakmu," tulis komentar seseorang yang diterjemahkan dari bahasa Thailand.

 

2 dari 2 halaman

Mengapa Tanggal Perayaan Hari Ibu Berbeda di Tiap Negara?

Banyak negara di seluruh dunia, sekitar 100 negara, telah mengikuti contoh Amerika Serikat dalam merayakan Hari Ibu pada hari Minggu kedua di bulan Mei. Banyak negara lain memilih tanggal yang berbeda, dengan berbagai alasan.

Melansir dari AS USA, Kamis (7/9/2023), Inggris dan Irlandia merayakan Hari Ibu pada Minggu keempat dalam masa Prapaskah, dengan periode 40 hari, sebelum perayaan Paskah.

Hal ini karena Hari Ibu modern dan sekuler mereka berasal dari perayaan keagamaan yang disebut Mothering Sunday, yang dimulai pada Abad Pertengahan. Dalam Mothering Sunday, umat Kristen akan mengunjungi gereja “ibu”, atau gereja utama mereka. Karena berkaitan dengan Paskah, tanggal perayaan Hari Ibu di Inggris dan Irlandia bisa sangat bervariasi.

Di sejumlah negara lain, tanggal perayaan Hari Ibu juga berkaitan dengan makna keagamaan. Sebagai contoh, di Panama, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen seperti di Inggris, Hari Ibu diperingati pada tanggal 8 Desember, seiringan dengan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda.

Selain itu, ada negara-negara yang memilih untuk mengaitkan Hari Ibu dengan momen penting dalam sejarah nasional.

Di Bolivia, Hari Ibu merupakan penghormatan terhadap Heroínas de la Coronilla, sekelompok wanita yang pada 27 Mei 1812 berjuang dalam Pertempuran Pocona selama Perang Kemerdekaan Bolivia. Sementara di Thailand, perayaan Hari Ibu jatuh pada tanggal 12 Agustus, yaitu hari ulang tahun Sirikit Kitiyakara, ibu suri Thailand.

Di beberapa negara lain, sebaliknya, Hari Ibu dijadwalkan bersamaan dengan Hari Perempuan Internasional yang dirayakan pada tanggal 8 Maret.

Di Indonesia sendiri, melansir dari situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Kamis (7/9/2023), Hari Ibu dideklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta, dilandasi oleh tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa ini dianggap sebagai titik balik dalam sejarah kebangkitan perempuan Indonesia. Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia pertama, langkah selanjutnya adalah penyelenggaraan Kongres Perempuan III di Bandung pada tahun 1938. Pada kongres ini, diambil keputusan untuk mengukuhkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu di Indonesia.