Liputan6.com, Jakarta - Tantangan kesehatan global yang semakin memprihatinkan adalah meningkatnya angka obesitas di seluruh dunia. Bukan hanya menjadi masalah individu, tetapi juga menjadi isu pemerintah yang semakin mendesak. Di abad terakhir ini, perubahan drastis dalam pola makan global telah mengubah lanskap kesehatan masyarakat.
Salah satu wilayah yang paling terdampak adalah negara-negara kepulauan Pasifik, yang saat ini menduduki peringkat lima teratas dalam prevalensi BMI tinggi. Tak hanya itu, lebih dari setengah dari 20 negara teratas dengan persentase orang dewasa yang mengalami obesitas adalah negara-negara kepulauan.
Baca Juga
Faktor-faktor seperti perubahan dalam pola makan, konsumsi gula dan lemak berlebihan yang murah, serta pengaruh dari adaptasi metabolisme akibat periode kelaparan yang sempat terjadi telah menciptakan epidemi obesitas yang mengkhawatirkan ini.
Advertisement
Mengukur Obesitas dengan BMI: Apa itu BMI?
Indeks Massa Tubuh (BMI) merupakan cara untuk mengukur berat badan seseorang dibandingkan dengan tinggi badannya. Meskipun sederhana, metode ini efektif untuk mengidentifikasi obesitas pada tingkat populasi. BMI dapat diskalakan dengan baik untuk kelompok besar sehingga praktis untuk keperluan studi. Metode ini juga mudah dihitung dan non-invasif.
Namun bagaimanapun, BMI bukanlah ukuran sempurna. Salah satu kelemahannya adalah ketidakmampuannya untuk membedakan antara otot dan lemak, yang dapat mengarah pada klasifikasi yang salah. Selain itu, tidak mempertimbangkan lokasi lemak tubuh sehingga dapat mempengaruhi risiko kesehatan.
Mari kita tinjau beberapa negara di wilayah Pasifik ini yang saat ini berjuang dengan tingkat epidemi obesitas tinggi.
Tonga (77,1% Orang Dewasa Mengalami Obesitas)
Tonga dengan ratusan pulaunya memiliki kekayaan hayati khas berupa ikan, sayuran jenis umbi-umbian, dan kelapa. Namun, setelah masuknya budaya “Western”, pola makan masyarakatnya pun berubah. Mereka mengonsumsi makanan impor berlemak tinggi seperti daging kambing murah yang tidak sehat. Faktor genetik juga dinilai berpengaruh pada kasus obesitas di sana.
Akibatnya, angka harapan hidup di Tonga menurun drastis dari yang semula pertengahan tahun 70an ke usia 60an tahun. Para remaja juga menjalani amputasi imbas dari diabetes.
Pemerintah sempat berusaha membatasi konsumsi daging kambing tetapi menghasilkan penolakan keras dari masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan kalori di negara ini bisa semakin parah.
Tuvalu (62,2% Orang Dewasa Mengalami Obesitas)
Tuvalu, dengan pantainya yang indah, menghadapi masalah obesitas yang sebagian besar disebabkan oleh malnutrisi. Meskipun tersedia ikan dan sayuran sehat tetapi daging kornet, nasi, dan gula mendominasi pola makan masyarakatnya sehingga hipertensi dan penyakit kardiovaskular menyebar luas. Konsumsi tinggi lemak dan garam ini salah satunya disebabkan kesulitan keuangan, terbatasnya aktivitas pertanian, dan terhambatnya respons pemerintah.
Advertisement
Nauru (58,1% Orang Dewasa Mengalami Obesitas)
Nauru, yang pernah mengalami peningkatan kemakmuran ekonomi melalui penambangan fosfat, sekarang menghadapi masalah obesitas yang berkembang pesat. Perubahan dalam pola makan dan gaya hidup membuat masyarakatnya mengimpor makanan olahan berkalori tinggi.
Kemakmuran tersebut mengalami penurunan. Kini masyarakat membuat makanan olahan murah dan padat kalori sehingga memicu epidemi obesitas.
Bak efek domino, tingginya angka obesitas memicu penyakit kesehatan lain khususnya gagal ginjal. Sehingga terjadi peningkatan biaya perawatan kesehatan di tengah terbatasnya sumber daya.
Samoa (55,8% Orang Dewasa Mengalami Obesitas)
Samoa, di mana pandangan masyarakatnya mengenai bentuk tubuh telah berubah drastis, menghadapi tantangan obesitas yang disebabkan oleh perubahan budaya dan peningkatan restoran cepat saji.
Kiribati (45,6% Orang Dewasa Mengalami Obesitas)
Berbeda dengan Samoa yang lebih dipengaruhi masalah sosial, epidemi obesitas di Kiribati diperparah oleh perubahan lingkungan, yang menghambat produksi pangan lokal. Akibatnya, negara ini bergantung pada impor makanan kaya kalori tetapi miskin nutrisi penting.
Walau begitu, Kiribati ternyata berfokus pada kesehatan gizi Ibu dan anak sehingga dapat menumbuhkan harapan baik di tengah ancaman gelombang obesitas.
Tantangan Global: Obesitas di Negara Bukan Pulau
Tidak hanya negara-negara kepulauan yang terkena dampak. Amerika Serikat, Libya, Qatar, Bahrain, dan Meksiko juga melaporkan tingkat obesitas yang tinggi.
Amerika Serikat memiliki prevalensi obesitas tertinggi yakni 42,7%. Libya memiliki prevalensi sebesar 42,4%. Negara makmur seperti Qatar dan Bahrain juga memiliki prevalensi obesitas tinggi masing-masing sebesar 41,4% dan 36,9%. Lalu, Meksiko dilaporkan memiliki frekuensi obesitas sebesar 36,7%
Globalisasi, urbanisasi, perubahan pola makan, dan kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor yang berperan besar dalam peningkatan obesitas di negara-negara tersebut.
Pemahaman tentang akar penyebab obesitas, baik pada tingkat individu maupun populasi, adalah langkah pertama untuk mengatasi epidemi ini yang semakin memprihatinkan.
Para sosiolog bahkan memperingatkan bahwa kurangnya akses terhadap nutrisi dan pendidikan yang tepat merupakan ancaman nyata bagi ratusan juta orang di seluruh dunia, dalam hal ini adalah tingkat obesitas. Demikian merangkum dari Worldatlas, Jumat (8/9/2023).
Advertisement