Sukses

Kisah Pilu dari Gempa Maroko: Bayi Usia 3 Hari Hidup di Tenda dengan Satu Setel Pakaian

Total korban tewas akibat gempa Maroko mencapai 2.122 orang, sementara korban luka 2.421 orang. Tim penyelamat memperingatkan jumlah korban diperkirakan masih akan meningkat.

Liputan6.com, Rabat - Salah satu kisah pilu pasca gempa Maroko dialami Khadijah. Perempuan itu melahirkan hanya beberapa menit sebelum gempa magnitudo 6,8 mengguncang pada Jumat (8/9/2023) malam.

Khadijah dan bayinya tidak terluka, namun tiga jam setelah proses persalinan pihak rumah sakit melakukan evakuasi.

"Mereka bilang kepada kami bahwa kami harus pergi karena ditakutkan terjadi gempa susulan," kata Khadijah seperti dilansir BBC, Senin (11/9).

Bersama bayi merekar, Khadijah dan suaminya mencoba naik taksi pada Sabtu (9/9) pagi ke rumah mereka di Taddart di Pegunungan Atlas, sekitar 65 km dari Marrakesh.

Namun, dalam perjalanan pulang, mereka mendapati jalan ditutup karena tanah longsor dan mereka hanya dapat mencapai Desa Asni, yang berjarak sekitar 50 km dari Marrakesh. Sejak saat itulah keluarga tersebut tinggal di tenda di pinggir jalan utama.

"Saya belum menerima bantuan atau apapun dari pihak berwenang," ujar Khadijah, sembari menggendong bayinya di bawah terpal tipis.

"Kami meminta selimut kepada orang-orang di desa ini agar punya sesuatu untuk menutupi kami."

Khadijah mengaku bahwa dia hanya punya satu setel pakaian untuk bayinya. Belum usai kemalangan yang mereka alami, kabar buruk lain datang, yaitu teman-teman dari kampung halaman memberitahu bahwa rumah mereka rusak parah.

Kini, mereka pun belum tahu bagaimana kehidupan mereka selanjutnya.

Informasi terakhir menyebutkan bahwa total korban tewas akibat gempa Maroko mencapai 2.122 orang, sementara korban luka 2.421 orang. Tim penyelamat memperingatkan jumlah korban diperkirakan masih akan meningkat.

2 dari 3 halaman

Kemarahan Meningkat

Frustasi dilaporkan terjadi di Desa Asni karena sedikitnya bantuan yang menjangkau kota-kota dan desa-desa di daerah pegunungan di selatan Marrakesh. Sekelompok orang yang marah mengepung seorang reporter lokal.

"Kami tidak punya makanan, kami tidak punya roti atau sayur-sayuran. Kami tidak punya apa-apa," kata seorang pria di antara massa yang tidak mau disebutkan namanya.

"Tidak ada yang datang kepada kami, kami tidak punya apa-apa. Kami hanya punya Tuhan dan raja."

Sejak gempa dia tinggal di pinggir jalan utama desa bersama keempat anaknya. Rumahnya masih berdiri, namun seluruh dindingnya retak parah dan dia pun mengkhawatirkan keselamatan keluarganya.

Mereka berhasil kembali dan mengambil beberapa selimut, yang kini menjadi satu-satunya tempat tidur mereka.

Ketika sebuah truk melaju melewati kerumunan, beberapa orang mencoba menghentikannya. Putus asa mereka berharap truk itu membawa perbekalan, namun kendaraan itu terus melajut diiringi dengan cemoohan.

Sementara itu, reporter yang berada di tengah kerumunan itu kemudian digiring polisi. Namun, masih dibuntuti oleh sejumlah warga yang emosi.

3 dari 3 halaman

Berharap Bantuan

Beberapa orang mengatakan bahwa mereka telah menerima tenda dari pihak berwenang, namun jumlahnya tidak cukup untuk semua orang yang membutuhkan.

Seorang warga lain bernama Mbarka memperlihatkan kondisi rumahnya yang tidak bisa lagi ditinggali.

"Saya tidak punya sarana untuk membangun kembali rumah itu," kata Mbarka. "Saat ini, hanya masyarakat lokal yang membantu kami."

Mbarka tinggal bersama dua putrinya, menantu laki-laki, dan tiga cucunya.

Ketika rumah mereka mulai berguncang saat gempa terjadi, mereka berlari keluar, dan hampir tertimpa rumah yang jauh lebih besar yang mulai meluncur menuruni bukit ke arah mereka.

"Kami pikir pemerintah akan membantu," tutur menantu laki-lakinya, Abdelhadi. "Namun, ada 120 desa di wilayah ini."

Dengan banyaknya orang yang membutuhkan bantuan, itu berarti banyak pula orang yang harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan bantuan.