Sukses

Rencana PM Narendra Modi Ganti Nama India Jadi Bharat, Oposisi: Itu Absurd

Pemimpin partai oposisi Kongres mengatakan keributan atas nama tersebut adalah taktik pengalihan perhatian.

Liputan6.com, New Delhi - Pemimpin oposisi utama India mengatakan bahwa rencana Perdana Menteri Narendra Modi untuk mengubah nama negaranya dari India menjadi Bharat "absurd" atau "tidak masuk akal". 

"Dia (Modi) ingin mengubah nama negaranya, dan itu tidak masuk akal…," kata Gandhi, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (11/9/2023). 

Keputusan pemerintah Modi untuk mengganti nama tersebut dengan kata Sansekerta dalam undangan makan malam bagi peserta KTT G20 yang berlangsung dua hari di India menimbulkan keributan besar. Bahkan, Modi juga menggunakan Bharat di plakat nama yang ia gunakan di KTT G20 yang berlangsung pada 9-10 September 2023.

Gandhi, pemimpin partai oposisi Kongres, mengatakan keributan atas perubahan nama menjadi "Bharat" adalah taktik pengalihan perhatian.

"Sangat menarik bahwa setiap kali kita mengangkat masalah Tuan (Gautam) Adani dan kapitalisme kronis, perdana menteri (Modi) mengeluarkan taktik pengalihan baru yang dramatis," kata pemimpin berusia 53 tahun itu.

Pemimpin Partai Kongres tersebut menuduh Modi berpihak pada industrialis besar dan mengupayakan penyelidikan terhadap miliarder Adani, yang mengendalikan Grup Adani, atas dugaan pelanggaran keuangan.

Grup Adani, yang mengelola pelabuhan dan bandara di seluruh India, baru-baru ini menjadi pusat perhatian setelah penyelidikan mengungkapkan bahwa mereka menggunakan negara bebas pajak (tax havens) di luar negeri untuk menaikkan harga sahamnya.

2 dari 3 halaman

Dikenal dengan Dua Nama

Negara berpenduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa tersebut memang secara resmi dikenal dengan dua nama, yaitu "India" dan "Bharat". Namun, nama pertamalah yang paling umum digunakan, baik di dalam negeri maupun internasional.

Bharat dalam bahasa Hindi juga berarti India.

Perubahan nomenklatur ini didukung oleh pejabat Partai Bharatiya Janata yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi. Mereka berpendapat bahwa nama India diperkenalkan oleh kolonial Inggris dan merupakan simbol perbudakan.

Inggris memerintah India selama sekitar 200 tahun hingga negara tersebut memperoleh kemerdekaan pada tahun 1947.

"Pukulan lain terhadap mentalitas perbudakan," kata pejabat tinggi terpilih Negara Bagian Uttarakhand Pushkar Singh Dhami.

3 dari 3 halaman

India Versus Bharat

Partai Bharatiya Janata yang berkuasa telah lama mencoba menghapus nama-nama yang terkait dengan Kesultanan Mughan dan kolonial India.

Pada tahun 2015, Jalan Aurangzeb yang terkenal di New Delhi, dinamai menurut nama raja Mughal, diubah menjadi Jalan Dr. APJ Abdul Kalam setelah mendapat protes dari para pemimpin Partai Bharatiya Janata. Tahun lalu, pemerintah juga mengganti nama jalan era kolonial di jantung kota New Delhi yang digunakan untuk parade militer seremonial.

Pemerintahan Modi mengatakan bahwa perubahan nama tersebut merupakan upaya untuk merebut kembali masa lalu Hindu India. Namun, partai-partai oposisi di India mengkritik langkah tersebut.

"Meskipun tidak ada keberatan konstitusional untuk menyebut India 'Bharat' yang merupakan salah satu dari dua nama resmi negara tersebut, saya berharap pemerintah tidak akan sebodoh itu untuk sepenuhnya membuang 'India' yang memiliki nilai merek yang tak terhitung banyaknya berabad-abad," ujar anggota parlemen oposisi Shashi Tharoor.

Perselisihan mengenai "India" versus "Bharat" semakin meningkat sejak partai-partai oposisi pada Juli 2023 mengumumkan aliansi baru – yang disebut India – untuk menggulingkan Modi dan mengalahkan partainya menjelang pemilu nasional pada tahun 2024. Akronim tersebut adalah singkatan dari Aliansi Inklusif Pembangunan Nasional India.

Sejak itu, beberapa pejabat di partai Modi menuntut agar negara tersebut disebut Bharat, bukan India.