Liputan6.com, Beijing - Tindakan keras Presiden China Xi Jinping terhadap korupsi dalam sistem layanan kesehatan Tiongkok sampai ke rumah sakit papan atas di Provinsi Fujian bulan Agustus lalu.
Menurut laporan Bloomberg yang dikutip Sabtu (16/9/2023), dokter dan staf lainnya diperintahkan untuk mengatakan pendapatan terlarang yang mereka terima, mengungkapkan sumbernya dan menyerahkan uang tunai tersebut ke rekening bank khusus. Demikian menurut seseorang yang mengetahui masalah tersebut dan meminta untuk tidak disebutkan namanya karena membahas informasi sensitif.
Baca Juga
Kemudian para manajer mengulangi arahan tersebut dalam pesan teks WeChat, papan pesan internal, dan pertemuan tim, tanpa mengatakan apa yang akan terjadi pada mereka yang mengaku.
Advertisement
Situasi serupa juga terjadi di China dalam beberapa minggu terakhir ketika Xi Jinping memulai tindakan yang digambarkan oleh media pemerintah sebagai tindakan keras paling ketat terhadap korupsi senilai USD 1,4 triliun di industri layanan kesehatan. Sang presiden berupaya membersihkan sektor yang telah lama dirundung penyuapan, pembayaran curang, dan penggelapan yang dilakukan oleh manajemen senior rumah sakit.
Namun seiring dengan kampanye pemberantasan korupsi Xi yang mengguncang pasar untuk mereformasi sektor real estate dan pendidikan, konsekuensi yang tidak diinginkan mulai menumpuk.
Para dokter menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan pengobatan tertentu karena takut melanggar aturan anti-korupsi yang tidak jelas, sementara pesanan barang-barang medis yang mahal semakin tertunda dan konferensi industri telah dibatalkan.
Dampak lainnya, harga saham perusahaan-perusahaan layanan kesehatan yang terdaftar di bursa saham anjlok dan beberapa perusahaan telah menunda rencana initial public offering (IPO), sehingga membuat takut investor internasional karena hal ini merupakan titik terang bagi perlambatan ekonomi Tiongkok.
Beberapa analis khawatir tindakan keras ini akan merugikan sektor kesehatan tanpa mengatasi akar penyebab korupsi: dokter yang dibayar rendah, yang pendapatannya hanya sebagian kecil dari pendapatan rekan-rekan mereka di negara-negara maju.
"Kemungkinan besar dampaknya adalah rumah sakit dan dokter melakukan lying flat,” kata Eric Zhu dari Bloomberg Economics, menggunakan istilah yang mencerminkan upaya minimal untuk bertahan hidup. Hal ini akan menjadi "akibat buruk bagi pasien yang membutuhkan perawatan terbaik."
Lying flat belakangan tengah jadi tren di China, digambarkan sebagai bentuk penolakan tekanan masyarakat untuk mencari pekerjaan dan bekerja dalam shift panjang yang mengharuskan dengan kinerja yang baik.
180 Pejabat Ditangkap
Lebih dari 180 pejabat rumah sakit telah ditangkap tahun ini karena dugaan pelanggaran seperti menerima suap.
Kebanyakan orang yang terjebak dalam tindakan keras pemberantasan korupsi ini berasal dari rumah sakit dan lembaga pemerintah di kota-kota kecil yang tersebar di Guangdong, Sichuan dan Yunnan, yang menunjukkan bahwa upaya tersebut masih jauh dari selesai. 'Serangan' tersebut diperkirakan akan berlangsung setidaknya selama 12 bulan – menurut media pemerintah – dan pada tahap tertentu akan mencapai institusi medis terkemuka di negara tersebut, yang terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.
Hingga saat ini, sektor layanan kesehatan Tiongkok tumbuh dengan sangat cepat untuk mengakomodasi populasi lansia dan kelas menengah yang terus bertambah. Namun para pekerja layanan kesehatan, termasuk 4,4 juta dokter dan 5,2 juta perawat, belum memperoleh manfaat yang proporsional.
Gaji dokter di rumah sakit umum Tiongkok rata-rata USD 13.764 atau Rp211 juta per tahun pada tahun 2015, menurut sebuah penelitian pemerintah dan belum meningkat secara substansial sejak itu. Demikian menurut survei dari platform industri Yixuejie pada bulan September lalu, yang menyebutkan pendapatan dokter hanya di bawah USD 15.000 berkisar Rp230 juta.
Di AS, yang persyaratan pelatihan dan pendidikannya lebih tinggi, mereka menghasilkan rata-rata USD 352.000 atau sekitar Rp5,4 miliar per tahun.
Kesenjangan ini pada akhirnya melahirkan praktik-praktik yang meningkatkan gaji petugas kesehatan, yang mungkin berbuntut merugikan pasien mereka.
Salah satu praktik tersebut adalah perusahaan yang memberikan suap kepada dokter karena meresepkan obat atau menggunakan peralatan medis mereka, meskipun hal tersebut bukan pilihan terbaik bagi pasien. Dalam beberapa tahun terakhir, pembayaran semacam ini telah dilakukan secara lebih terselubung karena perusahaan-perusahaan berada di bawah tekanan kepatuhan yang semakin besar.
Terkadang, para dokter yang diundang untuk berbicara di konferensi, lokakarya, atau sesi konsultasi khusus yang disponsori oleh perusahaan juga menjadi imbalan yang menguntungkan. Apalagi perusahaan layanan kesehatan juga menyediakan makanan dan hadiah atau membayar biaya perjalanan mahal atas nama pertukaran akademis.
Meskipun versi dari aktivitas tersebut digunakan secara global untuk mengajarkan praktik terbaik dan mengkomunikasikan informasi baru, ada anggapan bahwa aktivitas tersebut juga dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyuap dokter.
Advertisement
Aliran Uang 'Abu-Abu'
Seorang dokter yang bekerja di sebuah rumah sakit terkemuka di Provinsi Zhejiang mengatakan salah satu grey income (aliran pendapatan 'abu-abu') datang dari meresepkan suntikan larutan garam yang dicampur dengan obat tradisional Tiongkok kepada pasien. Hal ini dapat meningkatkan gaji bulanan mereka sebesar 8.000 yuan atau sekitar Rp16,8 juta, atau dengan presentase sebanyak 50%.
Uang tersebut datang dalam bentuk tunai sebulan sekali dari supervisor mereka, dan persyaratannya tidak pernah disebutkan dengan jelas, kata dokter tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.
Semakin tinggi pangkatnya, maka semakin luas kelonggaran untuk mendapatkan grey income ini.
Beberapa ahli bedah, misalnya, melakukan pemotongan pada sekrup yang mereka gunakan selama pemasangan implan, kata dokter tersebut, yang akhirnya berhenti karena masalah etika. Pembayaran semacam itu, yang dapat membantu perusahaan meningkatkan penjualan dengan mendorong dokter untuk menulis lebih banyak resep atau menyukai produk mereka, merupakan tindakan ilegal di banyak tempat.
Dalam beberapa kasus, skala quid pro quo telah mencapai tingkat yang mencengangkan.
Quid pro quo adalah sebuah frase Latin yang dipakai dalam bahasa Inggris untuk mengartikan pertukaran barang atau jasa, yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya
Dalam pemberantasan korupsi Xi Jinping ini, seorang kepala rumah sakit di selatan Provinsi Sichuan bagian timur dijatuhi hukuman lebih dari 11 tahun penjara karena mengambil 20 juta yuan atau sekitar Rp42 miliar sebagai "biaya terima kasih" dan pembagian ekuitas dari pemasok antara tahun 2008 dan 2021, menurut rilis bulan lalu dari komite disiplin Partai Komunis.
Di rumah sakit lain di Provinsi Yunnan, otoritas anti-korupsi mendakwa seorang mantan pemimpin dengan membeli akselerator linier seharga 35,2 juta yuan, meskipun harga impornya adalah 15 juta yuan. Penyelidik kemudian mengatakan tujuh anggota staf menerima suap dan 13 pemasok menawarkannya.
Pimpinan Rumah Sakit Juga Jadi Target Kampanye Pemberantasan Korupsi Xi Jinping
Kampanye pemberantasan korupsi ini kabarnya juga dilakukan terhadap para pimpinan rumah sakit yang menyalahgunakan kekuasaan mereka, dan pendapatan sah dari staf medis tidak terpengaruh, media lokal melaporkan pada hari Rabu, mengutip seorang pejabat senior di Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok.
Meskipun hanya sedikit orang yang menentang perlunya reformasi, bahkan para pengamat yang terkait erat dengan pemerintah pun mempertanyakan aspek-aspek pelaksanaan kampanye tersebut.
Di salah satu rumah sakit mata terkemuka Tiongkok di Beijing, gaji berdasarkan kinerja dan tunjangan shift malam dikurangi setengahnya bulan lalu, hal ini mendorong Hu Xijin, mantan editor surat kabar Global Times yang didukung pemerintah, untuk memposting di akun Weibo-nya bahwa "pemotongan besar pada sistem layanan kesehatan seharusnya menjadi hal yang tidak boleh dilakukan."
"Kami mendengar dokter mulai mengurangi jam lembur di negara ini, yang berdampak pada pengurangan volume prosedur sebagai akibat dari kebijakan tersebut," kata Tom Polen, CEO Becton Dickinson & Co., pada konferensi di Boston minggu lalu. "Tindakan keras ini dilakukan terhadap para dokter dan eksekutif rumah sakit, sehingga mereka menjadi lebih berhati-hati."
Advertisement
Tenaga Penjualan Tak Diizinkan Memasukkan Barang ke RS Hingga Harga Saham Merosot
Helen Chen, salah satu kepala sektor global untuk layanan kesehatan dan mitra pengelola L.E.K. Consulting yang berbasis di Shanghai, mengatakan beberapa klien perusahaan tersebut mengatakan "80% rumah sakit tidak mengizinkan tenaga penjualan masuk lagi."
"Kami telah mendengar banyak perusahaan membatalkan acara pemasaran mereka hingga pemberitahuan lebih lanjut," katanya. "Jadi ada kemunduran langsung di kedua sisi sementara semua orang mencoba mencari tahu apa yang menjadi garis merahnya."
Tindakan keras ini juga mengacaukan rencana perusahaan dan membebani kinerja perusahaan layanan kesehatan Tiongkok.
Produsen obat Shaan Xi Hanwang Pharmaceutical Co. dan Fujian Mindong Lijiexun Pharmaceutical Co. menghentikan permohonan untuk go public setelah pihak berwenang meragukan biaya penjualan dan pemasaran mereka, media keuangan lokal Caijing melaporkan. Saham penyedia perangkat lunak medis Winning Health Technology Group Co. dan pembuat antiserum dan antitoksin Shanghai Serum Bio-Technology Co. juga terimbas, anjlok setelah ketua mereka dicopot pada bulan Juli.
Empat pejabat di Shanghai Pharmaceuticals Holding Co. juga sedang diselidiki karena pelanggaran hukum yang serius.
Lainnya, terpantau Indeks MSCI China Health Care telah turun sekitar 20% sejak bulan Januari, sedangkan MSCI China Index turun kurang dari 8%. Kesenjangan antara keduanya semakin melebar sejak kampanye antikorupsi semakin intensif.
"Pemerintah harus menangani hal ini dengan baik," kata Yanzhong Huang, peneliti senior kesehatan global di Council on Foreign Relations yang berbasis di New York. "Pemberantasan korupsi di bidang medis ini dapat memberikan sinyal kepada calon investor atau perusahaan asing di Tiongkok bahwa mereka tidak lagi diterima atau tidak lagi menguntungkan untuk terlibat di pasar Tiongkok."
Salah satu cara untuk mengelola dengan lebih baik konsekuensi yang tidak diinginkan dari tindakan keras ini adalah dengan merombak gaji dokter di rumah sakit umum, kata Sun Ju, seorang profesor hubungan masyarakat di Universitas Wuhan, kepada media lokal pada bulan Agustus. Cara lainnya adalah dengan melakukan pengawasan yang efektif untuk mendeteksi pelanggaran dan proses pengadaan obat-obatan dan peralatan yang lebih ketat.
"Penyebab korupsi medis sangatlah kompleks namun alasan mendasarnya adalah sistem yang salah," kata Sun Ju.