Liputan6.com, Jakarta - Seorang dokter menyebut jenazah korban kebanjiran yang terjadi di Libya sulit diidentifikasi.
“Pertama kita tentukan umur, jenis kelamin dan panjang badan,” jelasnya.
"Kebanyakan jenazah berada dalam tahap pembusukan sekarang, karena air."
Advertisement
Kini, pihak tim medis dan otoritas Libya tengah memeriksa catatan korban dengan cermat. Mirisnya, proses ini dilakukan di tempat parkir mobil rumah sakit di kota Derna, Libya timur, dikutip dari laman BBC, Senin (18/9/2023).
Ini adalah salah satu pekerjaan yang paling penting dan salah satu yang paling menyusahkan. Pria tersebut tidak dapat dikenali lagi setelah menghabiskan seminggu berada dalam air.
Tangan ahli memeriksa dengan hati-hati (agar jenazah tak rusak) sembari mencari tanda pengenal dan mengambil sampel DNA. Itu penting, kalau-kalau ada keluarga yang masih hidup yang bisa menuntutnya.
Lebih dari 10.000 orang secara resmi masih hilang, menurut angka dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB.
PBB mengatakan, jumlah korban tewas sejauh ini mencapai sekitar 11.300 orang. Jumlah total bencana ini masih belum jelas, meskipun satu hal yang pasti adalah besarnya skala bencana ini.
1.500 Bangunan Rusak Lantaran Banjir
Sepekan setelah banjir bandang Libya yang dahsyatnya digambarkan bak tsunami menghancurkan Kota Derna, kehadiran bantuan internasional dilaporkan semakin meningkat. Upaya pencarian dan penyelamatan sendiri masih berlanjut.
Badan-badan PBB memperingatkan bahwa para penyintas kini sangat membutuhkan bantuan air bersih, makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar di tengah meningkatnya risiko kolera, diare, dehidrasi, dan kekurangan gizi.
Banjir bandang Libya terjadi setelah negara itu dilanda Badai Daniel pada 10 Desember. Sebelumnya, badai yang sama juga memicu banjir mematikan di Yunani, Turki, dan Bulgaria.
Air yang naik dengan cepat menghancurkan dua bendungan di hulu di Derna, mengirimkan gelombang pasang yang menerjang pusat kota berpenduduk 100.000 jiwa pada tengah malam.
"Tim yang ditugaskan oleh pemerintah untuk menginventarisasi kerusakan menyatakan bahwa jumlah total bangunan di kota ini adalah sekitar 6.142 bangunan, di mana bangunan yang rusak sebanyak 1.500 bangunan," ungkap kepala Respons Cepat Tanggap Darurat pemerintah Libya yang berbasis di Tripoli Badr Al-Din Al-Toumi, seperti dilansir Al Jazeera.
"Dari 1.500 bangunan tersebut, 891 bangunan hancur total, 211 bangunan rusak sebagian, dan sekitar 398 bangunan terendam lumpur."
Advertisement
PBB Serukan Aktor Politik Libya Bersatu
Tim tanggap darurat dan bantuan telah dikerahkan dari Prancis, Iran, Rusia, Arab Saudi, Tunisia, Turki, dan Uni Emirat Arab, serta lebih banyak lagi yang akan dikirim dari negara-negara lain. Cuplikan tayangan dari stasiun televisi Al Masar menunjukkan bahwa sebuah rumah sakit lapangan bantuan Prancis kini sedang dipersiapkan.
"Orang-orang datang dengan membawa bantuan dari berbagai penjuru dan ini memudahkan kami, membuat kami merasa tidak sendirian," kata warga Derna, Hassan Awad.
Awad menunjuk sebuah tiang berkarat di antara dua bangunan dan mengatakan bahwa berpegang teguh pada tiang itu adalah cara keluarganya selamat dari banjir bandang.
Dikutip dari situs web resmi PBB, organisasi itu mengajukan permohonan bantuan mendesak kepada para pendonor sebesar USD 71,4 juta. Di lain sisi, PBB menyerukan agar semua aktor politik melakukan upaya kolektif demi memastikan bantuan tersalurkan dengan baik.
Seruan semacam itu penting disuarakan mengingat Libya masih mengalami perpecahan politik, di mana terdapat dua pemerintahan berkuasa, yaitu yang diakui internasional beroperasi dari Tripoli dan satu lainnya di wilayah Timur.
Pakar PBB menyalahkan tingginya angka kematian akibat faktor iklim seperti wilayah Mediterania yang terik akibat musim panas yang luar biasa panasnya dan akibat perang Libya, yang telah menguras infrastruktur, sistem peringatan dini, dan tanggap darurat di negara tersebut.
Retakan pada bendungan pertama kali dilaporkan pada tahun 1998.