Liputan6.com, Jakarta - Saat Anda merasa gerah dan berkeringat di musim panas yang sangat panas, rasa marah yang muncul bukanlah hal aneh. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang jelas antara suhu tinggi dan tingkat kemarahan yang tinggi, yang kadang-kadang bisa menyebabkan perilaku tidak baik.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa jenis kejahatan kekerasan seperti pembunuhan, penyerangan berat, pemerkosaan, serangan teroris, dan penembakan massal lebih sering terjadi saat temperatur naik. Bahkan di lingkungan yang diawasi seperti penjara, sebuah penelitian pada tahun 2021 menemukan peningkatan 18% dalam hal kekerasan antara narapidana saat suhu sedang panas-panasnya.
Orang-orang juga mungkin menyalurkan kemarahannya pada diri mereka sendiri, risiko bunuh diri juga disebut lebih tinggi pada hari-hari yang lebih panas.
Advertisement
Melansir dari CNN, Minggu (24/9/2023), mungkin ada banyak alasan untuk keterkaitan ini, tetapi penelitian terbaru telah mengonfirmasi bahwa beberapa orang lebih marah dan melampiaskan kemarahannya lebih banyak ketika mereka merasakan panas.
Sementara itu, salah satu eksperimen juga menemukan bahwa orang yang bermain video game di ruangan yang panas, dalam situasi tertentu, cenderung lebih mungkin untuk bersikap kasar terhadap rekan bermain mereka dibandingkan dengan mereka yang berada di ruangan dengan suhu yang lebih sejuk.
Dalam eksperimen melibatkan 2.000 mahasiswa dari California dan Kenya yang dipilih secara acak untuk bermain di ruangan panas atau yang lebih sejuk.
Hasil menunjukkan bahwa suhu tidak memengaruhi hasil bagi mereka yang bermain permainan yanng melibatkan keputusan ekonomi umum. Namun, ketika mereka bermain "The Joy of Destruction," sebagian mahasiswa di Kenya yang berada di ruangan panas menunjukkan perilaku lebih agresif.
Dalam permainan tersebut, pemain bisa mendapatkan poin yang dapat ditukarkan dengan kartu hadiah sungguhan. Namun, poin juga bisa diambil secara acak oleh komputer atau oleh rekan bermain yang tidak dikenali.
Penelitian ini menunjukkan bahwa para pemain dari Kenya yang bermain di ruangan panas cenderung merugikan pemain lain dengan mengurangi poin mereka.
Suhu Bukan Penyebab Langsung Agresi?
Dr. Ian Bolliger, salah satu penulis dalam penelitian dan anggota program pascasarjana Energy and Resources Group di University of California, Berkeley, mengatakan, “Tidak ada keuntungan pribadi dalam tindakan ini. Ini hanyalah game The Joy of Destruction sesuai dengan namanya. Hal ini sungguh mengejutkan kami.”
Bolliger mencatat bahwa tampaknya panas tidak memengaruhi perilaku para mahasiswa di Berkeley, sehingga ia berpendapat bahwa suhu sendiri tidak menjadi penyebab orang menjadi agresif. Sebaliknya, perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh hal-hal yang terjadi di luar ruangan yang panas di Kenya.
Temuan ini dilakukan pada akhir September 2017 hingga awal 2018. Saat itu, Kenya baru saja mengalami pemilihan kontroversial, di mana hasilnya terbagi berdasarkan etnis.
Pihak yang kalah merasa kecewa dan menuduh pihak pemenang melakukan kecurangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pemain video game yang mendukung kandidat yang kalah memiliki rasa kecewa yang signifikan.
Dr. Bolliger mengatakan, "Kelompok inilah yang menunjukkan perilaku agresif, sementara di Berkeley dan dengan kelompok etnis lainnya, kami tidak melihat peningkatan perilaku agresif, bahkan di ruangan yang panas."
Para peneliti menyatakan bahwa mereka berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait hal ini.
Bolliger menyatakan bahwa kemungkinan suhu itu sendiri bukan penyebab langsung dari agresif, tetapi lebih berfungsi sebagai pendorong, "Jadi jika Anda sudah merasa dirugikan karena suatu alasan, berada di lingkungan yang menekan dapat memungkinkan rasa kecewa itu muncul," jelas Bolliger.
Advertisement
Sebuah Penelitian tentang Pengaruh Suhu terhadap Sikap Agresif dalam Pertandingan Olahraga
Sementara itu, sebuah penelitian serupa di tahun 2011 menemukan bahwa dalam suhu tinggi, para pelempar dari Major League cenderung lebih sering membalas dan sengaja memukul pemukul lawan jika ada rekan satu tim mereka yang telah terkena lemparan sebelumnya dalam pertandingan.
Dokter Curtis Craig, seorang peneliti faktor manusia di HumanFIRST Laboratory, Departemen Teknik Mesin University of Minnesota, melakukan pemantauan suhu dan jumlah pelanggaran dalam pertandingan NFL untuk penelitian tahun 2016. Semakin panas cuacanya, semakin banyak pemain yang melanggar aturan.
Tim tuan rumah mendapatkan sanksi terbanyak, mirip seperti eksperimen pada permainan video. Menurut Craig, seperti pada eksperimen permainan video, selain panas, situasi selama pertandingan juga ikut berpengaruh.
Pada kasus ini, para pemain mungkin merasakan dukungan lebih dari para penggemar, yang membuat mereka lebih cenderung menunjukkan perasaan agresif akibat panas yang mereka rasakan.
"Kita tidak nyaman jika merasa panas," tambah Craig, "Suhu tinggi dapat meningkatkan ketidaknyamanan dan memicu emosi negatif, terutama jika seseorang sudah memiliki pengalaman negatif terhadap sesuatu yang lain sebelumnya."
Namun, belum ada satu pun dari penelitian ini yang benar-benar dapat menjelaskan mengapa panas dapat membuat orang lebih agresif dan berperilaku buruk, walaupun para ilmuwan memiliki teori.
Tinjauan dari Perspektif Psikolog dan Ahli Kesehatan
Dr. Joseph Taliercio, koordinator penelitian dan seorang psikolog berlisensi di Cognitive and Behavioral Consultants, berpendapat bahwa saat cuaca panas, tubuh mungkin tidak dapat menggunakan mekanisme alami untuk menahan dorongan agresif.
Tubuh perlu mengeluarkan energi untuk mendinginkan dirinya sendiri, dan sebagian dari energi itu mungkin berasal dari bagian otak yang paling banyak mengonsumsi energi, yaitu korteks prefrontal, yang membantu orang mengatur diri.
Ketika seseorang mengonsumsi alkohol, bagian ini juga menjadi tidak berfungsi dengan baik, dan hal ini dapat mengakibatkan perilaku yang lebih impulsif.
"Seperti dalam adegan fiksi ilmiah di mana daya dialihkan ke perisai depan, otak kita juga harus memindahkan daya saat cuaca panas. Akibatnya, kita cenderung lebih impulsif dan bertindak tanpa pertimbangan yang matang,” jelas Taliercio.
Dr. Susan Yeargin, seorang profesor di bidang ilmu olahraga di University of South Carolina yang mempelajari hubungan antara suhu dan perilaku, mengungkapkan bahwa sebagaimana tubuh mengalihkan aliran darah ke kulit untuk membantu pendinginan, tidaklah mengherankan jika energi juga dialihkan dari otak.
"Segala sesuatu yang berbeda dari homeostasis, otak tidak akan merasa nyaman dan akan bereaksi dengan cara tertentu," ujarnya.
Sebagai contoh, dalam kasus heat stroke atau serangan panas, salah satu gejalanya adalah disfungsi sistem saraf pusat, yang berarti orang tersebut tidak dapat membuat keputusan yang baik.
Panas juga menyebabkan tubuh berkeringat dan kehilangan nutrisi, yang berperan dalam pengontrolan diri dan kesehatan mental, "Seperti mencoba menjalankan mesin dengan bahan bakar yang salah, atau setidaknya menggunakan keseimbangan bahan bakar yang tidak tepat," ujar Taliercio.
Advertisement
Pengaruh Suhu Terhadap Kesehatan Mental
Menurut Dr. Amruta Nori-Sarma, seorang asisten profesor di Departemen Kesehatan Lingkungan di Boston University School of Public Health, menemukan dalam penelitian tahun 2022 bahwa jumlah orang dewasa yang pergi ke Unit Gawat Darurat karena masalah kesehatan mental lebih tinggi saat cuaca sedang panas.
Hal ini tidak berarti bahwa orang dengan masalah kesehatan mental menjadi marah atau agresif, tetapi panas dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
"Saat pertama kali, saya pikir orang sedikit terkejut melihat angka kunjungan darurat untuk kesehatan mental meningkat di musim panas," ujar Nori-Sarma.
Beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa jumlah pasien dengan masalah kesehatan mental akan meningkat di musim dingin karena gangguan afektif musiman dan perasaan terisolasi akibat dingin yang ekstrem.
"Namun, dengan pemahaman kita tentang meningkatnya kekerasan dan agresi seiring dengan peningkatan suhu, hal ini mungkin lebih masuk akal," ujar Nori-Sarma.
Menurut Nori-Sarma, suhu tinggi dapat meningkatkan tingkat kecemasan. Bahkan hanya mengantisipasi suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan kecemasan.
Dampaknya terhadap Tidur, Emosi, dan Pengambilan Keputusan
Mungkin salah satu penyebabnya adalah bahwa orang sulit tidur saat cuaca panas, dan kurang tidur dapat menyebabkan rasa tidak nyaman serta memengaruhi kemampuan dalam mengambil keputusan.
"Tidur adalah salah satu hal terbaik yang dapat kita lakukan untuk mengatur emosi diri," kata Taliercio.
Dr. Taliercio menjelaskan bahwa tidak semua orang akan merasakan kemarahan, agresi, atau bahkan kasar saat suhu tinggi, dan setiap individu akan memiliki ambang batas yang berbeda di mana panas dapat membuat mereka lebih agresif. Namun, menurutnya banyak orang akan merasa mudah tersinggung ketika cuaca sedang panas.
Seiring dengan pemanasan iklim, Dr. Taliercio menyarankan bahwa mungkin perlu bagi orang untuk secara rutin memeriksa prakiraan cuaca sebelum keluar rumah.
"Sebaiknya Anda bertanya pada diri sendiri, berdasarkan kepribadian saya, apakah saya perlu lebih waspada terhadap kemungkinan merasa mudah tersinggung hari ini karena cuaca panas?" ujar Dr. Taliercio.
"Mungkin Anda dapat mengurangi jadwal kegiatan saat suhu sedang tinggi, atau bersosialisasi dengan orang-orang yang tidak terlalu mengganggu Anda," ujar Dr. Taliercio.
Menurut Dr. Taliercio, lebih baik untuk menunda pertemuan penting sampai suhu menjadi lebih sejuk. Mengingat krisis iklim dan peningkatan suhu, ini adalah hal yang harus dipertimbangkan banyak orang.
Advertisement