Liputan6.com, Palo Alto - Orang tua dari "raja kripto" Sam Bankman-Fried terseret masuk ke ranah hukum karena menerima hadiah dari anak mereka sendiri. Hadiah itu mereka dapatkan sebelum perusahaan kripto anak mereka kolaps.
Sam Bankman-Fried merupakan pendiri dari FTX yang merupakan perusahaan bursa kripto. Media-media AS mencatat kekayaan pria kelahiran tahun 1992 itu sempat mencapai USD 26 miliar.
FTX kolaps pada November 2022 karena investor ramai-ramai kabur menarik dana.
Advertisement
Pada Desember 2022, situs Security and Exchange Commission (SEC) mengungkap bahwa Bankman-Fried mengalirkan dana investor ke Alameda Research yang merupakan firma investasi di bidang kripto. Alameda juga dimiliki oleh Bankman-Fried.
Sebelumnya pada November 2022, situs CoinDesk mengungkap bahwa aset dari Alameda justru mayoritas adalah FTT yang merupakan token kripto di FTX. Kedekatan firma investasi dan perusahaan kripto itu pun dipertanyakan.
Terkini, kedua orang tua Sam Bankman-Fried terseret ranah hukum karena menerima aliran uang dari FTX tanpa bertanya-tanya. Kedua orang tua Sam Bankman-Fried merupakan profesor Universitas Stanford.
Dilansir BBC, Rabu (20/9/2023), pasangan itu disebut menerima uang jutaan dollar dan sengaja mengabaikan keanehan dari perusahaan anaknya.
Orang tua Sam Bankman-Fried menerima hadiah uang USD 10 juta dari Alameda. Pihak FTX juga memberikan properti di Kepulauan Bahama.
Ayah dari Sam Bankman-Fried, Allan Joseph Bankman, merupakan pakar perpajakan dan menjabat sebagai penasihat FTX. Pakar perpajakan itu juga membungkam komplain soal manipulasi di FTX yang muncul pada 2019.
Allan juga menikmati hotel dengan tarif USD 1.200 per malam, serta mengeluh karena gajinya hanya USD 200 ribu ketimbang USD 1 juta.
Ibunda dari Sam Bankman-Fried, Barbara Fried, juga merupakan pakar hukum dari Stanford Law School. Ia disebut membantu anaknya memberikan donasi-donasi politik, serta menutupi sumbernya.
Para manajer dari FTX lantas berusaha agar pasutri itu bisa mengembalikan uang-uang yang mereka terima.
Sumbangan Kripto Binance pada Korban Gempa Maroko Dikritik
Di kabar lain, Binance, salah satu bursa mata uang kripto teratas secara global, telah dikritik atas keputusannya untuk menyumbangkan token kripto yang dikenal sebagai BNB kepada warga Maroko di tempat-tempat yang paling terkena dampak gempa bumi baru-baru ini.
Beberapa kritikus menuduh Binance memanfaatkan kehancuran akibat gempa bumi untuk meningkatkan citranya. Gempa berkekuatan 6,8 skala Richter di Maroko telah menewaskan lebih dari 2.800 orang dan berdampak pada lebih dari 300.000 orang.
Di beberapa tempat, seperti Pegunungan Atlas yang terisolasi, seluruh desa hampir hancur total. Sebagai tanggapan, para simpatisan termasuk Binance telah menjanjikan bantuan keuangan.
Dalam sebuah pernyataan, Binance, yang mengklaim memiliki lebih dari 70.000 pengguna di Maroko, mengatakan akan mengirimkan token BNB senilai USD 100 atau setara Rp 1,5 juta (asumsi kurs Rp 15.367 per dolar AS) kepada pengguna di wilayah Marrakesh-Safi yang menyelesaikan apa yang disebut bukti alamat (POA) sebelum 9 September.
Bagi pengguna yang belum menyelesaikan POA, Binance telah berjanji untuk mengirimkan BNB senilai USD 25 atau setara Rp 384.175, sementara pengguna aktif di wilayah yang tidak terlalu terkena dampak diharapkan mendapatkan BNB senilai USD 10 atau setara Rp 153.670.
Pertukaran kripto mengatakan proses ini akan membuat BNB senilai hampir USD 3 juta atau setara Rp 46,1 miliar ditransfer ke akun pengguna Binance di Maroko.
Namun, dalam reaksinya terhadap proposal Binance, direktur eksekutif Action on Armed Violence, Iain Overton mengecam pertukaran kripto karena tampaknya memilih untuk memprioritaskan kepentingan komersialnya.
"Mereka yang terkena dampak bencana tidak akan pernah mendengarnya, dan mereka yang tidak terkena dampak bencana mungkin akan memiliki persepsi positif terhadap merek [Binance]. Itu sangat sinis,” kata Overton dikutip dari Bitcoin.com, Selasa (19/9).
Advertisement
Thailand Tangkap WNA Terkait Penipuan Kripto Rp 1,1 Triliun
Pihak berwenang Thailand telah menangkap lima warga negara asing karena keterlibatan mereka dalam penipuan investasi mata uang kripto senilai USD 76 juta atau setara Rp 1,1 triliun (asumsi kurs Rp 15.344 per dolar AS).
Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (19/9),para tersangka, empat dari China dan satu dari Laos, dituduh menipu sedikitnya 3.280 orang. Penipuan tersebut menampilkan BCH Global Ltd platform investasi palsu.
Orang asing meminta korban dengan menjanjikan keuntungan yang tinggi dan terjamin dalam waktu singkat. Banyak investor kehilangan tabungan hidup mereka akibat rencana tersebut, dan beberapa terpaksa mengambil hipotek kedua atas rumah mereka.
Kantor Kejaksaan Agung Thailand mulai mengadili para tersangka pada 10 Agustus, dan kelima orang tersebut menghadapi tuduhan penipuan publik, konspirasi untuk melakukan kejahatan transnasional, pencucian uang, dan memasukkan informasi palsu ke dalam sistem komputer.
Pihak berwenang Thailand telah menyita USD 16,4 juta atau setara Rp 251,6 miliar yang terkait dengan para penipu. Hal ini terjadi ketika penipuan mata uang kripto menjadi lebih umum. Penipuan investasi telah menyebabkan kerugian finansial paling besar dari semua penipuan yang dilaporkan ke polisi.
Sebuah penerjunan udara nasional senilai 10.000 Baht Thailand dilaporkan sedang direncanakan, setelah Thavisin berjanji kepada para pemilih selama kampanyenya.
Kolonel Polisi Kissana dari Kepolisian Kerajaan Thailand menekankan upaya berkelanjutan untuk mengidentifikasi korban lebih lanjut dan mengundang mereka yang terkena dampak atau siapa pun yang memiliki informasi terkait untuk menghubungi Biro Investigasi Kejahatan Dunia Maya.