Liputan6.com, Beijing - Seorang pebisnis Jepang ditangkap di China atas dugaan espionase. Pria itu merupakan pegawai di perusahaan obat Astellas Pharma Inc. Ia ditangkap seja Maret lalu.
Berdasarkan laporan Kyodo News, Kamis (21/9/2023), pria itu telah dipindahkan ke detensi kriminal dan pihak China punya 37 harus untuk menentukan nasib pria itu ke depannya.
Baca Juga
Pemerintah Jepang telah berkali-kali meminta agar China melepaskan pria tersebut, namun tidak digubris.
Advertisement
Staf Kedutaan Besar Jepang di Beijing mendapat kesempatan untuk menemui pria itu pada 13 September lalu. Kondisi pria itu disebut sehat dan pihak kedubes telah membantu keluarga pria tersebut.
Pejabat pemerintah Jepang berkata penahanan pegawai Astellas itu tidaklah bisa diterima. Jepang pun terus berusaha agar ia dibebaskan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, berkata ia belum tahu mengenai kondisi warga Jepang itu. Ia hanya berkata bahwa pemerintah China akan menangani kasusnya sesuai hukum dan hak asasi orang tersebut.
Pegawai Astellas Pharma itu ditangkap di China tepat sebelum ia pulang lagi ke Jepang. Tidak jelas bagaimana ia disebut melanggar aturan anti-spionase China.
Menlu Jepang Yoshimasa Hayashi juga telah meminta Perdana Menteri China Li Qiang untuk membebaskan pria tersebut. Permintaan itu dibuat saat Hayashi sedang ke Beijing pada April lalu.
Ada total 17 warga Jepang yang ditahan karena tuduhan mata-mata sejak China memiliki hukum kontra-spionase pada November 2014. Sebanyak lima orang Jepang itu masih ditahan hingga kini.
Impor Makanan Laut China dari Jepang Turun 67,6 Persen Usai Kebijakan Pembuangan Limbah Nuklir Fukushima
Angka impor makanan laut China yang berasal dari Jepang mengalami penurunan pada Agustus 2023, setelah Tokyo mulai membuang air limbah yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima.
Impor makanan laut Jepang turun 67,6% pada Agustus 2023 dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, kata otoritas bea cukai China, dikutip dari laman BBC, Rabu (20/9).
Kementerian Pertanian dan Perikanan Jepang mengatakan, Tiongkok adalah importir makanan laut terbesar di dunia.
Tahun lalu, negara dengan ekonomi terbesar di Asia ini mengimpor makanan laut senilai 84,4 miliar yen dari negara tetangganya.
Penurunan tajam ini terjadi ketika Jepang bersiap untuk mulai melepaskan air limbah dan setelah pelepasan tersebut.
Tsunami tahun 2011 menyebabkan kerusakan parah pada pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, lebih dari satu juta ton air limbah yang telah diolah telah terakumulasi di sana.
Jepang mulai melepaskannya pada tanggal 24 Agustus 2023, dalam sebuah proses dan akan memakan waktu 30 tahun untuk menyelesaikannya.
Pada hari yang sama, Tiongkok mengatakan akan melarang semua impor makanan laut Jepang.
Kelompok industri perikanan di Jepang dan wilayah yang lebih luas juga menyatakan keprihatinannya mengenai dampak pelepasan ikan terhadap mata pencaharian mereka.
Advertisement
Jepang Tidak Lengah
Larangan impor dari Tiongkok dilakukan meskipun Jepang mengatakan air tersebut aman, dan banyak ilmuwan menyetujuinya. Pengawas nuklir PBB juga menyetujui rencana tersebut.
Tokyo juga menekankan bahwa pelepasan air limbah serupa biasa terjadi di pembangkit listrik tenaga nuklir lainnya di Tiongkok dan Perancis.
Jepang membuat laporan rutin yang menunjukkan bahwa air laut di dekat Fukushima tidak menunjukkan tingkat radioaktivitas yang terdeteksi.
Atas dampak ini, pemerintah Jepang menjanjikan bantuan keuangan untuk industri perikanan, sementara perusahaan yang menjalankan pabrik di Fukushima, Tepco mengatakan pihaknya siap memberikan kompensasi kepada bisnis lokal yang terkena dampak pelepasan tersebut.
Politisi negara tersebut juga telah mempromosikan keamanan makanan laut dan air di Fukushima.
Dalam video yang dirilis pemerintah Jepang, Perdana Menteri Fumio Kishida sedang makan sashimi dari Fukushima sementara mantan Menteri Lingkungan Hidup Shinjiro Koizumi berselancar di kawasan tersebut.