Liputan6.com, Teheran - Parlemen Iran meloloskan rancangan undang-undang kontroversial yang akan meningkatkan hukuman penjara dan denda bagi perempuan dan anak perempuan yang melanggar aturan berpakaian.
Mereka yang dianggap tidak berpakaian pantas akan menghadapi hukuman 10 tahun penjara berdasarkan undang-undang tersebut, yang mana telah disepakati dalam "persidangan" selama tiga tahun ini.
Baca Juga
RUU tersebut masih perlu disetujui oleh Dewan Wali untuk menjadi undang-undang, demikian dikutip dari laman BBC, Kamis (21/9/2023).
Advertisement
Langkah ini dilakukan setahun setelah protes meletus atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan, yang ditahan oleh polisi moral karena diduga mengenakan hijab dengan tidak pantas.
Para perempuan membakar hijab mereka atau melambaikannya ke udara pada demonstrasi nasional menentang kelompok ulama, yang mana ratusan orang dilaporkan tewas dalam tindakan tersebut.
Semakin banyak perempuan dan anak perempuan yang berhenti menutupi rambut mereka di depan umum seiring dengan meredanya kerusuhan.
Meski begitu, polisi moralitas masih turun ke jalan dan melakukan pemasangan kamera pengintai.
Berdasarkan hukum Iran, yang didasarkan pada interpretasi syariah negara tersebut, perempuan dan anak perempuan di atas usia pubertas harus menutupi rambut mereka dengan jilbab dan mengenakan pakaian panjang dan longgar untuk menyamarkan bentuk tubuh mereka.
Penjara 10 Tahun dan Denda Uang
Saat ini, mereka yang tidak mematuhinya, jadi berisiko menghadapi hukuman penjara antara 10 hari dan dua bulan atau denda antara 5.000 dan 500.000 rial.
Pada Rabu (20/9), anggota parlemen memberikan suara dengan suara 152 berbanding 34 untuk mengesahkan "RUU Hijab", yang menyatakan bahwa orang yang kedapatan berpakaian "tidak pantas" di tempat umum akan dikenakan hukuman "tingkat empat".
Menurut hukum pidana, itu berarti hukuman penjara antara lima dan 10 tahun dan denda antara 180 juta dan 360 juta rial.
RUU tersebut juga mengusulkan denda bagi mereka yang “mempromosikan ketelanjangan” atau “mengolok-olok jilbab” di media dan jejaring sosial.
Siapa pun yang mempromosikan pelanggaran aturan berpakaian “secara terorganisir” atau “bekerja sama dengan pemerintah asing atau negara yang bermusuhan, media, kelompok atau organisasi” juga dapat dipenjara antara lima dan 10 tahun, katanya.
Advertisement
Tinggal Menunggu Persetujuan
RUU tersebut sekarang akan dikirim untuk disetujui oleh Dewan Wali, sebuah badan konservatif yang terdiri dari ulama dan ahli hukum. Mereka mempunyai hak untuk memveto RUU tersebut jika mereka menganggapnya tidak sesuai dengan konstitusi dan syariah.
Awal bulan ini, delapan pakar hak asasi manusia PBB yang independen memperingatkan bahwa RUU tersebut “dapat digambarkan sebagai bentuk apartheid gender, karena pihak berwenang tampaknya menerapkan diskriminasi sistemik dengan tujuan untuk menekan perempuan dan anak perempuan agar tunduk sepenuhnya”.
“Rancangan undang-undang tersebut menjatuhkan hukuman berat pada perempuan dan anak perempuan karena ketidakpatuhan yang mungkin mengarah pada penegakan hukum yang menggunakan kekerasan,” kata para ahli.
“RUU tersebut juga melanggar hak-hak dasar, termasuk hak untuk mengambil bagian dalam kehidupan budaya, larangan diskriminasi gender, kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk melakukan protes damai, dan hak untuk mengakses layanan sosial, pendidikan, dan kesehatan, dan kebebasan bertindak."