Sukses

PM Israel Benjamin Netanyahu Usung Peta Timur Tengah Tanpa Palestina Saat Pidato di Majelis Umum PBB

Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Netanyahu mempromosikan pembentukan kembali kawasan Timur Tengah berdasarkan kesepakatan Israel dengan negara-negara Arab, tak terkecuali Arab Saudi.

Liputan6.com, Washington - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunjukkan peta bertuliskan "The New Middle East" atau "Timur Tengah Baru" saat berpidato di Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS), pada Jumat (22/9/2023). Ironinya, tidak ada Palestina di dalam peta itu, meski dalam pidatonya Netanyahu menyinggung soal perdamaian.

"Saya sudah lama berupaya berdamai dengan Palestina. Namun, saya juga percaya bahwa kita tidak boleh memberikan hak veto kepada Palestina atas perjanjian perdamaian baru dengan negara-negara Arab," ujar PM Netanyahu dalam pidatonya, seperti dilansir The Times of Israel, Sabtu (23/9).

"Palestina bisa mendapatkan manfaat besar dari perdamaian yang lebih luas. Mereka harus menjadi bagian dari proses tersebut, namun mereka tidak boleh mempunyai hak veto atas proses tersebut. Saya juga percaya bahwa berdamai dengan lebih banyak negara Arab akan meningkatkan prospek perdamaian antara Israel dan Palestina."

Netanyahu melanjutkan, "Warga Palestina hanya dua persen dari seluruh dunia Arab. Selama mereka percaya bahwa 98 persen penduduk lainnya akan tetap berperang dengan Israel maka dunia Arab yang lebih besar itu pada akhirnya akan mencekik, membubarkan, dan menghancurkan negara Yahudi."

"Jadi, ketika masyarakat Palestina melihat sebagian besar negara-negara Arab telah berdamai dengan negara Yahudi, mereka juga akan cenderung meninggalkan fantasi menghancurkan Israel dan akhirnya mengambil jalan perdamaian sejati," tutur Netanyahu.

Dikutip dari Middle East Eye, dimasukkannya wilayah Palestina dan kadang-kadang Suriah dan Lebanon dalam peta Israel adalah hal biasa di kalangan penganut konsep Eretz Yisrael atau Israel Raya, yang merupakan bagian penting dari zionisme ultranasionalis yang mengklaim seluruh tanah di wilayah itu milik negara zionis.

Awal tahun ini, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dalam kunjungannya ke Paris, Prancis, juga menunjukkan peta yang tidak hanya mencakup Palestina, namun juga Lebanon dan Suriah sebagai bagian dari Israel Raya. Dalam kesempatan yang sama dia mengatakan bahwa tidak ada namanya orang Palestina.

2 dari 3 halaman

Perdamaian Bersejarah Israel-Arab Saudi

Selama pidatonya di Majelis Umum PBB, Netanyahu dengan antusias mempromosikan pembentukan kembali kawasan Timur Tengah berdasarkan kesepakatan dengan negara-negara Arab di bawah naungan Perjanjian Abraham. Namun, yang paling diagungkan Netanyahu adalah kesepakatan dengan Arab Saudi.

"Perjanjian Abraham adalah poros sejarah. Dan saat ini, kita semua melihat manfaat dari kesepakatan tersebut. Perdagangan dan investasi dengan mitra baru perdamaian kami sedang meningkat pesat ... Kami bekerja sama dalam bidang perdagangan, energi, air, pertanian, kedokteran, iklim, dan banyak bidang lainnya," terang Netanyahu.

"Hampir satu juta orang Israel telah mengunjungi Uni Emirat Arab dalam tiga tahun terakhir. Setiap hari, warga Israel menghemat waktu dan uang dengan melakukan sesuatu yang tidak dapat mereka lakukan selama 70 tahun. Mereka terbang melintasi Semenanjung Arab ke tujuan di Teluk, India, Timur Jauh, Australia."

Netanyahu menambahkan, "Perjanjian Abraham membawa perubahan dramatis lainnya ... Mendekatkan orang-orang Arab dan Yahudi."

"Kita dapat melihatnya dengan semakin seringnya pernikahan Yahudi di Dubai, dalam peresmian gulungan Taurat di sebuah sinagoga di Bahrain, para pengunjung yang berbondong-bondong mengunjungi museum Yudaisme Maroko di Casablanca. Kita melihatnya dalam pelajaran yang diberikan kepada pelajar Arab tentang holocaust di Uni Emirat Arab. Tidak diragukan lagi, Perjanjian Abraham menandai dimulainya era baru perdamaian," klaim Netanyahu.

Perjanjian Abraham berlangsung antara Israel-Bahrain, Israel-Uni Emirat Arab, Israel-Maroko, dan Israel-Sudan.

"Namun, saya yakin kita berada di titik puncak terobosan yang lebih dramatis: perdamaian bersejarah dengan Arab Saudi."

Perdamaian dengan Arab Saudi, sebut Netanyahu, akan sangat membantu mengakhiri konflik Arab-Israel.

"Hal itu akan mendorong negara-negara Arab lainnya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Hal itu akan meningkatkan prospek perdamaian dengan Palestina. Hal itu akan mendorong rekonsiliasi yang lebih luas antara Yudaisme dan Islam, antara Yerusalem dan Makkah, antara keturunan Ishak dan keturunan Ismail. Semua ini merupakan berkah yang luar biasa," ungkapnya.

Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dalam wawancaranya dengan Fox News pekan ini mengonfirmasi bahwa Arab Saudi dan Israel semakin mendekati kesepakatan. Namun, dia tidak merinci lebih banyak tentang negosiasi yang dipimpin AS tersebut.

3 dari 3 halaman

Suara Palestina

Pidato Netanyahu disampaikan sehari setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga berdiri di mimbar yang sama. Abbas menegaskan bahwa perdamaian Timur Tengah tidak akan terwujud tanpa Palestina yang merdeka.

"Mereka yang berpikir bahwa perdamaian dapat tercapai di Timur Tengah tanpa rakyat Palestina menikmati hak-hak nasional mereka secara penuh dan sah adalah keliru," tegas Abbas, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Abbas pun mendesak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengadakan konferensi internasional mengenai pembentukan negara Palestina.

"Konferensi PBB mungkin merupakan kesempatan terakhir untuk menyelamatkan solusi dua negara dan mencegah situasi memburuk lebih serius serta mengancam keamanan dan stabilitas kawasan kita dan seluruh dunia," kata Abbas.

Sementara itu, merespons peta yang ditunjukkan Netanyahu, perwakilan Otoritas Palestina untuk Jerman Laith Arafeh menulis di platform X alias Twitter, "Tidak ada penghinaan yang lebih besar terhadap setiap prinsip dasar PBB daripada melihat Netanyahu menunjukkan sebuah peta Israel yang meliputi seluruh daratan mulai dari sungai hingga laut di hadapan Majelis Umum PBB."