Liputan6.com, Paris - Prancis akan mengakhiri kehadiran militernya di Niger pada akhir tahun 2023. Hal tersebut diumumkan Presiden Emmanuel Macron pada Minggu (24/9/2023), menandai perkembangan terbaru sejak kudeta militer pada Juli 2023.
Prancis belum mengakui kepemimpinan militer Niger dan bersikeras bahwa Mohamed Bazoum, presiden yang digulingkan melalui kudeta, merupakan satu-satunya otoritas sah di negara tersebut.
Baca Juga
"Keputusan untuk mengakhiri kerja sama adalah karena kami berada di sana bukan untuk berurusan dengan politik dalam negeri dan menjadi sandera para pemberontak," tutur Macron seperti dilansir CNN, Senin (25/9), merujuk kepada pengudeta.
Advertisement
Macron menyatakan bahwa penarikan pasukan Prancis akan dilakukan dalam beberapa pekan mendatang.
"Mereka akan kembali secara bertahap dalam beberapa pekan dan bulan ke depan. Untuk itu, kami akan berkoordinasi dengan para pemberontak karena kami ingin hal ini terjadi dengan tenang," tegas Macron.
Junta militer Niger, menurut pernyataan yang disampaikan televisi pemerintah Tele Sahel, menyatakan bahwa mereka menyambut baik keputusan Prancis untuk menarik pasukannya.
"Pekan ini, kami merayakan langkah lain menuju kedaulatan Niger. Pasukan Prancis dan duta besar Prancis akan meninggalkan Niger pada akhir tahun ini," sebut pernyataan itu. "Kekuatan imperialis dan neo-kolonialis tidak lagi diterima di wilayah nasional kita."
"Setiap orang, lembaga atau struktur yang kehadirannya mengancam kepentingan dan pandangan negara kita harus meninggalkan tanah leluhur kita, suka atau tidak suka. Perlawanan kami tidak akan tergoyahkan dan kami akan menghadapi institusi atau struktur apapun yang mencoba menantang kepentingan yang lebih tinggi dari negara kami."
Duta Besar Prancis Disandera
Saat ini dilaporkan masih terdapat 1.500 tentara Prancis di Niger. Menanggapi pertanyaan tentang jadwal penarikan pasukan, Presiden Macron mengatakan tidak akan ada tentara Prancis di Niger pada akhir tahun 2023.
Presiden Prancis juga mengatakan bahwa dia telah memutuskan untuk memulangkan duta besar negaranya untuk Niger, Sylvain Itte.
"Prancis telah memutuskan untuk memulangkan duta besarnya," ungkap Macron. "Dalam beberapa jam mendatang, duta besar kami bersama beberapa diplomat akan kembali ke Prancis."
Pengumuman itu muncul sepekan setelah Macron mengatakan bahwa duta besarnya "benar-benar disandera di Kedutaan Besar Prancis" dan dilarang menerima kiriman makanan.
Setelah kudeta militer Niger, junta militer memerintahkan Itte meninggalkan negara tersebut, mencabut visanya, dan memerintahkan polisi untuk mengusirnya.
Namun, Prancis menegaskan kembali bahwa mereka tidak mengakui otoritas junta.
Itte masih bekerja, kata Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna pada awal bulan ini, seraya menambahkan bahwa dia akan tinggal selama kami menginginkannya. Colonna juga menggarisbawahi bahwa keputusan penarikan Itte berada di tangan Presiden Macron.
Advertisement