Sukses

Tentara Travis King yang Ditahan Korut 71 Hari Dipindahkan, Kini di Instalasi Militer AS

Travis King, tentara Amerika Serikat (AS) yang sempat jadi sorotan karena kabur ke Korea Utara dari Korea Selatan dikabarkan telah berada di negeri pimpinan Joe Biden.

Liputan6.com, Pyongyang - Travis King, tentara Amerika Serikat yang sempat jadi sorotan karena kabur ke Korea Utara dari Korea Selatan dikabarkan telah berada di negeri pimpinan Joe Biden.

"Tentara AS Travis King, yang melarikan diri dari Korea Selatan ke Korea Utara pada bulan Juli, berada dalam tahanan Amerika setelah diusir oleh Pyongyang," kata para pejabat seperti dikutip dari BBC Kamis (28/9/2023).

Kabarnya prajurit King dipindahkan ke tahanan AS di Tiongkok sebelum diterbangkan ke instalasi militer AS.

Ahli pengintai berusia 23 tahun yang diidentifikasi Pentagon sebagai Private 2nd Class Travis King, secara ilegal menyeberang ke Korea Utara pada bulan Juli. Media Korea Utara mengatakan dia melarikan diri karena "perlakuan tidak manusiawi" dan rasisme di dalam militer AS. Ia kemudian dilaporkan telah ditahan di penjara negara paling tertutup di dunia itu.

Seorang pejabat senior pemerintah mengatakan pada Rabu 27 September bahwa setelah berbulan-bulan "diplomasi intensif", Prajurit King telah dikembalikan ke tangan AS dan telah berbicara dengan keluarganya.

"Kami dapat memastikan Prajurit King sangat senang bisa pulang ke rumah (AS), dan dia sangat menantikan untuk berkumpul kembali dengan keluarganya," kata pejabat itu.

"Kami akan membimbingnya melalui proses reintegrasi yang akan mengatasi masalah medis dan emosional dan memastikan kami membawanya ke tempat yang baik untuk bersatu kembali dengan keluarganya.

Pejabat itu menambahkan bahwa AS tidak memberikan konsesi untuk menjamin pembebasan tentara AS Travis King.

Setelah ditemui oleh pejabat AS di kota perbatasan Dandong, Tiongkok, Prajurit King dibawa dengan pesawat departemen luar negeri ke pangkalan udara AS di Korea Selatan.

Dia diperkirakan akan kembali ke wilayah AS pada Rabu sore, menurut juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller.

 

2 dari 4 halaman

Korea Utara Memutuskan Mendeportasi Tanpa Rincian Lebih Lanjut

Sebelumnya pada Rabu 27 September, kantor berita milik pemerintah Korea Utara mengatakan negara tersebut telah memutuskan untuk memindahkan Prajurit King, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

"Badan terkait di Republik Demokratik Rakyat Korea telah memutuskan untuk mendeportasi tentara AS Travis King, yang memasuki wilayah republik secara ilegal, sesuai dengan hukum republik," kata kantor berita itu.

Travis King telah menjadi tentara sejak Januari 2021 dan berada di Korea Selatan sebagai bagian dari rotasi unit.

Sebelum memasuki Korea Utara, ia pernah menjalani hukuman dua bulan tahanan di Korea Selatan dengan tuduhan menyerang dua orang dan menendang mobil polisi. Dia dibebaskan dari tahanan pada 10 Juli.

Dia sedianya kembali ke AS untuk menjalani proses disipliner, namun berhasil meninggalkan bandara dan mengikuti tur berpemandu ke desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang dijaga ketat antara kedua negara. Travis King kemudian diketahui menyeberang ke Korea Utara saat tur.

 

3 dari 4 halaman

Evaluasi Medis hingga Peran Swedia dan China

Pejabat senior pemerintahan AS mengatakan bahwa fokus utama adalah memastikan dia dievaluasi secara medis sebelum kemungkinan tindakan disipliner dan administratif.

Menurut pejabat senior pemerintah, AS mengetahui awal bulan September ini bahwa Korea Utara bermaksud membebaskan Prajurit Travis King.

Adapun pejabat Swedia melakukan perjalanan ke Korea Utara dan membawa Travis King ke perbatasannya dengan Tiongkok, di mana ia bertemu dengan duta besar AS Nicholas Burns. Tiongkok memainkan "peran konstruktif tetapi tidak melakukan mediasi", tambah pejabat itu.

"Semua bagian ini harus bersatu dengan cepat," kata pejabat AS itu.

Karena AS dan Korea Utara tidak memiliki hubungan diplomatik, kedutaan Swedia di Pyongyang biasanya melakukan negosiasi atas nama AS.

Seorang juru bicara kedutaan Swedia membenarkan bahwa negaranya telah bertindak "sesuai perannya sebagai kekuatan pelindung" bagi AS di Korea Utara selama kasus Travis King.

 

4 dari 4 halaman

Keluarga Tak Ada Wawancara hingga Analisa Korut Jadikan Travis Alat Penawaran

Jonathan Franks, juru bicara ibu Prajurit Travis King, Claudine Gates, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia akan "selamanya berterima kasih kepada Angkatan Darat AS dan mitranya atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik".

Pernyataan itu menambahkan bahwa keluarga Prajurit King tidak bermaksud untuk memberikan wawancara apa pun "di masa mendatang".

Kerabat Travis King sebelumnya mengatakan kepada media AS bahwa ia mengalami diskriminasi saat bertugas di militer AS. Mereka mengatakan kesehatan mentalnya terganggu selama berada di tahanan Korea Selatan.

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Associated Press bulan lalu, Claudine Gates mengatakan putranya punya "banyak alasan untuk pulang".

"Saya tidak bisa melihat dia ingin tinggal di Korea ketika dia memiliki keluarga di Amerika," katanya.

Frank Aum, pakar Korea Utara di Institut Perdamaian AS yang bermarkas di Washington DC, mengatakan bahwa penahanan 71 hari yang dijalani Travis King adalah hal yang biasa dalam kasus warga AS yang ditahan di negara tersebut dan tidak dianggap telah melakukan kejahatan besar.

Korut Gunakan Tentara AS yang Ditahan 71 Hari Jadi Alat Penawaran?

Beberapa analis berspekulasi Pyongyang mungkin memilih untuk menggunakan tentara AS sebagai alat tawar-menawar diplomatik.

Dalam kasus-kasus sebelumnya, Korea Utara mendesak perwakilan senior AS untuk datang ke negara tersebut untuk merundingkan pembebasan tahanan Amerika, meskipun sejauh ini tidak ada indikasi hal tersebut terjadi dalam kasus ini.

"Mereka [Korea Utara] percaya bahwa hal ini mungkin merupakan cara untuk membantu memulai kembali perundingan," kata Aum, yang sebelumnya adalah penasihat senior mengenai Korea Utara di kantor Menteri Pertahanan AS.

"Tetapi sepertinya Korea Utara tidak tertarik untuk melakukan hal tersebut saat ini. Hal tersebut mungkin mencerminkan fakta bahwa Korea Utara tidak tertarik untuk terlibat dengan AS saat ini."

Aum menambahkan bahwa para pejabat Korea Utara juga tidak diragukan lagi ingin menghindari "memperkuat persepsi internasional" bahwa mereka adalah pelanggar hak asasi manusia utama yang melakukan penahanan sewenang-wenang.​

Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan pada hari Rabu bahwa meskipun AS “terbuka untuk berdiplomasi” dengan Korea Utara, pemerintah negara tersebut telah berulang kali "menolak" kemungkinan tersebut.

Mick Mulroy, mantan wakil asisten menteri pertahanan dan perwira paramiliter CIA, mengatakan kepada BBC bahwa merupakan "hal yang baik" bahwa Prajurit King dikembalikan ke tahanan AS, meskipun dia "adalah seorang pemuda yang melakukan beberapa kesalahan".

“Dia adalah seorang tentara AS dan penting bagi kami untuk melakukan segala yang kami bisa untuk membawanya pulang," tambah Mulroy.