Sukses

Serbia Bantah Pernyataan AS Soal Peningkatan Kekuatan Militer di Perbatasan dengan Kosovo

Ketegangan antara Kosovo-Serbia meningkat menyusul kekerasan di Kosovo utara pada Minggu lalu yang melibatkan pria bersenjata Serbia dan petugas polisi Kosovo. Bentrokan tersebut merupakan salah satu yang terburuk sejak Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada tahun 2008.

Liputan6.com, Belgrade - Presiden Serbia Aleksandar Vucic pada Minggu (1/10/2023), membantah laporan Amerika Serikat (AS) dan negara lain mengenai peningkatan kekuatan militer di sepanjang perbatasan dengan Kosovo. Dia mengeluhkannya sebagai kampanya bohong terhadap negaranya.

"Kampanye bohong ... telah diluncurkan terhadap Serbia," ujar Presiden Vucic, seperti dilansir AP, Selasa (2/10). "Mereka banyak berbohong tentang kehadiran pasukan militer kami ... Bahkan, mereka merasa terganggu karena Serbia memiliki apa yang mereka gambarkan sebagai senjata canggih."

AS dan Uni Eropa menyatakan keprihatinan pada awal pekan ini mengenai peningkatan penempatan militer di perbatasan Serbia dengan Kosovo.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menggambarkan pengerahan besar-besaran pasukan Serbia di sepanjang perbatasan dengan Kosovo sebagai "penggelaran artileri, tank, dan unit infanteri mekanis canggih Serbia yang belum pernah terjadi sebelumnya".

AS dan Uni Eropa pun mendesak Serbia untuk mengurangi kehadiran pasukannya di sana.

Pemerintah Kosovo mengungkapkan pada Sabtu (30/9), pihaknya memantau pergerakan militer Serbia dari tiga arah berbeda. Mereka mendesak Serbia agar segera menarik pasukannya dan melakukan de-militerisasi wilayah perbatasan.

Wartawan AP yang melakukan perjalanan di wilayah perbatasan pada Minggu melaporkan melihat langsung sejumlah kendaraan angkut tentara Serbia melaju menuju Serbia tengah, sebuah tanda bahwa militer Serbia mungkin mengurangi kehadirannya di wilayah tersebut menyusul seruan dari Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan lainnya.

Ketegangan antara kedua negara Balkan meningkat menyusul kekerasan di Kosovo utara pada Minggu lalu yang melibatkan pria bersenjata Serbia dan petugas polisi Kosovo. Bentrokan tersebut merupakan salah satu yang terburuk sejak Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada tahun 2008, mendorong NATO mengumumkan akan menambah pasukan penjaga perdamaian yang ditempatkan di negara tersebut.

Serbia membantah tuduhan Kosovo bahwa mereka melatih kelompok yang terdiri dari sekitar 30 pria yang menembaki petugas polisi, menyebabkan satu orang tewas, dan kemudian membarikade diri mereka di sebuah biara Kristen Ortodoks di Kosovo utara. Tiga gerilyawan tewas dalam baku tembak selama berjam-jam yang terjadi kemudian.

Kosovo juga mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kemungkinan keterlibatan Rusia dalam kekerasan tersebut. Serbia adalah sekutu utama Rusia di Eropa dan ada kekhawatiran di Barat bahwa Rusia akan mencoba menimbulkan masalah di Balkan untuk mengalihkan perhatian dari perang Ukraina.

2 dari 2 halaman

Vucic: Serbia Menginginkan Perdamaian

Presiden Vucic selama beberapa bulan terakhir dilaporkan telah beberapa kali meningkatkan kesiapan tempur pasukan Serbia di perbatasan dengan Kosovo. Serbia juga telah memperkuat pasukannya dengan senjata dan peralatan lain yang sebagian besar dibeli dari Rusia dan China.

"Kami akan terus berinvestasi dalam pertahanan negara kami, namun Serbia menginginkan perdamaian," tegas Vucic. "Semua yang mereka katakan, mereka mengada-ada dan berbohong, dan mereka tahu bahwa mereka mengada-ada dan berbohong."

Baku tembak akhir pekan lalu di dekat Desa Banjska terjadi setelah berbulan-bulan ketegangan di Kosovo utara, di mana etnis Serbia merupakan penduduk mayoritas dan menuntut pemerintahan sendiri.

Khawatir akan ketidakstabilan yang lebih luas seiring dengan berkobarnya perang Ukraina, AS dan Belgia telah berupaya merundingkan normalisasi hubungan antara Serbia dan Kosovo. Namun, kedua belah pihak gagal menerapkan perjanjian tentatif yang baru-baru ini dicapai sebagai bagian dari dialog yang dimediasi oleh Uni Eropa.