Liputan6.com, Oxford - Cahaya api merah menerangi langit Oxford pada Senin malam (2/10). Rekaman kejadian itu pun viral di media sosial.Â
Bila dilihat dari kejauhan, cahaya itu membuat langit malam Oxford terlihat seperti langit jingga fajar.Â
"Apa itu? Itu masif. Ya Tuhan, lihat itu," ujar seorang pria yang merekam video viral tersebut.Â
Advertisement
Berdasarkan laporan BBC, Selasa (3/10/2023), sumber cahaya itu ternyata adalah ledakan di sebuah fasilitas daur ulang limbah makanan. Lokasi disambar petir sehingga terjadi kebakaran. Kepolisian setempat juga berkata ada sambaran petir.
Perusahaan itu adalah Severn Trent Green Power Plant yang berlokasi di Cassington, sebelah utara Oxford. Pabrik itu mengolah limbah makanan menjadi biogas.Â
Perusahaan itu berkata sambaran petir itu memicu ledakan pada salah satu tanki biogas pada sekitar pukul 19:20 malam waktu setempat.Â
Tidak ada yang terluka pada kejadian ini. Para staff bekerja dengan petugas pelayanan darurat untuk mengamankan lokasi.Â
Enam mobil pemadam kebakaran, 40 petugas pemadam, empat ambulans, serta petugas kepolisian dikerahkan ke tempat lokasi.
Dewan County Oxfordshire berkata kru pemadam juga menggunakan alat aerial dan tank air untuk menjinakkan api.
Staf di Universitas Oxford, Jack Frowde, mengaku sedang duduk di dapur ketika ruangannya mendadak terang kemudian ada suara seperti sambaran petir.
"Saya lari untuk merekam sinar oranye tersebut sebagaimana itu pudar dalam 20 detik," ujarnya.
Studi: Dampak Polusi Udara dari Kebakaran Paling Merugikan Negara Miskin
Beralih ke isu kebakaran lain di dalam negeri, sebelumnya dilaporkan bahwa asap yang dihasilka kebakaran hutan dapat menjalar hingga ribuan kilometer, meningkatkan risiko kesehatan masyarakat, termasuk peningkatan angka kematian dan memperburuk penyakit jantung dan paru-paru.
Melansir dari phys.org, Minggu (1/10), menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health tahun lalu, polusi udara menyebabkan sekitar 4,5 juta kematian pada tahun 2019.
Dalam penelitian baru yang dipublikasikan di jurnal Nature, para ahli menggunakan data, teknologi pembelajaran mesin, dan model matematika untuk menghitung jumlah partikel halus yang disebut PM2.5 dan kadar ozon di permukaan bumi yang dihasilkan oleh kebakaran lahan dari tahun 2000 hingga 2019.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa polusi udara tahunan akibat kebakaran lahan di negara-negara miskin sekitar empat kali lipat lebih tinggi daripada di negara-negara kaya. Wilayah-wilayah terparah terdapat di tengah Afrika, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Siberia.
Â
Advertisement
Terpapar Polusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa polusi udara tahunan akibat kebakaran lahan di negara-negara miskin sekitar empat kali lipat lebih tinggi daripada di negara-negara kaya. Wilayah-wilayah terparah terdapat di tengah Afrika, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Siberia.
Meningkatnya suhu akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia menaikkan risiko kebakaran.
Shandy Li, seorang associate professor di Monash University di Melbourne, Australia, yang turut menulis studi ini, menyatakan bahwa dengan meningkatnya suhu, diperkirakan bahwa masalah polusi akan semakin memburuk di masa yang akan datang.
"Dari bukti yang ada, terlihat bahwa asap dari kebakaran dapat meningkatkan risiko kesehatan, termasuk kematian dan penyakit, sehingga manusia seharusnya memperhatikan untuk mengurangi paparan terhadap polusi udara dari kebakaran," ungkapnya kepada AFP.
Rata-rata sekitar 2,18 miliar orang setiap tahun terpapar pada setidaknya satu hari polusi udara substanstial yang berasal dari sumber kebakaran lahan antara tahun 2010 dan 2019. Jumlah ini meningkat hampir tujuh persen dibanding dekade sebelumnya.
Hal ini mencakup tingkat rata-rata harian PM2.5 melebihi panduan WHO tahun 2021 sebesar 15 mikrogram per meter kubik udara, di mana sebagian besar polusi berasal dari kebakaran.
Kualitas Udara Global
Dalam studi terpisah yang juga dimuat di jurnal Nature, para ahli menyebutkan bahwa asap dari kebakaran hutan di Amerika Serikat telah merusak kemajuan dalam kualitas udara yang telah dicapai selama beberapa dekade.
Kota-kota di negara-negara kaya juga menghadapi masalah kualitas udara yang buruk dan melanggar pedoman WHO, terutama karena polusi terkait transportasi, pemanasan, dan industri.
Baru-baru ini, World Meteorological Organization (WMO) menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan gelombang panas yang lebih sering dan lebih ekstrem, serta campuran beracun dari polusi.
Li menyatakan bahwa mengurangi peristiwa cuaca ekstrem dengan mengurangi dampak perubahan iklim akan membantu mengendalikan risikonya.
Para peneliti menyoroti bahwa hasil penelitian menunjukkan 'ketidakadilan iklim' karena mereka yang memiliki kontribusi paling kecil terhadap perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia, justru mengalami dampak yang paling besar dari kebakaran hutan yang semakin sering dan parah akibatnya.
Para peneliti menyatakan bahwa mengadopsi perubahan dalam cara kita mengelola lahan, terutama dengan mengurangi pembakaran limbah pertanian atau praktek pembakaran yang dimulai secara sengaja untuk mengubah lahan liar menjadi lahan pertanian atau komersial, juga bisa membantu mengurangi sejauh mana kebakaran terjadi.
Advertisement