Sukses

Perang Ukraina: AS Berikan 1,1 Juta Butir Peluru yang Disita dari Iran ke Kyiv

Amerika Serikat telah mengirimkan sekitar 1,1 juta peluru yang disita dari Iran tahun lalu ke Ukraina, kata militer AS.

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat telah mengirimkan sekitar 1,1 juta peluru yang disita dari Iran tahun lalu ke Ukraina, kata militer AS.

Komando Pusat AS (Centcom) yang mengawasi operasi di Timur Tengah mengatakan, peluru tersebut disita dari sebuah kapal yang menuju Yaman pada Desember 2023.

Sekutu Ukraina di Barat baru-baru ini memperingatkan bahwa lini produksi mereka kesulitan mengimbangi laju penggunaan amunisi Ukraina, dikutip dari laman BBC, Kamis (10/5/2023).

Centcom mengatakan, peluru dari Iran ini dipindahkan ke Ukraina pada Senin kemarin.

Ia menambahkan amunisi tersebut adalah jenis kaliber 7,62 mm yang digunakan pada senapan dan senapan mesin ringan pada era Soviet.

Meskipun jumlahnya signifikan, jumlah tersebut mewakili persentase kecil dari ratusan juta peluru yang telah diberikan oleh sekutu kepada Ukraina.

AS Sediakan Lebih dari 200 Juta Peluru dan Granat

Amunisi Iran pada awalnya disita oleh pasukan angkatan laut AS dari sebuah kapal tanpa kewarganegaraan bernama MARWAN 1 pada tanggal 9 Desember.

Pemerintah AS memperoleh kepemilikan atas aset-aset tersebut pada Juli 2023 melalui proses yang dikenal sebagai perampasan sipil.

Ini artinya, suatu aset dapat disita jika pemiliknya diduga terlibat dalam aktivitas kriminal.

 

2 dari 4 halaman

Komitmen AS Kerja Sama dengan Mitra di Iran

Dalam kasus ini, tuntutan diajukan terhadap Korps Garda Revolusi Islam Iran, sebuah cabang angkatan bersenjata Iran yang bertugas menjaga pemerintahan negara tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Centcom mengatakan AS “berkomitmen untuk bekerja sama dengan sekutu dan mitra kami untuk melawan aliran bantuan mematikan Iran di wilayah tersebut dengan segala cara yang sah”.

Iran mendukung pemberontak Houthi dalam perang saudara yang sedang berlangsung di Yaman, tetapi transfer senjata ke kelompok tersebut dilarang berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2015.

3 dari 4 halaman

Perang Ukraina: Burger King Masih Beroperasi di Rusia padahal Janji Mau Angkat Kaki

Burger King tetap beroperasi seperti biasa di Rusia hingga hari ini, meski pemilik merek telah berjanji untuk meninggalkan Negeri Beruang Merah lebih dari setahun lalu.

Restaurant Brands International (RBI), yang memiliki 15 persen bisnis waralaba makanan cepat saji tersebut di Rusia, menuturkan kepada BBC bahwa mereka belum ada kabar terbaru untuk diumumkan terkait keputusan hengkang dari negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu.

 Sejak pecahnya perang Ukraina, perusahaan-perusahaan Barat telah berada di bawah tekanan untuk angkat kaki dari Rusia.

Kritikus pun menuduh RBI melanggengkan rezim Putin karena belum kunjung meninggalkan negara itu.

RBI, salah satu perusahaan restoran cepat saji terbesar di dunia, menyebut perjanjian waralaba yang rumit menyebabkan kesulitan dalam upaya keluar dari Rusia. Kesepakatan tersebut merupakan usaha patungan dengan tiga mitra lainnya untuk sekitar 800 restoran.

Presiden RBI David Shear mengatakan pada Maret 2022 bahwa operator utama Burger King di Rusia telah "menolak" menutup gerainya pasca serangan pertama ke Ukraina. Namun, dia menambahkan bahwa perusahaan telah "memulai proses" untuk melepaskan 15 persen kepemilikan sahamnya dan hal itu akan memakan waktu.

 

4 dari 4 halaman

Dianggap Sebagai Kedok yang Aman

Steven Tian, ​​bagian dari tim peneliti di Universitas Yale yang melacak apa yang telah dilakukan perusahaan dalam menanggapi perang Ukraina, berpendapat bahwa menggunakan perjanjian waralaba sebagai "alasan" adalah kedok yang aman.

Dia mengambil contoh bagaimana perusahaan seperti Starbucks berhasil mengakhiri kesepakatannya di Rusia dan keluar.

"Mengatakan mereka (RBI) ingin pergi tetapi kemudian menunda-nunda tidak sama dengan benar-benar keluar dari Rusia dan dengan terus melakukan bisnis di Rusia 18 bulan setelah invasi Putin ke Ukraina, mereka mempertahankan rezim Putin," kata Tian, seperti dilansir BBC, Rabu (4/10/2023).

Juru bicara RBI mengatakan perusahaannya menolak investasi baru dan dukungan rantai pasokan, serta belum memperoleh keuntungan apapun dari Burger King di Rusia sejak awal tahun 2022.