Liputan6.com, Moskow - Rusia pada Selasa (10/10/2023), mengatakan bahwa pihaknya melakukan kontak dengan Israel dan Palestina, serta akan berusaha memainkan peran dalam menyelesaikan konflik antara keduanya.
Pasca serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober 2023, Rusia disebut belum memberikan inisiatif konkret apapun, melainkan hanya menggarisbawahi kekuatan hubungannya dengan kedua belah pihak yang bertikai.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menuturkan bahwa Rusia memiliki hubungan historis yang panjang dengan Palestina, namun di lain sisi juga memiliki banyak kesamaan dengan Israel, termasuk fakta bahwa banyak warga Israel adalah mantan warga negara Rusia.
Advertisement
"Oleh karena itu, kami menjaga hubungan dengan kedua pihak yang berkonflik. Kami melakukan kontak ... yang mencari titik temu untuk penyelesaian dan tidak berjalan efektif," ujar Peskov, seperti dilansir Reuters.
"Namun demikian, kami bermaksud untuk terus berupaya dan memainkan peran dalam mencari cara mencapai penyelesaian."
Israel pada Selasa masih melancarkan serangan balasan dengan menggempur Gaza melalui serangan udara yang digambarkan paling sengit dalam 75 tahun sejarah konfliknya dengan Palestina. Rusia mengaku khawatir bahwa kekerasan dapat meningkat menjadi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Peskov menuturkan pihaknya tengah mencari tahu apakah ada warganya yang termasuk di antara mereka yang disandera oleh Hamas.
"Kontak yang diperlukan sedang dilakukan untuk memahami apakah ini benar atau tidak dan bagaimana nasib orang-orang ini di masa depan," sebut Peskov.
Pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahwa Rusia berkepentingan untuk mengobarkan perang di Timur Tengah guna melemahkan persatuan global, tegas Peskov, sama sekali tidak berdasar.
"Ini adalah konflik yang sudah berlangsung lama, konflik Israel-Palestina mempunyai akar yang sangat dalam, banyak kontradiksi yang mendalam. Banyak orang mengetahui latar belakangnya, namun saking dalamnya hingga tidak semua orang mengetahui perbedaannya," kata Peskov.
Rusia Sebut Kebijakan AS Destruktif
Sebelumnya, pada Senin (9/10), Rusia mengutuk kekerasan terhadap orang-orang Yahudi dan Palestina sambil mengkritik Amerika Serikat (AS) atas pendekatan yang mereka nilai destruktif, yang mengabaikan perlunya Negara Palestina merdeka sesuai perbatasan tahun 1967.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa Barat berpikiran sempit jika mereka percaya mereka dapat dengan mudah mengutuk serangan terhadap Israel dan kemudian mengharapkan kemenangan Israel tanpa menyelesaikan penyebab ketidakstabilan, yaitu masalah Palestina itu sendiri.
"Saya tidak bisa tidak menyenggol kebijakan destruktif AS yang menggagalkan upaya kolektif dalam kerangka Kuartet sebagai mediator internasional," kata Lavrov setelah berbicara dengan Ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit di Moskow.
Kuartet yang terbentuk pada tahun 2002 merujuk pada empat entitas yang terlibat dalam mediasi proses perdamaian Israel-Palestina, yaitu PBB, AS, Uni Eropa, dan Rusia. Selain mediasi, mandat mereka adalah mendukung rakyat Palestina dalam persiapannya menjadi sebuah negara.
AS, kata Lavrov, telah berusaha memonopoli dialog antara Palestina dan Israel dan menjauh dari pembentukan Negara Palestina dengan memilih perundingan untuk meringankan masalah sosial-ekonomi Palestina.
Advertisement
Liga Arab Menolak Kekerasan di Kedua Sisi
Israel pada Senin mengumumkan bahwa mereka telah memanggil 300.000 tentara cadangan dan memperingatkan penduduk di wilayah Gaza untuk mengungsi, sebuah pertanda bahwa mereka mungkin merencanakan serangan darat untuk mengalahkan Hamas.
Selama pembicaraan di Moskow, Liga Arab mengatakan kepada Lavrov bahwa dia setuju tentang perlunya menghentikan kekerasan, namun menggarisbawahi konflik akan terus berlanjut selama masalah Palestina masih belum terselesaikan.
"Kami sepenuhnya menolak kekerasan, tapi di kedua sisi," tegas Aboul Gheit, yang merupakan seorang diplomat kawakan Mesir. "Masalah Palestina tidak bisa ditunda lagi dan keputusan PBB harus dilaksanakan."
Media Rusia yang mengutip pernyataan Duta Besar Rusia untuk Israel Anatoly Viktorov melaporkan pada Senin bahwa seorang "pemuda" yang memiliki kewarganegaraan ganda Rusia-Israel tewas dalam konflik Israel-Palestina selama akhir pekan.
China Desak Gencatan Senjata
Pada Senin, China menolak seruan untuk mengecam Palestina dan menekankan jalan keluar dari konflik adalah solusi dua negara atau two state solution.
"China selalu berdiri bersama keadilan dan kejujuran. China adalah teman Palestina dan Israel serta dengan tulus berharap kedua belah pihak dapat hidup berdampingan secara damai," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning merespons desakan pemimpin mayoritas Senat AS Chuck Schumer yang menyerukan Beijing mengutuk serangan Hamas, seperti dilansir kantor berita Anadolu.
"Kami mengutuk semua kekerasan dan serangan terhadap warga sipil, kami yakin tugas paling mendesak saat ini adalah mencapai gencatan senjata dan memulihkan perdamaian; kami juga berharap komunitas internasional akan bersama-sama membantu meredakan ketegangan."
Mengekspresikan keprihatinan yang tinggi terhadap konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung, Mao Ning menambahkan, "China mengutuk setiap perilaku yang merugikan warga sipil dan menentang eskalasi situasi."
"Jalan keluar dari konflik adalah dengan melanjutkan perundingan perdamaian, menerapkan solusi dua negara, dan mendorong solusi politik terhadap masalah Palestina," tegas Mao Ning.
"China bersedia bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menemukan solusi yang memadai."
Dialog dan negosiasi, sebut Mao Ning, adalah jalan keluar mendasar dari konflik.
"China mendesak semua pihak mencapai gencatan senjata untuk menghindari eskalasi situasi," kata Mao Ning saat merespons pengiriman senjata dan kapal perang AS ke Israel.
Hamas yang berbasis di Gaza melabeli serangannya ke Israel pada Sabtu 7 Oktober sebagai "Operasi Badai Al-Aqsa". Kelompok militan itu menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan respons terhadap penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki dan meningkatnya kekerasan pemukim.
Sebagai pembalasan, militer Israel melancarkan "Operasi Pedang Besi" ke Jalur Gaza.
Sejak perang meletus pada Sabtu 7 Oktober, setidaknya 900 orang dilaporkan tewas di sisi Israel. Sementara di Gaza, tercatat lebih dari 600 kematian.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Advertisement