Sukses

Krisis di Gaza, Banyak Warga Terjebak dan Tak Punya Akses Makanan serta Listrik

Krisis kemanusiaan dengan cepat terjadi di Gaza. Pasalnya, banyak warga yang terjebak, banyak akses yang terputus dari makanan dan listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Krisis kemanusiaan dengan cepat terjadi di Gaza. Pasalnya, banyak warga yang terjebak, banyak akses yang terputus dari makanan dan listrik. Ditambah lagi mereka harus menghadapi serangan udara Israel sebagai tanggapan atas serangan mematikan Hamas.

Sejauh ini, serangan Hamas ke Israel telah menewaskan sedikitnya 1.200 orang dan menyandera hingga 150 orang, dikutip dari laman CNN, Rabu (12/10/2023).

Nadine Abdul Latif (13) dari Al Rimal di Kota Gaza, mengatakan dia dan keluarganya diberitahu oleh tetangga dan kerabatnya untuk pergi setelah Israel mengatakan akan menargetkan daerah tersebut.

Namun mereka memutuskan untuk tetap tinggal karena “kami tidak memiliki tempat yang aman untuk dikunjungi,” katanya.

Ayahnya, Nihad hilang sejak Sabtu (7/10). Dia telah bekerja di Israel, tetapi setelah serangan Hamas pada hari itu, keluarganya kehilangan kontak dengannya.

Jalur Gaza yang merupakan wilayah pesisir yang dikuasai Hamas dihantam oleh serangan udara sejak Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memerintahkan “pengepungan total” terhadap wilayah tersebut.

Termasuk menghentikan pasokan listrik, makanan, air dan bahan bakar ke wilayah tersebut.

"Kami memerangi orang-orang barbar dan akan meresponsnya dengan tepat," kata Gallant.

Jet tempur Israel menyerang lebih dari 200 sasaran di Gaza semalam, kata Pasukan Pertahanan Israel dalam sebuah pernyataan.

Korban tewas di Gaza kini mencapai lebih dari 900 orang menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.

Kementerian dalam negeri Palestina mengatakan, sebagian besar sasarannya adalah “menara bangunan tempat tinggal, fasilitas sipil dan layanan, dan banyak masjid.”

Hamas membantah bahwa mereka menggunakan salah satu menara yang ditargetkan.

2 dari 2 halaman

Kekacauan Terjadi Saat Serangan Melanda

Tariq Al Hillu, seorang warga Al Sudaniya berusia 29 tahun di Gaza utara, menggambarkan kekacauan total ketika serangan udara melanda lingkungannya.

“Anggota keluarga saya mulai berteriak dan bergegas keluar rumah, masing-masing dari kami melarikan diri ke arah yang berbeda,” katanya kepada CNN, seraya menambahkan bahwa seluruh lingkungan tempat tinggalnya telah hancur tanpa peringatan sebelumnya.

Tetangganya terjebak di bawah reruntuhan, dan dia bisa mendengar seruan bantuan, katanya.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan, pihaknya telah mengubah 83 sekolahnya di Gaza menjadi tempat penampungan sementara.

Tetapi kapasitas sekolah tersebut sudah mencapai 90%, dengan lebih dari 137.000 orang berlindung dari serangan Israel.

Berbeda dengan kota-kota di selatan Israel, wilayah ini tidak memiliki tempat perlindungan bom atau bunker khusus yang melindungi warga sipil dari serangan udara.