Liputan6.com, Cambridge - Perubahan iklim mengubah kualitas dan rasa bir, demikian pernyataan dari para ilmuwan.
Melansir dari BBC, Selasa (17/10/2023), sebuah studi terbaru mengungkap bahwa kuantitas tanaman hop Eropa, yang memberi bir rasa pahit khasnya, tengah mengalami penurunan.
Baca Juga
Musim panas yang lebih panas, lebih lama, dan lebih kering diprediksi akan memperburuk situasi ini.
Advertisement
Dan hal ini bisa membuat harga bir menjadi lebih mahal.
Para penulis studi ini memperingatkan para petani untuk menyesuaikan teknik pertanian mereka.
Hop, bunga dari tanaman hop, merupakan bahan keempat yang sangat penting dalam proses pembuatan bir setelah air, ragi, dan malt.Â
Hop ditambahkan sebelum proses mendidih untuk memberikan rasa pahit, tetapi juga dapat ditambahkan setelahnya untuk mengubah rasa secara keseluruhan.
Bir sendiri adalah bagian dari budaya Eropa, dengan 8,5 miliar pint dijual hanya di Inggris, menurut Asosiasi Bir dan Pub Inggris.
Lonjakan industri pembuatan bir dan peningkatan permintaan bir dengan rasa kuat yang khas, mendorong penggunaan tanaman hop yang juga berkualitas tinggi.
Namun studi ini, yang melihat bagaimana hasil rata-rata hop aroma berubah antara 1971 dan 1994 serta antara 1995 dan 2018, menemukan bahwa di beberapa wilayah penghasil hop kunci, terjadi penurunan hampir 20% dalam produksi.
Para ilmuwan, dari Czech Academy of Sciences (CAS) dan Universitas Cambridge, mengaitkan penurunan hasil ini dengan kondisi yang lebih kering yang mungkin akibat perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir.
Â
Harga Bir Akan Naik Lebih Tinggi
Martin Mozny, salah satu penulis makalah dan peneliti di CAS, mengatakan, "Kegagalan untuk beradaptasi akan membahayakan profitabilitas pertanian hop di beberapa daerah. Konsekuensinya produksi yang lebih rendah dan harga yang lebih tinggi bagi para pembuat bir."
Harga bir telah meningkat sebesar 13% sejak pandemi tahun 2020, karena kenaikan biaya energi yang didorong oleh inflasi, dan krisis gas yang disebabkan oleh invasi Ukraina.
Para ilmuwan juga menemukan bahwa asam pahit alfa dari hop, yang mempengaruhi rasa bir, telah berkurang akibat suhu yang lebih tinggi dan ekstrem.
Meskipun upaya global, emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia terus meningkatkan suhu.Â
Diperkirakan dalam lima hingga tujuh tahun mendatang, akan terjadi penyeberangan batas penting 1,5°C.
Advertisement
Ancam Berkurangnya Produksi Bir Global
Selain studi di atas, sebelumnya ada studi serupa yang sudah memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi bir pada tahun 2018 silam.
Para penggemar bir tengah menghadapi masalah baru yang mengancam di masa depan, yakni ketika perubahan iklim kemungkinan memicu lonjakan harga yang "dramatis", sehingga berujung pada kekurangan suplai.
Studi ilmiah terbaru menyebut bahwa gelombang panas ekstrem dan kekeringan akan semakin merusak kualitas tanaman gandum barley di tingkat global. Hal itu berarti bahan umum pembuatan bir akan menjadi semakin langka.
Dikutip dari The Guardian, Selasa (16/10/2018), negara-negara pembuat bir utama diperkirakan berada di antara mereka yang terkena dampak terparah, seperti Belgia, Republik Ceko, dan Republik Irlandia.
Para peneliti mengatakan bahwa dibandingkan dengan dampak pemanasan global yang mengancam jiwa, seperti banjir dan badai, kekurangan bir mungkin tampak relatif tidak penting. Namun, mereka mengatakan itu akan memengaruhi kualitas hidup banyak orang.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Plants, menggunakan model iklim untuk menguji dampak cuaca ekstrem terhadap panen barley selama 80 tahun ke depan.
Tim yang dipimpin oleh Prof Dabo Guan dari University of East Anglia, menambahkan model ekonomi untuk memperkirakan dampak pada pasokan bir, dan perkiraan kenaikan harga jualnya di berbagai negara.
Bir Terbuat dari Daur Ulang Air Limbah
Tahukah Anda bahwa ada salah satu solusi yang ramah lingkungan dan masih memungkinkan Anda untuk minum bir yang enak?
Anda mungkin tidak akan menyadarinya jika mencicipinya, tapi Epic OneWater Brew adalah bir dengan bahan baku unik, yaitu dibuat dengan air yang didaur ulang dari shower (air pancuran), wastafel, dan mesin cuci di sebuah gedung hunian.
Melansir dari CNN, Kamis (3/8/2023), air ini aman untuk diminum berkat serangkaian proses perawatan yang mencakup mikrofiltrasi dan sinar ultraviolet, dan dimaksudkan untuk memperhatikan masalah kelangkaan dan penggunaan kembali air.
"Aktivitas bangunan di seluruh dunia menggunakan 14% dari seluruh air minum," kata Aaron Tartakovsky, CEO dan salah satu pendiri Epic Cleantec, perusahaan pemrosesan air berbasis di San Francisco yang membuat bir ini dengan bekerja sama dengan pabrik bir setempat. "Hampir tidak ada bangunan yang mendaur ulang air tersebut, itu yang ingin kami ubah."
Bir ini adalah jenis ale gaya Kölsch, minuman segar dan ringan yang berasal dari Jerman dan dibuat dengan air daur ulang -- dari air limbah yang relatif bersih dari bak mandi, wastafel, mesin cuci, dan peralatan dapur lainnya --dari gedung apartemen mewah berlantai 40 bernama Fifteen Fifty di San Francisco. Tapi bir ini tidak dijual, karena peraturan melarang penggunaan air limbah daur ulang dalam minuman komersial. Setidaknya untuk saat ini.
Advertisement