Sukses

PBB dan HRW Sebut Blokade Pangan di Gaza oleh Israel Pelanggaran Hukum Internasional dan Kejahatan Perang

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa pengepungan total yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dilarang berdasarkan hukum internasional.

Liputan6.com, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa pengepungan total yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dilarang berdasarkan hukum internasional.

Kantor HAM PBB menyebut pengepungan total oleh Israel itu menutup aliran pasokan bahan-bahan pokok kebutuhan dasar bagi warga sipil.

Volker Türk, Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, mengatakan bahwa martabat dan nyawa manusia harus dihormati, sambil menyerukan kepada semua pihak untuk meredakan situasi yang "penuh dengan potensi ledakan."

Sementara itu organisasi Human Rights Watch (HRW) menyebut blokade total Israel tak hanya melanggar hukum internasional tapi juga merupakan kejahatan perang.

"Taktik-taktik ini merupakan kejahatan perang lantaran menggunakan kelaparan sebagai senjata perang," kata HRW.

Kelompok militan Palestina Hamas, yang menculik sekitar 150 orang dalam serangan mendadak akhir pekan lalu terhadap Israel, mengancam akan mengeksekusi para sandera jika serangan udara Israel terus “menargetkan” warga Gaza tanpa peringatan.

Ancaman tersebut muncul setelah Israel pada Senin (9/10) memberlakukan pengepungan total di Jalur Gaza, memutus pasokan makanan, air dan listrik, serta memicu kekhawatiran akan situasi kemanusiaan yang makin menyedihkan.

“Hukum Perikemanusiaan Internasional sudah jelas: kewajiban untuk selalu berhati-hati untuk menyelamatkan penduduk sipil dan benda-benda sipil tetap berlaku selama serangan terjadi,” kata Turk dalam sebuah pernyataan.

Pengepungan oleh Israel tersebut berisiko memperburuk situasi HAM dan kemanusiaan yang sudah terpuruk di Gaza, termasuk kapasitas fasilitas medis untuk beroperasi, terutama mengingat meningkatnya jumlah korban luka, kata pernyataan itu.

“Pengenaan pengepungan yang membahayakan nyawa warga sipil dengan merampas barang-barang penting bagi kelangsungan hidup mereka dilarang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional,” kata Turk.

Pembatasan apa pun terhadap pergerakan orang dan barang untuk melakukan pengepungan harus dijustifikasi karena kebutuhan militer atau dapat dikenai hukuman kolektif, tambah pernyataan itu.

2 dari 4 halaman

Sekjen PBB Minta Konflik di Timur Tengah Tidak Menyebar ke Wilayah Lain

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan permintaannya terutama pada pihak-pihak di Timur Tengah untuk mencegah meluasnya konflik.

Hal ini ia sampaikan bertepatan dengan konflik Israel-Palestina, dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (12/10/2023).

“Saya prihatin akan baku tembak baru-baru ini di sepanjang Garis Biru dan laporan serangan baru-baru ini dari Lebanon selatan,” kata Guterres kepada wartawan di markas besar PBB. Garis Biru adalah garis demarkasi antara Israel dan Lebanon, yang dijaga oleh pasukan penjaga perdamaian PBB.

“Saya mengimbau semua pihak – dan mereka yang memiliki pengaruh terhadap partai-partai di sana, untuk menghindari eskalasi dan penyebaran yang lebih luas,” tambahnya.

Kelompok militan Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah, menguasai wilayah Lebanon selatan. Terdapat kekhawatiran bahwa mereka akan terlibat dalam konflik untuk mendukung Hamas. Pada tahun 2006, Israel dan Hizbullah terlibat perang berdarah selama 33 hari di Lebanon.

Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, mengatakan kepada wartawan bahwa Guterres menerima rangkaian telepon sejak Hamas melancarkan serangan brutal terhadap warga sipil dan tentara Israel pada hari Sabtu (7/10). Serangan itu menewaskan lebih dari 1.000 warga Israel dan beberapa warga negara asing.

Gaza adalah rumah bagi lebih dari 2,2 juta warga Palestina. Para pejabat PBB meminta adanya koridor kemanusiaan untuk menyalurkan pasokan penting bagi warga sipil yang tinggal di wilayah itu.

“Kita membutuhkan akses kemanusiaan yang cepat dan tanpa hambatan saat ini,” kata Guterres. Ia menegaskan “akses yang segera.”

Dia berterima kasih kepada Mesir atas kesediaannya untuk meyediakan akses kemanusiaan melalui penyeberangan perbatasan Rafah, yang berbagi dengan Gaza.

3 dari 4 halaman

Krisis di Gaza, Banyak Warga Terjebak dan Tak Punya Akses Makanan serta Listrik

Krisis kemanusiaan dengan cepat terjadi di Gaza. Pasalnya, banyak warga yang terjebak, banyak akses yang terputus dari makanan dan listrik. Ditambah lagi mereka harus menghadapi serangan udara Israel sebagai tanggapan atas serangan mematikan Hamas.

Sejauh ini, serangan Hamas ke Israel telah menewaskan sedikitnya 1.200 orang dan menyandera hingga 150 orang, dikutip dari laman CNN.

Nadine Abdul Latif (13) dari Al Rimal di Kota Gaza, mengatakan dia dan keluarganya diberitahu oleh tetangga dan kerabatnya untuk pergi setelah Israel mengatakan akan menargetkan daerah tersebut.

Namun mereka memutuskan untuk tetap tinggal karena “kami tidak memiliki tempat yang aman untuk dikunjungi,” katanya.

Ayahnya, Nihad hilang sejak Sabtu (7/10). Dia telah bekerja di Israel, tetapi setelah serangan Hamas pada hari itu, keluarganya kehilangan kontak dengannya.

Jalur Gaza yang merupakan wilayah pesisir yang dikuasai Hamas dihantam oleh serangan udara sejak Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memerintahkan “pengepungan total” terhadap wilayah tersebut.

Termasuk menghentikan pasokan listrik, makanan, air dan bahan bakar ke wilayah tersebut.

"Kami memerangi orang-orang barbar dan akan meresponsnya dengan tepat," kata Gallant.

Jet tempur Israel menyerang lebih dari 200 sasaran di Gaza semalam, kata Pasukan Pertahanan Israel dalam sebuah pernyataan.

Korban tewas di Gaza kini mencapai lebih dari 900 orang menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.

Kementerian dalam negeri Palestina mengatakan, sebagian besar sasarannya adalah “menara bangunan tempat tinggal, fasilitas sipil dan layanan, dan banyak masjid.”

Hamas membantah bahwa mereka menggunakan salah satu menara yang ditargetkan.

4 dari 4 halaman

Kekacauan Terjadi Saat Serangan Melanda

Tariq Al Hillu, seorang warga Al Sudaniya berusia 29 tahun di Gaza utara, menggambarkan kekacauan total ketika serangan udara melanda lingkungannya.

“Anggota keluarga saya mulai berteriak dan bergegas keluar rumah, masing-masing dari kami melarikan diri ke arah yang berbeda,” katanya kepada CNN, seraya menambahkan bahwa seluruh lingkungan tempat tinggalnya telah hancur tanpa peringatan sebelumnya.

Tetangganya terjebak di bawah reruntuhan, dan dia bisa mendengar seruan bantuan, katanya.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan, pihaknya telah mengubah 83 sekolahnya di Gaza menjadi tempat penampungan sementara.

Tetapi kapasitas sekolah tersebut sudah mencapai 90%, dengan lebih dari 137.000 orang berlindung dari serangan Israel.

Berbeda dengan kota-kota di selatan Israel, wilayah ini tidak memiliki tempat perlindungan bom atau bunker khusus yang melindungi warga sipil dari serangan udara.