Liputan6.com, Tel Aviv - Pada Minggu (8/10/2023), sesaat setelah pukul 23.00 waktu setempat, pemerintah Israel mengunggah potret sebuah keluarga di akun media sosialnya. Terdapat lima orang dalam foto tersebut, ibu, ayah dan ketiga anak yang masih kecil. Semuanya tersenyum.
"Tamar, Yonatan, dan anak-anaknya Shachar, Arbel, Omer," demikian tulis pemerintah Israel dalam unggahan di X alias Twitter.
Baca Juga
"Seluruh keluarga dimusnahkan oleh Hamas ... Semoga kenangan mereka menjadi berkah," seperti dikutip The Guardian, Sabtu (14/10/2023).
Advertisement
Tamar, Yonatan and their children Shachar, Arbel, Omer. An entire family wiped out by Hamas terrorists. There are no words 💔May their memory be a blessing. pic.twitter.com/CoFeSJ9NPJ
— Israel ישראל 🇮🇱 (@Israel) October 8, 2023
Beberapa saat kemudian, mantan perdana menteri Israel Naftali Bennett mengunggah ulang foto tersebut.
"Seluruh keluarga dibunuh dengan darah dingin," tulisnya. "Lihatlah wajah bahagia mereka. Cinta mereka. Semuanya dibunuh oleh teroris Hamas di kibbutz Nir Oz. Hanya karena mereka orang Yahudi."
Meskipun masih belum jelas apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Kedem di kediaman mereka, yang terletak satu setengah mil dari perbatasan dengan Gaza, foto dan kisah pembunuhan mereka telah dibagikan secara luas untuk menggambarkan kekejaman dan keganasan yang dilakukan Hamas terhadap Israel pada Sabtu 7 Oktober.
Menurut teman-temannya di Australia, keluarga tersebut bergegas ke ruang perlindungan ketika serangan Hamas dimulai dan kemudian mereka mengirim pesan WhatsApp.
"Hai teman-teman, kami masuk ke tempat perlindungan di rumah kami, kami semua baik-baik saja," demikian isi pesan tersebut.
Namun satu jam kemudian, Tamar berhenti membalas pesan dari Yishai dan Mor Lacob, teman-temannya di Sydney.
"Ini mulai menjadi sangat menakutkan," kata Mor Lacob kepada Sydney Morning Herald. "Kami mencoba meneleponnya, mengirim pesan padanya. Kami mencoba berbicara dengan orang-orang di sana," katanya.
Keluarga Mor Lacob mengatakan mereka kemudian diberitahu bahwa ruang persembunyian telah dibobol dan bahwa Tamar, Yonatan, Shachar, Arbel dan Omer tewas dibunuh.
Mor Lacob mengatakan temannya Tamar, seorang aktivis hak-hak perempuan dan pemimpin komunitas, akan dikenang karena kebaikannya dan rasa keadilan sosialnya.
"Dia adalah wanita yang istimewa," kata Mor Lacob kepada surat kabar tersebut. "Dia selalu peduli terhadap masyarakat miskin, selalu memastikan masyarakat kurang mampu mendapatkan kesempatan yang sama. Dia adalah contoh nyata dari nilai-nilai ini."
Cucu Akui Neneknya Dibunuh
Kisah mengerikan lainnya muncul dari kibbutz yang sama. Kibbutz sendiri merupakan tempat-tempat pemukiman kolektif di Israel dengan sistem kepemilikan bersama dan dengan struktur-struktur dasar demokratis.
Kerabat dari seorang perempuan yang belum disebutkan namanya mengaku bahwa nenek mereka telah dibunuh oleh kelompok militan pada Sabtu 7 Oktober, yang kemudian merekam momen kematiannya, dan mengunggahnya ke halaman Facebook-nya.
"Nenek saya, seorang penduduk kibbutz Nir Oz sepanjang hidupnya, dibunuh kemarin dalam pembunuhan brutal oleh seorang teroris di rumahnya," tulis cucunya, Mor Bayder di Facebook pada Minggu.
"Seorang teroris mendatanginya, membunuhnya, mengambil ponselnya, merekam kengeriannya, dan mempublikasikannya di Facebook-nya. Beginilah cara kami mengetahuinya."
Cucu perempuan lainnya, Yoav Shimoni, yang mengunjunginya dua pekan sebelumnya untuk merayakan Rosh Hashanah, mengatakan bahwa keluarga tersebut yakin dia menjadi sasaran karena kedekatan rumahnya dengan pagar perbatasan.
"Saya berasumsi dia adalah titik kontak pertama salah satu teroris yang menyusup," kata Shimoni kepada CNN. "Mereka kemudian masuk ke rumahnya, menembaknya, mengambil teleponnya, dan kemudian mengunggah video kematiannya di Facebook."
Dia menggambarkan neneknya sebagai seorang yang sangat bahagia, sangat percaya diri, dan optimistis serta selalu memikirkan keluarganya.
Advertisement
Dimensi Internasional
Kekejaman lain di dekat kibbutz Re’im dilaporkan di Facebook oleh Reut Karp. Dia mengatakan ayah anak-anaknya, Dvir Karp, juga dibunuh.
"Pada Minggu pukul 8.20, teroris memasuki rumah Dvir. Dia melemparkan kapak ke arah mereka. Dvir berusaha melindungi anak-anak, tapi dia dibunuh di depan mereka. Pacarnya juga mencoba melindungi, tapi mereka juga membunuhnya," tutur Reut.
Surat kabar Israel Haaretz melaporkan bahwa Hannah Ben-Artzi, seorang wanita berusia 69 tahun dari Kfar Aviv, Israel tengah, terbunuh oleh roket ketika mencoba membuka tempat perlindungan umum bagi mereka yang tidak memiliki shelter di rumah sendiri.
Dimensi internasional dari serangan Hamas terlihat dari banyaknya orang berkewarganegaraan ganda, yaitu warga Israel keturunan asing dan orang asing yang terjebak dalam pertumpahan darah.
Pemerintah Chile menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Itay Berdichevsky, seorang warga negara Israel berdarah Chile yang dibunuh bersama istrinya, Hadar. Pasangan tersebut, diyakini telah menempatkan anak kembar mereka yang berusia 10 bulan di tempat perlindungan tersembunyi ketika mereka mendengar para militan di depan pintu.
"Itay dan Hadar dibunuh secara brutal setelah berperang dengan gagah berani melawan teroris," sebut Duta Besar Israel untuk Kolombia Gali Dagan.
"Bayi-bayi yang telah sendirian selama lebih dari 12 jam berhasil diselamatkan. Bayangkan kengeriannya. Dua orang tua yang ketakutan melakukan segala cara untuk menyelamatkan anak-anak mereka, yang kini menjadi yatim piatu. Terberkatilah kenangan para pahlawan ini."
Hingga berita ini diturunkan, jumlah korban tewas di sisi Israel akibat serangan kelompok militan Hamas sejak Sabtu 7 Oktober mencapai setidaknya 1.300 orang. Sementara itu, serangan balasan Israel mencatatkan lebih dari 2.000 kematian warga Palestina.