Sukses

Perang Israel dan Hamas Sempat Picu Pasokan Air Gaza Disetop, Dipulihkan Sepekan Kemudian

Kondisi Gaza kian memprihatinkan akibat perang Israel dan Hamas, bahkan tempat-tempat penampungan yang dikelola PBB di wilayah tersebut dilaporkan kehabisan air. Senin 16 Oktober 2023 Israel dikabarkan membuka kembali pasokan air tersebut.

Liputan6.com, Jalur Gaza - Menteri Energi Israel Katz mengatakan pada Minggu 15 Oktober 2023 bahwa Israel melanjutkan pasokan air ke Gaza selatan, ketika satu juta orang telah dievakuasi dari bagian utara Jalur Gaza untuk menghindari serangan udara besar-besaran.

"Ini akan mendorong penduduk sipil ke (bagian) selatan Jalur Gaza," kata Katz dalam sebuah pernyataan, seminggu setelah Israel berhenti memasok air ke seluruh wilayah tersebut sebagai bagian dari “pengepungan total” terhadap wilayah kantong Palestina.

Menteri Katz mengatakan, seperti dikutip dari The Straits Times, Senin (16/10/2023), keputusan untuk melanjutkan pasokan air dilakukan setelah pembicaraan antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden.

Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan sebelumnya mengatakan bahwa Israel memberitahunya bahwa mereka akan kembali menyalurkan pasokan air di Gaza selatan.

"Saya telah menghubungi rekan-rekan Israel saya dalam satu jam terakhir dan melaporkan kepada saya bahwa mereka sebenarnya telah menyalakan kembali pipa air di Gaza selatan," kata Sullivan kepada CNN.

Pemerintah Kota Beni Suheila di Gaza selatan kemudian mengkonfirmasi bahwa pasokan air ke desa tersebut telah dilanjutkan.

Perang Israel dan Hamas menggelora pada pada 7 Oktober. Diawalli serangan Hamas yang kemudian dibalas Israel dengan kampanye udara melawan militan Hamas di Gaza, di mana lebih dari 1.400 orang tewas di Israel.

Serangan udara yang meluas telah menewaskan sedikitnya 2.450 orang di wilayah Palestina.

Diperkirakan satu juta orang telah mengungsi dalam tujuh hari pertama perang Israel vs Hamas di Gaza, kata badan PBB yang mendukung pengungsi Palestina pada hari Minggu.

"Jumlahnya kemungkinan akan lebih tinggi karena orang-orang terus meninggalkan rumah mereka," kata direktur komunikasi UNRWA Juliette Touma kepada AFP.

2 dari 4 halaman

Sempat Kehabisan Air, Kondisi Gaza Kian Memprihatinkan

Sebelumnya kondisi Gaza kian memprihatinkan, bahkan tempat-tempat penampungan yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di wilayah tersebut dilaporkan kehabisan air ketika ribuan orang memadati halaman rumah sakit terbesar di wilayah yang terkepung itu.

Rumah sakit kini menjadi tempat perlindungan terakhir dari serangan darat Israel.

Mengutip laporan VOA Indonesia, Senin (16/10/2023), para dokter dilaporkan kewalahan merawat para pasien yang mereka khawatirkan akan mati begitu generator kehabisan bahan bakar.

Warga sipil Palestina di seluruh Gaza, yang sudah terpukul oleh konflik selama bertahun-tahun, pada Minggu (15/10), berjuang untuk bertahan hidup dalam menghadapi operasi Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap wilayah itu. Operasi tersebut menyusul serangan militan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.300 warga Israel, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil.

Akibat perang Israel dan Hamas, sekitar setengah juta warga Gaza mengungsi di tempat-tempat penampungan PBB di seluruh wilayah dan kehabisan air, kata Juliette Touma, juru bicara badan pengungsi Palestina di PBB, yang dikenal dengan singkatan UNRWA.

"Gaza mulai kering," katanya, seraya menambahkan bahwa tim-tim PBB bahkan sampai menjatah air.

Touma mengatakan seperempat juta orang di Gaza pindah ke tempat penampungan selama 24 jam terakhir, yang sebagian besar adalah sekolah-sekolah PBB di mana “air bersih sebenarnya sudah habis,” kata Inas Hamdan, juru bicara UNRWA lainnya.

Di seluruh Gaza, keluarga-keluarga mendapat jatah persediaan air yang semakin menipis, dan banyak dari mereka terpaksa minum air kotor atau air payau.

"Saya sangat senang bisa menyikat gigi hari ini, dapatkah Anda bayangkan sejauh mana kita telah mencapainya?" kata Shaima al-Farra, di Khan Younis.

 

3 dari 4 halaman

Dokter Tak Bisa Evakuasi Pasien

Para dokter di zona evakuasi mengatakan mereka tidak dapat memindahkan pasien dengan aman, sehingga memutuskan tetap tinggal untuk merawat mereka.

"Kami tidak akan mengevakuasi rumah sakit meskipun hal itu mengorbankan nyawa kami," kata Dr. Hussam Abu Safiya, kepala pediatri di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahia.

Jika mereka pergi, tujuh bayi baru lahir di unit perawatan intensif akan meninggal, katanya. Kalaupun mereka bisa memindahkannya, tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi di wilayah pantai sepanjang 40 kilometer (25 mil) itu.

"Rumah sakit penuh," kata Abu Safiya. Arus warga yang terluka berdatangan setiap hari dengan anggota badan yang terputus dan luka yang mengancam jiwa, imbuh Safiya.

Dokter-dokter lain mengkhawatirkan nyawa pasien yang bergantung pada ventilator dan mereka yang menderita luka ledakan kompleks yang memerlukan perawatan sepanjang waktu. Para dokter khawatir seluruh fasilitas rumah sakit akan ditutup dan banyak orang akan meninggal karena persediaan bahan bakar untuk generator mereka hampir habis.

Pemantau kemanusiaan PBB memperkirakan hal ini bisa terjadi pada Senin (16/10).

 

4 dari 4 halaman

Berdesakan di Lapangan Terbuka Rumah Sakit

Di Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, jantung zona evakuasi, para pejabat medis memperkirakan setidaknya 35.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak berdesakan di lapangan terbuka, di lobi dan di lorong-lorong, dengan harapan lokasi tersebut akan memberi mereka perlindungan dari pertempuran.

"Situasi mereka sangat sulit," kata direktur rumah sakit Mohammed Abu Selmia. Ratusan orang yang terluka terus datang ke rumah sakit setiap hari, katanya.

Adapun Israel dikabarkan telah memutus aliran makanan, obat-obatan, air dan listrik ke Gaza. Selain itu juga dikabarkan menggempur lingkungan di sekitarnya dengan serangan udara dan memerintahkan sekitar 1 juta penduduk di wilayah utara untuk mengungsi ke selatan menjelang serangan yang direncanakan Israel. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 2.300 warga Palestina telah tewas sejak pertempuran meletus akhir pekan lalu, 7 Oktober.

Berkaca dari situasi tersebut, kelompok-kelompok bantuan menyerukan perlindungan bagi lebih dari 2 juta warga sipil di Gaza. Selain itu mereka juga mendesak dibuatnya koridor darurat untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.

"Perbedaannya dengan eskalasi ini adalah kami tidak mendapat bantuan medis dari luar, perbatasan ditutup, listrik padam, dan ini merupakan bahaya besar bagi pasien kami," kata Dr. Mohammed Qandeel, yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di daerah Khan Younis selatan.

 

Video Terkini