Sukses

Penampakan Warga Gaza Rela Antre Demi Air Usai Akses Diblokade Israel

Badan Pengungsi PBB untuk Palestina mengatakan air kini menjadi “masalah hidup dan mati” bagi orang-orang di Jalur Gaza setelah Israel menghentikan pasokan air.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengungsi PBB untuk Palestina mengatakan air kini menjadi “masalah hidup dan mati” bagi orang-orang di Jalur Gaza setelah Israel menghentikan pasokan air.

Dalam foto yang diambil oleh AFP menunjukkan warga Gaza rela antre demi mendapatkan pasokan air bersih, dikutip dari laman Al Jazeera, Senin (16/10/2023).

<p>Badan Pengungsi PBB untuk Palestina mengatakan air kini menjadi “masalah hidup dan mati” bagi orang-orang di Jalur Gaza setelah Israel menghentikan pasokan air (AFP).</p>

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mengatakan bahwa lebih dari dua juta orang kini berada dalam risiko karena kehabisan air.

"Ini sudah menjadi masalah hidup dan mati. Ini adalah suatu keharusan. Bahan bakar harus dikirim sekarang ke Gaza agar air tersedia bagi dua juta orang," kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini.

Tidak ada pasokan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Gaza selama seminggu ini, menurut badan tersebut.

Air bersih hampir habis di Jalur Gaza karena pabrik air dan jaringan air umum berhenti berfungsi.

Warga Palestina kini terpaksa menggunakan air kotor dari sumur, sehingga meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air.

Israel juga telah memberlakukan pemadaman listrik di Gaza yang berdampak pada pasokan air.

Sementara itu, ribuan orang telah pindah dari Gaza utara setelah Israel memerintahkan mereka untuk melakukan hal tersebut di tengah serangan udaranya.

"Kita perlu mengirimkan bahan bakar ke Gaza sekarang. Bahan bakar adalah satu-satunya cara bagi masyarakat untuk mendapatkan air minum yang aman. Jika tidak, banyak orang akan meninggal karena dehidrasi parah, termasuk anak-anak, orang tua, dan wanita. Air kini menjadi sumber kehidupan terakhir yang tersisa. Saya memohon agar pengepungan terhadap bantuan kemanusiaan segera dicabut," tambah Lazzarini.

2 dari 4 halaman

Israel Konfirmasi Hamas Menyandera 126 Orang

Juru bicara militer Israel Richard Hecht pada Minggu (15/10/2023) mengonfirmasi bahwa Hamas menyandera 126 orang. Sebelumnya, diperkirakan terdapat sekitar 150 tawanan Israel dan asing yang diculik dalam serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober.

Menurut para pejabat Israel, jumlah sandera yang diketahui telah dikurangi setelah sejumlah jenazah dari lokasi serangan Hamas di Israel selatan ditemukan dan diidentifikasi.

Di antara mereka yang disandera adalah jurnalis Israel Oded Lifshitz (83), yang diculik dari rumahnya di Kibbutz Nir Oz bersama rekannya Yocheved (85), yang disebut telah berkontribusi melalui kerjanya untuk perdamaian dan pengakuan hak-hak Palestina. Demikian seperti dilansir The Guardian, Senin (16/10).

Selama bertahun-tahun dia dilaporkan menulis untuk surat kabar sayap kiri Al Hamishmar dan pada tahun 1972 menjadi salah satu yang memimpin pembelaan terhadap penduduk Badui di Lembah Rafah yang diusir oleh otoritas pendudukan di Sinai.

Lifshitz disebut pula sebagai salah satu jurnalis pertama yang tiba di Sabra dan Shatila di Lebanon dan melaporkan pembantaian yang terjadi di kamp pengungsi Palestina di Beirut pada September 1982. Dalam beberapa tahun terakhir, dia menjadi sukarelawan untuk sebuah kelompok yang mengangkut pasien Palestina ke rumah sakit Israel dalam misi penyelamatan nyawa.

3 dari 4 halaman

Sandera termasuk Warga Negara Asing

Di antara mereka yang diyakini sebagai sandera adalah delapan warga negara Jerman, lima warga negara Amerika Serikat (AS), dua warga negara Meksiko, sejumlah warga Israel, dan hingga 10 warga negara Inggris.

Selama kunjungannya ke Israel dua hari lalu, pemimpin Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyampaikan kekhawatiran mengenai sandera yang merupakan warga negara Uni Eropa atau berkewarganegaraan ganda dan juga soal sekitar 1.000 warga negara Uni Eropa yang terjebak di Gaza.

Beberapa di antara warga Uni Eropa yang terjebak di Gaza bekerja dengan LSM dan lembaga pemerintah. Jumlah mereka belum diungkapkan dan meskipun terdapat diskusi di Brussel mengenai respons terkoordinasi, pengalaman menunjukkan bahwa setiap negara akan menggunakan upaya apapun yang mereka miliki untuk membebaskan warga negaranya.

Dikutip dari NBC News, Hamas melalui juru bicara sayap militernya Brigade Qassam, Abu Obeida, pada Senin (9/10) memperingatkan bahwa mereka akan membunuh satu sandera sipil setiap kali Israel menargetkan warga sipil di rumah mereka di Gaza tanpa peringatan.

4 dari 4 halaman

Israel Bersiap untuk Perang Tahap Selanjutnya

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu bersumpah untuk menghancurkan Hamas. 

Militer Israel mengatakan bahwa pasukannya bersiap melaksanakan berbagai rencana ofensif operasional di tengah meningkatnya ekspektasi akan adanya invasi darat ke Jalur Gaza.

"Pasukan Israel meningkatkan kesiapan operasional untuk tahap perang selanjutnya, dengan penekanan pada operasi darat yang signifikan," demikian pernyataan militer Israel seperti dilansir Politico.

Israel sebelumnya telah meminta warga Palestina untuk mengungsi ke selatan Jalur Gaza. Di daerah kantong tersebut, di mana kondisinya memburuk dan kematian akibat serangan udara Israel meningkat, warga sipil mengatakan mereka tidak aman berada di mana pun.

Di lain sisi, kelompok Hamas telah meminta mereka untuk mengabaikan pesan Israel.

Sementara itu, Axios yang mengutip pejabat AS dan Israel melaporkan bahwa Israel dan AS sedang mendiskusikan kemungkinan kunjungan Presiden Joe Biden ke Israel akhir pekan ini. Para pejabat Israel mengatakan Netanyahu mengundang Biden ke Israel melalui panggilan telepon mereka pada Sabtu (14/10).

Di Brussels, Uni Eropa memutuskan melipatgandakan bantuan kemanusiaannya ke Gaza ketika blok tersebut mendapat tekanan yang semakin besar untuk menerapkan kebijakan yang koheren mengenai krisis Israel-Gaza. Pendanaan kemanusiaan Uni Eropa ke Gaza disebut meningkat dari 25 juta euro menjadi 75 juta euro.