Sukses

Kisah Petugas Penyelamat di Gaza, Ketakutan Perang Israel dan Hamas hingga Kurang Tidur dan Makan

Ibrahim Hamdan, seorang petugas penyelamat asal Palestina membagikan kisahnya di tengah ketakutan dan kesibukan saat menyelamatkan korban di Gaza akibat perang Israel vs Hamas.

Liputan6.com, Gaza - Ibrahim Hamdan, seorang petugas penyelamat asal Palestina membagikan kisahnya di tengah ketakutan dan kesibukan saat menyelamatkan korban perang Israel dan Hamas di Gaza.

Ia bekerja untuk Departemen Darurat Sipil, Layanan Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan yang dioperasikan oleh Pemerintah Gaza, yang dikendalikan Hamas sejak merebut kekuasaan di daerah tersebut selama perang saudara singkat di Palestina pada tahun 2007.

Sejak Sabtu 7 Oktober 2023), Hamdan dan tim penyelamatnya terus berusaha menyelamatkan korban selamat akibat hantaman bom Israel di Gaza.

Serangan Israel ini dimulai sebagai respons terhadap aksi bersenjata kelompok militan Hamas, yang menerobos penghalang pada hari Sabtu untuk kemudian ratusan tentaranya menyerbu memasuki Israel dan menewaskan 1.200 tentara maupun warga sipil berdasarkan laporan militer Israel. 

Kini, Gaza menerima ledakan yang terdengar setiap beberapa menit dengan lebih dari 1.500 orang tewas, termasuk ratusan anak-anak. Pengeboman ini disebut sebagai yang paling intens yang pernah dilakukan oleh Israel dilansir CNA, Rabu (18/10/2023).

Gaza, yang dihuni oleh 2,3 juta orang, kini menjadi medan pertempuran dengan sedikit tempat untuk berlindung dan tidak ada tempat untuk lari. 

Dampak dari serangan Israel ini salah satunya adalah banyak bangunan di Gaza hancur, termasuk rumah-rumah warga sipil, membuat layanan penyelamatan kesulitan mencapai lokasi dengan cepat. 

Petugas penyelamat terhambat akibat jalanan berlubang akibat serangan atau bahkan oleh puing-puing bangunan. Para tetangga dikabarkan juga sering turut melakukan upaya penyelamatan awal dengan membuka bongkahan puing untuk mencari korban selamat maupun jenazah.

Sayangnya, dalam proses evakuasi tersebut, petugas mengalami kekurangan alat berat seperti penggali mekanis dan buldoser sehingga hanya mengandalkan sekop dan peralatan lain yang digunakan menggunakan tangan untuk membuka puing-puing bangunan

2 dari 4 halaman

Ibrahim Hamdan Terus Terbayang Keluarga Saat Bekerja

Ibrahim Hamdan, yang memiliki waktu sedikit untuk beristirahat, menerima sekitar 10 panggilan sehari dan kadang-kadang berlangsung selama berjam-jam.

Hamdan yang saat ini berusia 39 tahun bahkan terluka akibat jatuhnya puing-puing sehingga tangan kiri dan pergelangannya kini harus dibalut perban. Saat itu, ia tengah mengevakuasi dua jasad gadis yang tewas di reruntuhan rumah mereka di selatan kota Gaza pada hari Rabu. 

Ibrahim Hamdan mengaku ia terus bertahan dengan harapan menemukan lebih banyak orang yang selamat. 

Di tengah kesibukan penyelamatannya, keluarga terus membayangi pikiran Ibrahim Hamdan, "Saya tidak bisa berhenti memikirkan keempat putri saya sendiri," katanya

Meski terus menerima panggilan dan berusaha menyelamatkan korban, Hamdan hampir tidak punya waktu untuk tidur atau makan.

"Saya sangat ketakutan sehingga suatu saat saya akan mendapat panggilan untuk melakukan penyelamatan dan itu adalah keluarga saya," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Gemetar... Berpelukan...

Pada hari Rabu, empat pekerja medis Palestine Red Crecent atau Bulan Sabit Merah (BSM) Palestina tewas dalam dua insiden berbeda. Video dari BSM Palestina menunjukkan rekan-rekan mereka sontak gemetar menangis sambil berpelukan satu sama lain.

Di samping itu, serangan udara juga melukai anggota tim Hamdan akibat pecahnya kaca jendela ambulans di Khan Younis pada Sabtu.

Ashraf Al-Qidra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sebanyak 10 staf medis telah tewas dan 14 fasilitas kesehatan rusak, termasuk satu-satunya rumah sakit di Beit Hanoun di Gaza utara.

Sejauh ini belum ada tanggapan langsung dari angkatan bersenjata Israel terkait serangan terhadap tim penyelamat dan fasilitas kesehatan ini.

Sementara Gaza terus dilanda serangan, petugas penyelamat seperti Hamdan terus berjuang di tengah kelelahan dan ketakutan. 

Hamdan beserta 12 anggota timnya hampir tak memiliki waktu untuk sekedar makan atau menelepon keluarga. Mereka dikabarkan hanya dapat tidur kurang dari satu jam setiap harinya.

4 dari 4 halaman

Tim Selalu Waspada

Dalam perang sebelumnya, Israel dikabarkan sering memberikan pemberitahuan beberapa menit kepada penduduk di blok yang menjadi sasarannya sebelum melakukan serangan, tetapi warga Gaza mengatakan kali ini Israel tidak melakukannya. 

"Mereka merobohkan gedung-gedung tinggi yang menimpa penghuninya," kata Hamdan, yang telah berulang kali mengalami perang sejak menjadi penyelamat pemerintah Gaza pada tahun 2007.

"Kami selalu waspada. Ada pengeboman di mana-mana. Ada korban luka dan syahid di mana-mana. Jadi, jika saya bisa tidur satu jam, saya akan bahagia," kata Hamdan.

Melihat Israel dan Hamas yang telah berulang kali bentrok dengan serangan udara mengenai sasaran di Gaza, tim penyelamat kini memutuskan untuk beroperasi di luar sekolah, karena mereka meyakini bahwa sekolah lebih aman dari ancaman serangan Israel.Â