Liputan6.com, Gaza - Warga Gaza dan WNI yang tinggal di Gaza saat ini tidak dapat meninggalkan rumah mereka karena konflik berkepanjangan dengan Israel. Perang Israel vs Hamas telah berlangsung selama 11 hari, sejak 7 Oktober 2023.Â
Situasi di wilayah ini (Gaza) dilaporkan masih sangat tidak kondusif, dengan eskalasi antara pejuang Palestina dan militer Israel yang semakin meningkat.
Baca Juga
"Saya sudah menyampaikan kepada pemerintah Indonesia, sampaikan kepada Israel tolong jangan ganggu WNI," ujar Abdillah Onim dalam Liputan6 Update edisi Rabu (18 Oktober 2023).
Advertisement
"Saya sendiri tinggal atau bermukim di Gaza, sampai hari ini sejak hari pertama, sampai dengan 11 hari agresi ke Gaza, memang kota ini dijadikan sasaran. Jadi tidak bisa keluar dari rumah," lanjutnya.
"Saya dan istri mengedukasi ke anak bahwa ini adalah salah satu tantangan kalau kita tinggal di Palestina. Apa yang saya alami ini, apa yang dialami seluruh WNI di Gaza, sama dengan apa yang dialami warga Gaza."
Saat ini, Gaza dapat digambarkan sebagai "kota mati," dengan krisis yang melanda hampir di setiap sudut.Â
Bantuan dari luar belum diizinkan oleh Israel untuk masuk ke wilayah Jalur Gaza, sehingga masyarakat terjebak dalam keadaan sulit.
"Tak usah jauh-jauh berbicara soal warga Gaza, untuk WNI termasuk saya dan anak istri saja sudah 3 hari tidak ada makanan," ujar Onim.
"Terus bagaimana untuk makan dan juga minum? Kami bertahan hidup dengan mengonsumsi tomat yang sudah kami pasok 10 hari lalu, kami mengonsumsi timun yang sudah layu."
"Bahkan pasokan bahan makanan seperti telur dan beras sudah habis. Tapi alhamdulillah warga Gaza, mereka selalu peduli terhadap WNA dan menawarkan makanan, kami berbagi," pungkasnya.
Masih Ada 11 WNI di Gaza
Sejauh ini, 11 WNI masih berada di Gaza, dan upaya untuk evakuasi tengah dikoordinasikan dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri Indonesia dan kedutaan besar Indonesia di berbagai negara.
Namun, banyak warga Gaza menolak untuk dievakuasi karena merasa bahwa seluruh wilayah Gaza saat ini berisiko dan evakuasi tidak akan menjamin keselamatan.Â
"Sampai saat ini saya sampaikan bahwa sudah 10 hari warga Gaza tak ada makanan, saya tidak tahu mereka makan apa. Sudah 10 hari tidak ada air, saya tak tahu mereka minum apa," jelas Onim.
"Akan tetapi Alhamdulillah empat hari lalu saya dan teman-teman, masyarakat Indonesia dari Nusantara Palestina Center, kita pelan-pelan melakukan gerilya ke beberapa wilayah untuk cari toko atau warung yang belum dibom oleh Israel."
"Maksudnya jika menemukan warung atau toko yang belum di bom, kita ingin bernegosiasi untuk membeli makanan dan minuman untuk didistribusikan membantu warga lainnya."
"Tak hanya pasar yang dibom, tetapi pabrik roti, pabrik penggilingan gandum, pabrik air minum juga sudah di bom. Titik penting sudah di bom oleh Israel," tutupnya.
Advertisement
Susah Akses Makanan dan Minuman
Situasi makanan dan minuman di Gaza sangat memprihatinkan, dengan banyak orang yang tidak memiliki akses ke bahan makanan yang memadai.Â
Sejumlah konvoi bantuan telah mencoba untuk mencapai perbatasan Mesir, tetapi belum mendapatkan izin dari Israel untuk memasuki wilayah Gaza.
Situasi rumah sakit di Gaza semakin memburuk, dengan jenazah yang tak dapat segera dimakamkan dan sulit diidentifikasi.Â
Aktivis kemanusiaan, seperti Abdillah Onim, berupaya memberikan bantuan kepada warga Gaza, sambil berharap agar bantuan internasional segera tiba untuk membantu mengatasi krisis kemanusiaan ini.
"Yang urgent di Gaza adalah makanan siap santap dan air minum untuk saat ini. Karena mereka tidak bisa masak dan tak ada perlengkapan dapur karena semua rumah sudah hancur," terang Onim.
"Bahkan saat ini ada lebih dari 1.000 warga Gaza, jasadnya masih tertimbun di rumah atau gedung yang dihancurkan oleh pihak Israel."
"Situasi rumah sakit di Gaza saat ini, untuk memakamkan jenazah tak bisa dibawa ke pemakaman umum. Warga Gaza terpaksa menggali tanah di sekitar rumah mereka dan dimakamkan massal," lanjutnya.
Menurut informasi dari Kementerian Kesehatan setempat, korban jiwa telah mencapai lebih dari 3.200 warga Gaza, termasuk 1.000 anak-anak dan 7% dari mereka adalah warga sipil, termasuk lansia dan wanita. Selain itu, lebih dari 11.000 warga Jalur Gaza terluka akibat konflik ini.
Menteri Luar Negeri dan KBRI Sering Menanyakan Kabar
Belum ada perkiraan kapan gencatan senjata akan tercapai, dan serangan terus berlanjut. Pada malam sebelumnya, Selasa (17/10), sebuah rumah sakit di Kota Gaza menjadi target pengeboman yang menewaskan lebih dari 500 warga Gaza yang berada di dalamnya.
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan KBRI di berbagai negara, aktif berkomunikasi untuk memantau dan memberikan bantuan kepada WNI yang terjebak di Gaza.Â
"Hampir setiap hari ibu Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, aktif mengontak saya. Teman-teman Kemlu aktif menghubungi, teman-teman KBRI Lebanon, Kairo, dan Suriah juga aktif berkomunikasi untuk mengetahui keadaan WNI di Gaza," ujar Onim.
"Hari pertama hingga 3 hari lalu di Gaza, internet mati total, saat itu tak bisa komunikasi sama sekali. Bahkan sinyal provider juga sudah diputuskan oleh Israel. Namun sinyal mulai muncul beberapa hari kemudian walau sinyal tak terlalu bagus."
Kendati demikian, akses bantuan kemanusiaan yang lebih luas tetap menjadi prioritas agar warga Gaza dapat menerima makanan, air minum, dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan. Semua pihak berharap agar gencatan senjata segera tercapai untuk mengakhiri penderitaan di Gaza.
Advertisement