Sukses

Joe Biden Tak Ingin Membiarkan Hamas dan Putin Menang

Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, dia tidak akan membiarkan Hamas dan Putin menang.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, dia tidak akan membiarkan Hamas dan Putin menang.

"Amerika masih menjadi mercusuar bagi dunia," kata Joe Biden dalam pidato terbarunya dalam menceritakan tentang perjalanan rahasianya ke Ukraina melalui Polandia yang dilakukannya awal tahun ini untuk menunjukkan dukungan terhadap Zelensky dan Ukraina.

"Kita kini lebih kuat dari sebelumnya. Amerika Serikat masih menjadi mercusuar bagi dunia. Masih tetap," kata Biden dikutip dari BBC, Jumat (20/10/2023).

Joe Biden menekankan bahwa Amerika Serikat tidak bisa membiarkan politik yang penuh amarah dan partisan kecil menghalangi tanggung jawab AS sebagai bangsa yang besar.

"Saya tidak akan membiarkan Hamas dan Putin menang," katanya.

Presiden Joe Biden sebelumnya mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Hamas harus dilenyapkan dari muka bumi. Ia juga menginginkan agar Palestina segera merdeka.

“Perlu ada Otoritas Palestina. Perlu ada jalan menuju negara Palestina,” kata Biden dalam wawancara dalam program "60 Minutes" CBS.

Secara historis, Amerika Serikat adalah salah satu sekutu terbesar Israel, meskipun AS juga mendukung solusi dua negara, yang akan menciptakan negara Palestina terpisah di samping Israel, dikutip dari CNBC, Selasa (17/10/2023).

Selama beberapa dekade, kedua pihak telah berjuang untuk hidup berdampingan, salah satunya disebabkan oleh klaim yang tumpang tindih atas kota suci Yerusalem, yang dianggap oleh Palestina dan Israel sebagai ibu kota mereka.

Presiden AS telah mencoba merundingkan solusi dua negara di Timur Tengah dengan tingkat kemanjuran yang berbeda-beda.

Dalam wawancara tersebut, Biden mengatakan bahwa meskipun Hamas perlu dinetralisir, kelompok tersebut tidak “mewakili seluruh rakyat Palestina. Merupakan suatu kesalahan jika Israel menduduki Gaza lagi.”

Sebelumnya, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan juga menyerukan perlindungan terhadap warga sipil yang tidak bersalah.

"Banyak sekali warga Palestina yang tidak ada hubungannya dengan organisasi teroris brutal Hamas, mayoritas penduduk Gaza, mereka layak mendapatkan martabat. Mereka berhak mendapatkan keselamatan dan keamanan," katanya dalam sebuah wawancara.

2 dari 3 halaman

Israel: Hamas Harus Musnah Sampai ke Akarnya

Pejabat keamanan Israel mengisyaratkan kesiapan mereka untuk memulai invasi darat ke Gaza, yang menurut mereka akan jauh lebih komprehensif dan mematikan dibandingkan konflik sebelumnya dengan Hamas.

Saat mengunjungi pasukan di perbatasan Gaza pada Kamis (19/10/2023), Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant seperti dilansir The Guardian, mengatakan, "Sekarang Anda melihat Gaza dari kejauhan, segera Anda akan melihatnya dari dalam. Perintahnya akan datang."

"Saya ditugaskan memimpin menuju kemenangan," ujar Gallant kepada pasukan Israel. "Kita akan bertindak dengan tepat dan kuat, serta akan terus maju sampai kita memenuhi misi kita."

Segera setelah pernyataan Gallant, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyiarkan video dirinya bersama pasukan di dekat perbatasan, di mana dirinya juga menjanjikan kemenangan.

Menyusul serangan dahsyat Hamas pada Sabtu 7 Oktober yang menewaskan setidaknya 1.400 orang di Israel, negara itu telah memanggil 360.000 tentara cadangan dan mengumpulkan pasukan dalam jumlah besar di sekitar Gaza sembari memperkuat pertahanan di perbatasan utara terhadap kemungkinan serangan dari Hezbollah di Lebanon.

3 dari 3 halaman

Israel Mengklaim Tidak Alternatif Lain

Joe Biden, yang berkunjung ke Israel pada Rabu (18/10), menuturkan bahwa para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Israel telah membahas alternatif selain invasi darat masif ke Gaza, yang dipastikan akan menimbulkan korban sipil skala besar.

Lebih dari dari 3.000 warga sipil Palestina di wilayah kantong tersebut tewas akibat dibombardir Israel selama 12 hari terakhir.

Meski demikian, para pejabat Israel dilaporkan bersikeras bahwa mereka tidak punya pilihan selain melancarkan serangan besar-besaran, yang diberi sandi Operasi Pedang Besi.

Selama 16 tahun terakhir - sejak Hamas merebut kekuasaan di Gaza, Israel terlibat dalam tiga konflik signifikan dengan Hamas, namun mereka mengatakan operasinya saat itu bertujuan mengendalikan Hamas, bukan menghancurkannya.

Sementara sekarang, Israel menegaskan tekadnya untuk memusnahkan kelompok militan itu.

"Strateginya adalah membuat jarak yang lebih panjang antar konflik yang berbeda, namun itu gagal," ungkap seorang pejabat keamanan senior Israel. "Jadi, satu-satunya kesimpulan adalah kami harus masuk, membersihkannya dan melenyapkan Hamas dari akarnya, tidak hanya secara militer, tetapi juga ekonomi, dan pemerintahannya. Semuanya harus hilang."

"Itulah gagasannya sekarang dan kami sedang bersiap untuk itu," kata pejabat itu.

Dia memperingatkan, "Itu tidak akan terjadi dengan mudah dan tidak akan berlangsung dalam waktu singkat seperti yang kita inginkan sebagai warga Israel. Itu akan menjadi serangan yang berkepanjangan. Itu akan memakan waktu."

Ketika kekhawatiran akan terjadinya perang besar menyebar ke seluruh kawasan, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menuturkan, "Semua indikasi menunjukkan bahwa kondisi terburuk akan segera terjadi. Bencana ini akan mempunyai konsekuensi yang menyakitkan di masa-masa mendatang."

Upaya diplomasi, tambah Safadi, gagal menangkis konflik.