Sukses

Korea Utara Kecam Amerika Serikat Karena Pasok Rudal Jarak Jauh ke Ukraina

Presiden Volodymyr Zelensky pada Selasa (17/10), mengonfirmasi bahwa untuk pertama kalinya Ukraina menggunakan ATACMS. Rudal tersebut, kata dia, telah digunakan di medan perang melawan Rusia dan dieksekusi secara akurat.

Liputan6.com, Moskow - Korea Utara pada Sabtu (21/10/2023) mengecam Amerika Serikat (AS) karena memasok rudal balistik jarak jauh ATACMS ke Ukraina. Pyongyang menegaskan bahwa serangan apapun terhadap Rusia dengan rudal tersebut hanya akan menghambat upaya perdamaian.

"AS akhirnya mengirimkan sistem rudal darat-ke-darat ATACMS ke Ukraina meskipun ada kekhawatiran mendalam dan tentangan kuat dari komunitas internasional," kata Duta besar Korea Utara untuk Rusia Sin Hong-Chol dalam pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah KCNA, seperti dilansir Channel News Asia, Minggu (22/10).

"Serangan apapun terhadap wilayah dalam negeri Rusia, negara yang memiliki kekuatan nuklir, tidak akan membantu mengakhiri situasi di Ukraina atau penyelesaian damai seperti yang dianjurkan AS, namun akan menjadi katalis yang menempatkan seluruh Eropa ke dalam wadah pertikaian tanpa akhir dan memperpanjang perang."

Beberapa varian ATACMS dapat membawa bom cluster.

"Sistem ini memberikan kemampuan untuk menyerang target bernilai tinggi baik di titik maupun di area tertentu dengan tembakan presisi hingga jarak 300 km," ungkap Angkatan Darat AS dalam situs web-nya.

 

2 dari 3 halaman

Pengakuan Ukraina

 

Presiden Volodymyr Zelensky pada Selasa (17/10), mengonfirmasi bahwa untuk pertama kalinya Ukraina menggunakan ATACMS. Menurutnya, rudal tersebut telah digunakan di medan perang melawan Rusia dan dieksekusi secara akurat.

"Hari ini saya mengucapkan terima kasih khusus kepada AS," ujar Zelensky dalam pidatonya, seraya menambahkan bahwa rudal-rudal tersebut telah terbukti (kemampuannya), seperti dikutip AP Rabu (18/10).

AS menolak membahas pengiriman rudal tersebut secara terbuka, namun para pejabat yang mengetahui langkah itu mengonfirmasi bahwa kurang dari selusin rudal tiba di Ukraina dalam beberapa hari terakhir.

Kehadiran rudal balistik jarak jauh memberi Ukraina kemampuan penting untuk menyerang sasaran Rusia yang letaknya lebih jauh, sehingga memungkinkan pasukan Ukraina tetap aman di luar jangkauan.

 

 

 

3 dari 3 halaman

AS Tuduh Rusia Terima Bantuan Korea Utara dalam Skala Besar

Sementara itu, Gedung Putih pada Jumat (13/10) mengatakan, Korea Utara telah mengirimkan lebih dari 1.000 kontainer peralatan militer dan amunisi ke Rusia sebagai upaya mendukung negara itu dalam perang Ukraina.

Spekulasi mengenai kemungkinan Korea Utara mengisi ulang gudang amunisi Rusia yang terkuras akibat perang berkepanjangan menguat bulan lalu, ketika Kim Jong Un melawat ke Rusia. Dalam kunjungannya, dia tidak hanya bertemu dengan Presiden Vladimir Putin, namun juga mengunjungi sejumlah situs militer.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menuturkan bahwa AS yakin Kim Jong Un mengincar teknologi senjata canggih Rusia untuk meningkatkan program militer dan nuklir Korea Utara sebagai imbalan atas pengiriman amunisi.

Mendukung keyakinannya, Gedung Putih merilis gambar-gambar yang menunjukkan kontainer-kontainer itu dimuat ke kapal berbendera Rusia sebelum dipindahkan dengan kereta api ke barat daya Rusia. Menurut Gedung Putih, kontainer-kontainer tersebut dikirim antara 7 September-1 Oktober antara Najin, Korea Utara, dan Dunay, Rusia.

"Kami mengutuk Korea Utara karena menyediakan peralatan militer ini kepada Rusia, yang akan digunakan untuk menyerang kota-kota Ukraina dan membunuh warga sipil Ukraina," kata Kirby, seperti dikutip AP, Sabtu (14/10).

"Sebagai imbalan atas dukungan tersebut, kami menilai Korea Utara menginginkan bantuan militer dari Rusia termasuk pesawat tempur, rudal permukaan ke udara, kendaraan lapis baja, peralatan produksi rudal balistik, atau material lain dan teknologi canggih lainnya."

Kremlin pada Selasa (17/10), menolak tuduhan Barat bahwa Korea Utara memasok senjata dan amunisi ke Rusia. Hal tersebut ditegaskan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

"Bukan hanya intelijen Inggris, tapi juga intelijen AS. Mereka terus melaporkan hal ini sepanjang waktu, namun tidak memberikan bukti apapun," kata Peskov seperti dilansir kantor berita Interfax.

Peskov menekankan bahwa Rusia akan terus membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan Korea Utara berdasarkan rasa saling menghormati. Keduanya, kata dia, akan mengembangkan hubungan di semua bidang.

"Ini adalah hak kedaulatan kami dan kami rasa tidak ada orang yang berhak ikut campur dalam hal ini," ujar Peskov.

Video Terkini