Liputan6.com, Washington - Pentagon mengirimkan sejumlah penasihat militer, termasuk seorang jenderal dari korps marinir yang ahli dalam perang perkotaan, ke Israel untuk membantu perencanaan perang. Selain itu, Amerika Serikat (AS) juga mempercepat pengiriman sejumlah sistem pertahanan udara canggih jelang invasi darat ke Gaza.
Menurut seorang pejabat AS yang berbicara secara anonim, salah satu perwira yang memimpin bantuan tersebut adalah Letjen Korps Marinir James Glynn, yang sebelumnya membantu memimpin pasukan operasi khusus melawan ISIS dan bertugas di Fallujah, Irak, selama sejumlah perang perkotaan paling sengit di sana.
Baca Juga
Pejabat AS yang sama menyebutkan bahwa Glynn juga akan memberi nasihat tentang cara mengurangi korban sipil dalam perang perkotaan. Demikian seperti dilansir AP, Selasa (24/10/2023).
Advertisement
Penugasan Glynn ke Israel pertama kali dilaporkan oleh Axios.
Israel dilaporkan sedang mempersiapkan invasi skala besar di lingkungan di mana militan Hamas telah bertahun-tahun mempersiapkan jaringan terowongan dan memasang perangkap di seluruh blok perkotaan padat di utara Gaza.
"Glynn dan perwira militer lainnya yang menjadi penasihat Israel memiliki pengalaman yang sesuai dengan jenis operasi yang dilakukan Israel," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby pada Senin (23/10).
Pejabat AS lainnya yang menolak menyebutkan namanya menegaskan bahwa para penasihat militer tersebut tidak akan terlibat dalam perang Hamas Vs Israel.
Tim militer adalah salah satu dari banyak pihak yang bergerak cepat di Pentagon untuk mencoba mencegah konflik antara Israel dan Hamas yang sudah intens meluas. Mereka juga berusaha melindungi personel AS, yang dalam beberapa hari terakhir telah berulang kali diserang.
2 Kapal Induk di Lepas Pantai Israel
Pada Senin, garnisun militer AS di an-Tanf, Suriah, kembali diserang. Kali ini oleh dua drone.Â
Drone tersebut ditembak jatuh dan tidak ada korban luka yang dilaporkan. Ini adalah episode terbaru dari lebih dari setengah lusin kali dalam sepekan terakhir, di mana lokasi militer AS di Timur Tengah menjadi sasaran serangan roket atau drone pasca ledakan mematikan di sebuah rumah sakit di Gaza.
Kamis (19/10), kapal perusak USS Carney menembak jatuh empat rudal jelajah serangan darat yang diluncurkan dari Yaman, yang menurut Pentagon berpotensi mengarah ke Israel.
Sebagai tanggapannya, pada akhir pekan Pentagon mengumumkan pihaknya mengirim beberapa batalion sistem pertahanan rudal Patriot dan sistem Pertahanan Area Ketinggian Tinggi ke Timur Tengah, serta memosisikan kembali kelompok penyerang Eisenhower ke wilayah tanggung jawab Komando Pusat AS. Kapal tersebut sebelumnya sedang dalam perjalanan menuju Mediterania Timur.
Pergeseran ini berarti bahwa Angkatan Laut AS akan memiliki kelompok kapal induk di lepas pantai Israel, yakni kelompok kapal induk Ford dan Eisenhower, yang berpotensi bermanuver untuk membela pasukan AS dan Israel dari Laut Merah atau Teluk Oman.
"Kami akan terus melakukan apa yang perlu kami lakukan untuk melindungi dan melindungi pasukan kami dan mengambil semua tindakan yang diperlukan," kata Ryder. "Tidak seorang pun ingin melihat konflik regional yang lebih luas. Tapi kami tidak akan ragu untuk melindungi pasukan kami."
Advertisement
AS Sarankan Israel Tunda Invasi Darat
AS dikabarkan telah menyarankan para pejabat Israel mempertimbangkan penundaan invasi darat apapun, dengan mengatakan bahwa hal itu akan memberikan lebih banyak waktu yang memungkinkan AS bekerja sama dengan mitra regionalnya untuk membebaskan sandera. Belum jelas seberapa kuat argumen tersebut dapat menggerakkan pendirian Israel.
Teranyar melalui mediasi Qatar dan Mesir, Hamas membebaskan dua sandera warga negara Israel lanjut usia; Yokheved Lifshitz (85) dan Nurit Yitzhak (79) pada Senin malam. Mereka adalah sandera tahap kedua yang dibebaskan setelah Judith Tai Raanan (59) dan Natalie (17) yang menghirup udara bebas pada 20 Oktober.
Ketika ditanya di Gedung Putih pada Senin apakah AS akan mendukung kesepakatan gencatan senjata demi pembebasan sandera, Presiden Joe Biden menjawab, "Kita harus membebaskan para sandera dan kemudian kita dapat berbicara."