Liputan6.com, Jakarta - Puluhan ribu perempuan di Islandia, termasuk Perdana Menteri Katrin Jakobsdottir, menolak bekerja pada hari Selasa.
"Kvennafrí", atau hari libur perempuan, diadakan sebagai protes atas kesenjangan upah gender dan kekerasan berbasis gender.
Bidang-bidang yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan, seperti bidang kesehatan dan pendidikan, adalah bidang-bidang yang paling terkena dampaknya.
Advertisement
Pemogokan yang direncanakan ini menandai pemogokan perempuan sehari penuh yang pertama sejak tahun 1975, dikutip dari BBC, Selasa (24/10/2023).
Perempuan dan mereka yang mengkategorikan dirinya sebagai non-biner didesak untuk menolak pekerjaan berbayar dan tidak berbayar pada hari Selasa, termasuk pekerjaan rumah tangga.
“Saya tidak akan bekerja pada hari ini, karena saya berharap semua perempuan [dalam kabinet] akan melakukan hal yang sama,” kata Perdana Menteri Islandia, Jakobsdóttir, kepada situs mbl.is menjelang protes.
Jakobsdóttir mengatakan, pemerintahnya sedang mengkaji bagaimana profesi yang didominasi perempuan bisa dihargai, dibandingkan dengan bidang yang biasanya didominasi oleh laki-laki.
Menurut Persatuan Guru Islandia, perempuan merupakan mayoritas guru di setiap tingkat sistem pendidikan, termasuk 94% guru taman kanak-kanak.
Sekitar 80% pekerja di Rumah Sakit Universitas Nasional Islandia, yang terbesar di negara ini, adalah perempuan.
Urusan Kesetaraan Gender di Islandia
Islandia menduduki peringkat negara terbaik di dunia dalam hal kesetaraan gender oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) selama 14 tahun berturut-turut. Namun negara ini tidak sepenuhnya setara, WEF memberikan skor keseluruhan sebesar 91,2%.
Islandia merupakan negara yang menempati peringkat ke-14 di dunia dalam hal partisipasi ekonomi, di bawah negara-negara seperti Liberia, Jamaika, dan Norwegia.
Sekitar 90% tenaga kerja perempuan di Islandia melakukan pemogokan pada tahun 1975, untuk menyoroti pentingnya peran wanita bagi perekonomian.
Pemogokan tersebut mendorong parlemen negara tersebut untuk mengesahkan undang-undang upah yang setara pada tahun berikutnya.
Mantan presiden Islandia Vigdís Finnbogadóttir mengatakan kepada BBC pada tahun 2015 bahwa pemogokan tahun 1975 adalah "langkah pertama emansipasi perempuan di Islandia," yang membuka jalan baginya untuk menjadi perempuan pertama yang terpilih secara demokratis sebagai kepala negara di dunia pada tahun 1980.
Advertisement