Liputan6.com, Jakarta - Filipina menyampaikan klaim bahwa kapal penjaga pantai China dengan sengaja menabrak kapal mereka di Laut China Selatan.
Hal ini terjadi ketika hubungan yang memburuk antara sekutu AS di Asia Tenggara tersebut dan Beijing, dikutip dari Reuters, Selasa (24/10/2023).
Baca Juga
Kedua belah pihak saling lempar tuduhan setelah insiden sebelumnya pada Minggu (22/10) yang merupakan insiden paling serius yang pernah terjadi di perairan sekitar perairan dangkal Second Thomas, meskipun tidak ada yang terluka.
Advertisement
China mengatakan pada bahwa kapal-kapal Filipina bertabrakan dengan kapal penjaga pantainya dan kapal penangkap ikan Tiongkok yang sedang menangkap ikan di sana.
Pada Senin (23/10), Kedutaan Besar China di Manila mengatakan pihaknya telah mengajukan pernyataan tegas kepada Filipina atas pelanggaran tersebut dan meminta pemerintah Filipina untuk berhenti menyebabkan masalah dan provokasi di laut.
China juga meminta Filipina berhenti mencoreng reputasi Tiongkok dengan tuduhan yang tak berdasar.
Pejabat dari dewan keamanan nasional Filipina, penjaga pantai, kementerian luar negeri, kementerian pertahanan dan angkatan bersenjata mengutuk tindakan penjaga pantai Tiongkok.
Berpihak pada sekutunya, Amerika Serikat secara resmi menyatakan keprihatinannya dalam sebuah pernyataan yang menurut Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengabaikan fakta.
Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan, dalam panggilan telepon dengan rekannya dari Filipina Eduardo Ano pada hari Senin, menegaskan kembali dukungan AS untuk Manila setelah insiden tersebut, dan menyebut tindakan maritim Tiongkok “berbahaya dan melanggar hukum,” menurut Gedung Putih.
Filipina: China Langgar Hukum Internasional
Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro mengatakan dalam konferensi pers bahwa "Kapal Penjaga Pantai dan milisi maritim Tiongkok, yang secara terang-terangan melanggar hukum internasional, melecehkan dan dengan sengaja menyerang" kapal pasokan dan kapal penjaga pantai Manila.
"Ini adalah aktivitas serius dan ilegal yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok di Laut Filipina Barat dengan mengabaikan norma atau konvensi hukum internasional," kata Teodoro setelah menghadiri pertemuan keamanan yang diadakan oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Teodoro juga mengakui "dukungan sekutunya dan negara-negara yang berpikiran sama seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Jerman, Kanada, Belanda, Inggris dan Uni Eropa dalam mengutuk agresi dan tindakan ekspansionis Tiongkok."
Dia mengatakan, Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar China Huang Xilian untuk "mengecam tindakan pemerintah Tiongkok yang ceroboh dan ilegal."
Advertisement
Kedekatan AS-Filipina
Sejak Marcos berkuasa pada tahun 2022, Filipina berupaya menjalin hubungan yang lebih erat dengan sekutu lamanya, Amerika Serikat, sembari semakin banyak menyampaikan keluhan mengenai perilaku agresif Tiongkok.
Berbeda dengan sikap pemerintahan sebelumnya yang lebih pro-Tiongkok, pemerintahan Marcos telah mengajukan 122 protes diplomatik terhadap tindakan agresif Tiongkok di Laut China Selatan.
Insiden-insiden tersebut termasuk upaya untuk memblokir misi pasokan Filipina dan penggunaan meriam air pada 5 Agustus
Misi pasokan reguler ini ditujukan untuk segelintir tentara Filipina yang tinggal di kapal perang tua yang sengaja kandas di Second Thomas Shoal pada tahun 1999 untuk menegaskan klaim kedaulatan Manila.
China Bela Diri, Sebut Sudah Profesional dan Terkendali
Tiongkok pada Minggu (22/10) menggambarkan tindakan yang diambil oleh kapal penjaga pantainya sebagai tindakan yang "profesional dan terkendali" dan mengatakan kapal Filipina telah menyusup di perairan Renai.
Teodoro mengatakan, "Tiongkok tidak memiliki yurisdiksi atau wewenang atau hak untuk melakukan operasi apa pun di zona ekonomi eksklusif Filipina."
Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag menyimpulkan pada tahun 2016 bahwa klaim besar-besaran Beijing atas Laut China Selatan tidak berdasar. Tiongkok menegaskan tidak menerima klaim atau tindakan apa pun berdasarkan keputusan tersebut.
Advertisement