Sukses

Malaysia Punya Raja Baru, Sultan Ibrahim dari Johor Diangkat 34 Tahun Usai Era Sang Ayah

Malaysia punya raja baru. Penguasa Johor Sultan Ibrahim Sultan Iskandar diangkat menjadi Raja Malaysia. Ia akan dilantik pada 31 Januari 2024.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Malaysia punya raja baru. Penguasa Johor Sultan Ibrahim Sultan Iskandar diangkat menjadi Raja Malaysia. Ia akan dilantik pada 31 Januari 2024.

Naiknya Sultan Ibrahim dari Johor menjadi raja Malaysia, merupakan pertama kalinya setelah 34 tahun  pemerintahan sang ayah.

Pengumuman tersebut disampaikan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Keeper of the Royal Seal (Penjaga Stempel Kerajaan) Syed Danial Syed Ahmad pada Jumat (27/10/2023), setelah sembilan sultan negara itu bertemu di Conference of Rulers (Konferensi Penguasa) untuk memilih siapa di antara mereka yang akan menjadi kepala negara berikutnya, juga dikenal sebagai Yang di-Pertuan Agong (YDPA), untuk lima tahun ke depan.

"Dengan ini saya informasikan bahwa Konferensi Para Penguasa dalam Rapat (Khusus) ke-263 yang diselenggarakan di Istana Negara pada hari Jumat tanggal 27 Oktober 2023 telah sepakat untuk menyatakan bahwa Yang Mulia Sultan Ibrahim, Sultan Johor Darul Ta'zim, telah dipilih sebagai Yang Mulia Yang di-Pertuan Agong XVII untuk masa jabatan lima tahun terhitung sejak 31 Januari 2024," kata pernyataan Penjaga Stempel Kerajaan Syed Danial Syed Ahmad seperti dikutip dari Channel News Asia (CNA).

Pernyataan itu menambahkan bahwa Sultan Perak, Sultan Nazrin Muizzuddin Shah, akan diangkat menjadi wakil raja, juga untuk masa jabatan lima tahun terhitung mulai 31 Januari 2024.

Masa jabatan raja saat ini, penguasa Pahang Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, berakhir pada 30 Januari 2024.

Upacara penobatan Sultan Ibrahim sebagai Raja Malaysia diperkirakan akan digelar di kemudian hari.

2 dari 4 halaman

Mengikuti Tatanan Sistem Rotasi Unik Malaysia

Keputusan untuk memilih Sultan Ibrahim sebagai raja berikutnya mengikuti tatanan sistem rotasi unik Malaysia, di mana sembilan keluarga kerajaan di negara tersebut bergiliran memegang posisi tersebut. Sistem ini disetujui pada tahun 1957 ketika Malaya memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan Inggris.

Almarhum ayah Sultan Ibrahim, Sultan Iskandar Sultan Ismail, adalah penguasa Johor terakhir yang menjabat Yang di-Pertuan Agong antara tahun 1984-1989.

Raja pertama Malaysia saat itu adalah penguasa Negeri Sembilan Tuanku Abdul Rahman Almarhum Tuanku Muhammad. Wajahnya masih tertera di uang kertas Malaysia.

Raja saat ini Sultan Abdullah, yang merupakan raja Malaysia ke-16, naik takhta pada tahun 2019 pada usia 59 tahun.

Pendahulunya Sultan Muhammad V dari Kelantan turun takhta setelah dua tahun ia naik jabatan.

Pemerintahan Sultan Muhammad berakhir dengan cara yang kontroversial setelah beberapa media melaporkan bahwa ia menikahi ratu kecantikan Rusia Oksana Veovodina saat sedang cuti medis.

Laporan tersebut, yang mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa para penguasa lainnya merasa tidak nyaman dengan kemungkinan penobatan Voevodina sebagai ratu.​

3 dari 4 halaman

Penerus Sultan Abdullah

Mengutip MalayMail, Sultan Ibrahim menggantikan Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah dari Pahang yang menjabat sebagai Yang di-Pertuan Agong ke-16.

Ia naik takhta sebagai Raja negara tersebut selama lima tahun, terhitung sejak 31 Januari 2019.

Pemerintahan Al-Sultan Abdullah digambarkan sebagai periode penting karena ia menyaksikan ketidakstabilan politik selama pandemi COVID-19, yang menyebabkan tiga perdana menteri dan Parlemen gantung pertama dalam sejarah negara itu setelah pemilihan umum ke-15.

Parlemen gantung terjadi karena tak ada partai politik tunggal atau koalisi partai yang memperoleh jumlah kursi mayoritas absolut dalam parlemen.

Ini adalah pertama kalinya Penguasa Johor ditunjuk sebagai Yang di-Pertuan Agong selama lebih dari tiga dekade.

Almarhum mantan Penguasa Johor, Sultan Iskandar Ismail, menjabat sebagai Agong dari tahun 1984 hingga 1989.

Sultan Ibrahim sebelumnya ditawari untuk menggantikan Tuanku Abdul Halim Mu’adzam Shah dari Kedah pada tahun 2016, namun ia menolak dan mengizinkan Sultan Muhammad V dari Kelantan untuk mengambil rotasi tersebut.

4 dari 4 halaman

Bagaimana Cara Pengangkatan Raja Malaysia?

  • Yang di-Pertuan Agong (YDPA) Malaysia dipilih berdasarkan sistem rotasi unik antara sembilan penguasa
  • Tatanan pemilihan yang didirikan sejak kemerdekaan adalah Negeri Sembilan, Selangor, Perlis, Terengganu, Kedah, Kelantan, Pahang, Johor dan kemudian Perak
  • Gubernur Melaka, Penang, Sabah dan Sarawak – negara bagian tanpa rumah tangga kerajaan – tidak memiliki peran dalam memilih raja berikutnya.
  • Meski ada sistem rotasi, setiap raja tetap harus dipilih untuk diangkat dalam Konferensi Para Penguasa
  • Setiap sultan diberikan kertas suara dan diminta menunjukkan apakah raja pertama dalam daftar adalah pilihan yang cocok untuk menjadi raja
  • Jika nama pertama gagal memperoleh setidaknya lima suara, atau sultan tidak ingin menjadi raja, proses ini diulangi dengan nama berikutnya dalam daftar hingga seorang penguasa terpilih.
  • Masa jabatan setiap raja adalah lima tahun. Namun, masa jabatannya dapat dipersingkat jika sultan turun takhta karena alasan seperti kesehatan yang buruk, atau meninggal saat masih bertakhta.
  • Raja adalah simbol identitas yang kuat bagi orang Melayu di negaranya dan merupakan pelindung Islam di negara-negara yang tidak memiliki raja.
  • Raja juga mengawasi penunjukan penting di bidang politik dan peradilan, dan menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia.
  • Jika terjadi kebuntuan politik, konstitusi memberi raja kekuasaan untuk menunjuk seorang perdana menteri yang menurutnya dapat memperoleh suara mayoritas di antara anggota parlemen.
  • YDPA mempunyai keleluasaan penuh dalam menentukan apakah akan memberikan pengampunan kerajaan, atau pembebasan dini bagi penjahat yang dipenjara
  • Kediaman resmi YDPA adalah Istana Negara, atau National Palace, di Kuala Lumpur.