Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada Sabtu (28/10/2023) malam bahwa militer Israel tengah menjalankan perang tahap dua melawan Hamas dengan mengirimkan pasukan darat ke Gaza serta memperluas serangan darat, udara, dan laut.
Dengan mengklaim perang sebagai perjuangan demi kelangsungan hidup negaranya, Netanyahu memperingatkan bahwa serangan akan meningkat menjelang invasi darat yang luas ke Gaza.
Baca Juga
"Ada saat-saat di mana suatu negara menghadapi dua kemungkinan: melakukannya (perang) atau mati," ujar Netanyahu seperti dilansir AP, Minggu (29/10). "Kami sekarang menghadapi ujian itu dan saya yakin bagaimana itu akan berakhir, kami akan jadi pemenangnya. Kami akan melakukannya dan jadi pemenangnya."
Advertisement
Militer Israel merilis gambar buram yang menunjukkan kolom tank bergerak perlahan di daerah terbuka Gaza, banyak di antaranya berada di dekat perbatasan. Israel mengaku pula bahwa pesawat tempurnya mengebom puluhan terowongan dan bunker bawah tanah Hamas. Situs-situs bawah tanah itu disebut merupakan target utama Israel untuk menghancurkan Hamas pasca serangan mereka ke Israel pada 7 Oktober.
Eskalasi konflik meningkatkan tekanan domestik terhadap pemerintah Israel agar menjamin pembebasan sandera yang ditawan Hamas.
Anggota keluarga dari korban penyanderaan bertemu dengan Netanyahu pada Sabtu. Mereka menyatakan dukungannya terhadap pertukaran tahanan Palestina yang ditahan di Israel seperti yang diajukan Hamas.
Namun, skema tersebut sangat ditentang oleh militer Israel, yang menyebutnya teror psikologis.
Sementara itu, Netanyahu mengungkapkan dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional bahwa Israel bertekad memulangkan semua sandera. Dia menggarisbawahi bahwa perluasan operasi darat akan membantu misi itu.
Netanyahu pun mengaku bahwa dia tidak bisa mengungkapkan semua yang sedang dilakukan karena sensitivitas dan kerahasiaan upaya tersebut.
"Ini adalah perang tahap kedua, yang tujuannya jelas: menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dan memulangkan para sandera," kata Netanyahu.
Pria yang akrab disapa Bibi itu tidak membahas mengenai gencatan senjata. Namun, dalam pidatonya yang mengacu pada sejarah Yahudi dan konflik militer selama berabad-abad, dia menegaskan pandangannya bahwa masa depan Israel bergantung pada keberhasilannya melawan kekuatan musuh.
"Tentara kita yang heroik memiliki satu tujuan utama: menghancurkan musuh yang mematikan dan memastikan keberadaan kita di tanah kita," tutur Netanyahu.
Netanyahu juga mengakui bahwa bencana pada 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, memerlukan penyelidikan menyeluruh, termasuk terhadap dirinya.
Lebih dari 7.700 Warga Palestina di Gaza Tewas
Militer Israel mengatakan bahwa pihaknya secara bertahap memperluas operasi darat di Gaza, namun tidak menyebutnya sebagai invasi habis-habisan.
"Kami melanjutkan tahapan perang sesuai dengan rencana yang terorganisir," kata kepala juru bicara militer Laksamana Muda Daniel Hagari.
Komentar-komentar tersebut mengisyaratkan strategi eskalasi bertahap, bukan serangan besar-besaran dan berlebihan.
Pada awal perang, Israel mengumpulkan ratusan ribu tentara di sepanjang perbatasan. Hingga saat ini, pasukan telah melakukan serangan darat singkat setiap malam sebelum kembali ke Israel.
Militan Palestina sendiri dilaporkan masih terus menembakkan roket ke Israel, dengan sirene yang terus-menerus terdengar di Israel selatan sebagai pengingat ancaman tersebut.
Otoritas kesehatan Gaza menyebutkan bahwa jumlah korban tewas warga Palestina di Gaza meningkat pada Sabtu menjadi lebih dari 7.700 orang sejak perang dimulai, dengan 377 kematian dilaporkan sejak Jumat malam. Kebanyakan dari mereka yang tewas adalah perempuan dan anak di bawah umur.
Gangguan komunikasi, sebut otoritas kesehatan di Gaza, telah melumpuhkan total jaringan kesehatan. Warga tidak bisa memanggil ambulans, di mana tim darurat hanya mengejar suara serangan artileri dan serangan udara.
Diperkirakan 1.700 orang masih terjebak di bawah reruntuhan akibat serangan mengerikan Israel. Beberapa warga sipil bertindak mandiri menggunakan tangan kosong untuk menarik orang-orang yang terluka dari reruntuhan.
Advertisement
PBB Tidak Berdaya
"Bom ada di mana-mana, gedung berguncang," kata Hind al-Khudary, jurnalis di Gaza tengah dan salah satu dari sedikit orang yang memiliki layanan telepon seluler.
"Kami tidak dapat menghubungi siapapun ... Saya tidak tahu di mana keluarga saya berada."
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong rasa kemanusiaan pada semua pihak yang memiliki kekuatan untuk mengakhiri pertempuran saat ini di Gaza.
"Ada lebih banyak orang yang terluka setiap jamnya. Namun, ambulans tidak dapat menjangkau mereka saat komunikasi terputus. Kamar mayat penuh. Lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan dan anak-anak," ungkap WHO.
Lebih dari 1,4 juta orang di seluruh Gaza telah meninggalkan rumah mereka, hampir separuhnya berkumpul di sekolah-sekolah dan tempat penampungan PBB, menyusul peringatan berulang kali dari militer Israel bahwa mereka akan berada dalam bahaya jika tetap berada di utara Gaza.
Sejumlah besar warga belum mengungsi ke selatan, sebagian karena Israel juga membombardir sasaran di zona aman yang kondisinya semakin mengerikan. Persediaan makanan dan air hampir habis. Blokade total Israel sejak awal perang terbarunya dengan Hamas turut memutus akses listrik.
Para pekerja kemanusiaan memperingatkan bahwa aliran bantuan yang diizinkan Israel masuk dari Mesir dalam sepekan terakhir hanyalah sebagian kecil dari jumlah yang dibutuhkan. Rumah sakit di Gaza sangat membutuhkan bahan bakar untuk menjalankan generator darurat yang menggerakkan inkubator dan peralatan penyelamat jiwa lainnya.
Juru bicara Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Juliette Touma mengabarkan bahwa pihaknya telah kehilangan kontak dengan sebagian besar stafnya. Dia menegaskan bahwa mengoordinasikan upaya bantuan kini sangat menantang.