Sukses

Bisakah Industri Peternakan Ayam Membantu Menyelamatkan Iklim?

Peternakan ayam diperkirakan dapat menjadi kontributor signifikan dalam menjaga keseimbangan iklim global.

Liputan6.com, Jakarta - Stephane Dahirel tidak secara langsung mengatakan bahwa dengan memakan ayam, manusia dapat menyelamatkan planet ini. Namun, itulah pesannya saat ia membuka pintu gudang di peternakan intensifnya di Brittany, Prancis barat.

Di dalam gudang tersebut, terdapat sekitar 30.000 ekor ayam yang akan bertambah tiga kali lipat dalam waktu kurang dari sebulan. Ayam-ayam tersebut menghasilkan daging dengan jejak karbon yang minim.

"Tujuannya adalah menghasilkan daging terbaik dengan waktu produksi sesingkat mungkin, dan dengan penggunaan pakan seefisien mungkin," ungkap Dahirel.

Melansir dari Phys.org, Senin (4/12/2023), setiap tahun, Dahirel memproduksi dua juta ayam berwarna putih, sebagian besar untuk diolah menjadi nugget McDonald's. Ayam-ayam tersebut mencapai berat potongnya dalam waktu kurang dari separuh waktu yang diperlukan di peternakan tradisional.

Dalam 20 hari, berat ayam sudah mencapai satu kilogram, atau 20 kali lipat dari berat saat lahir. Ketika mereka dipanen pada usia 45 hari, beratnya akan mencapai lebih dari tiga kilogram.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization/FAO), ayam memiliki jejak karbon yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan daging jenis lainnya. Jejak karbonnya kurang dari setengah dari dua kilogram CO2 yang dihasilkan untuk satu kilogram daging babi, dan bahkan 30 kali lebih sedikit dibandingkan daging sapi.

2 dari 4 halaman

Memahami Peran Ayam dalam Jejak Karbon

Walaupun sapi mengeluarkan banyak gas metana yang dapat mempengaruhi pemanasan global, ayam hanya mengeluarkan sedikit gas metana. Faktanya, jumlahnya sebanding dengan produksi beras seperti yang dijelaskan oleh FAO, atau bahkan lebih sedikit jika dilakukan melalui metode pertanian intensif.

Stephane Dahirel menegaskan bahwa peternakan intensif adalah sistem yang paling efisien dan rasional untuk menghasilkan daging, baik dari segi ekonomi maupun ekologi.

Namun, ada juga kelemahan yang signifikan. Meskipun Dahirel mengklaim bahwa ayam-ayamnya memiliki emisi yang rendah, proses produksi biji-bijian untuk pakan mereka memerlukan lahan yang luas, penggunaan pupuk sintetis, dan pestisida.

Semua hal itu berdampak pada beragamnya kehidupan hayati dan mutu air. Memang benar bahwa pertumbuhan ganggang hijau di pesisir wilayah asal Dahirel di Brittany, sebagian disebabkan oleh produksi daging babi, unggas, dan susu yang intensif, telah menimbulkan kekhawatiran lingkungan dan terkait dengan beberapa kasus kematian.

3 dari 4 halaman

Optimalisasi Pilihan Protein Hewani

Selain itu, peternakan intensif juga berdampak pada kesejahteraan hewan.

Stephane Dahirel memelihara 20 ayam untuk setiap meter persegi, yang dipelihara di atas tandu yang menyerap kotorannya menggunakan serbuk kayu dan sekam soba.

Ayam yang mengalami sakit atau memiliki kondisi abnormal disingkirkan untuk mencegah masalah lebih lanjut dan untuk menjaga hasil akhir yang seragam, karena proses pemotongan hewan otomatis membutuhkan produk yang homogen.

Petani tersebut menjelaskan, "Meskipun ayam bukanlah mesin, kami berusaha menjaga homogenitas," sambil berdiri di beranda yang menghadap tiga gudangnya yang dilengkapi dengan panel surya.

Para ahli menyatakan bahwa meskipun ayam mungkin merupakan sumber protein hewani dengan emisi karbon yang optimal, hal tersebut tak selalu berarti optimal untuk alam.

4 dari 4 halaman

Tren Konsumsi Global dan Dampak Lingkungan

Pierre-Marie Aubert dari Institut untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Hubungan Internasional (Institute for Sustainable Development and International Relations/IDDRI) di Prancis mengatakan, "Jika kita hanya mempertimbangkan emisi CO2 per kilogram daging, kita mungkin akan cenderung beralih ke konsumsi ayam. Namun, menganggapnya sebagai solusi utama adalah sebuah kesalahan besar."

"Jika kita hanya fokus pada aspek karbon, banyak hal yang dapat menjadi kontraproduktif dalam jangka panjang bagi kita," tambah Aubert.

Aubert mengatakan bahwa adanya peningkatan drastis dalam konsumsi ayam dalam beberapa tahun terakhir, menjadikannya salah satu jenis daging paling populer di seluruh dunia. Hal tersebut terjadi tanpa ada tabu dalam agama dan budaya yang terkait dengan daging babi dan sapi.

Menurut Lucile Rogissart dari Institut Ekonomi Iklim (Institute for Climate Economics/I4CE), saat ini perhatian dunia cenderung terpusat pada emisi metana dari hewan ruminansia seperti sapi dan domba. Banyak orang beranggapan bahwa menggantikan daging sapi dengan ayam sudah cukup, tetapi sebenarnya, manusia perlu mengurangi konsumsi daging secara keseluruhan.