Liputan6.com, Oslo - Dalam rangka memperkuat kerja sama pembangunan internasional, Indonesia dan Norwegia memimpin aksi kolaborasi melalui penyelenggaraan Development Leaders Conference (DLC)Â ke-6 bersama Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD) dan Center for Global Development (CGD).
Acara yang berlangsung di Oslo pada 24-25 Oktober 2023, menjadi wadah diskusi penting bagi negara-negara anggota DAC (Developments Assistance Countries) dan negara donor baru (new emerging donors) yang mayoritas merupakan negara berkembang.
Baca Juga
Kepemimpinan Indonesia dalam pertemuan ini mencerminkan pengakuan internasional terhadap peran dan kontribusinya, sebagai new emerging donor atau negara donor baru yang mampu mendukung pembangunan internasional.Â
Advertisement
"Kesetaraan dalam kemitraan, saling menguntungkan, dan dialog untuk membangun rasa percaya adalah kunci untuk memajukan kerja sama pembangunan global," tegas Direktur Jenderal Siti Nugraha Maulidiah dalam sambutannya sebagai co-host sebagaimana dikutip dari pernyataan tertulis resmi Kedubes RI untuk Oslo, Kamis (2/11/2023).
Indonesia dan Norwegia, sebagai pihak yang memimpin dialog antar negara donor, membawa perspektif yang unik. Norwegia, sebagai anggota DAC, memberikan sudut pandang negara donor tradisional. Sementara Indonesia, sebagai negara donor baru, menyuarakan pandangan negara berkembang dan negara penerima donor dalam membangun kerja sama yang seimbang.
Sebagai co-host yang mewakili new emerging donors (negara donor baru)Â dan Global South, Indonesia menyoroti pentingnya intensifikasi dialog konstruktif antar negara, penguatan kemitraan global, serta perlunya inovasi pendanaan pembangunan.Â
Indonesia juga memandang perlunya penguatan partisipasi emerging donors (negara donor) serta negara berkembang penerima hibah untuk memberikan perspektif yang berimbang.
DLC Ke-6 dan Keterlibatan Indonesia
DLC menjadi forum pembahasan kolektif aktor pembangunan internasional merespon tantangan global.
Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan badan kerja sama pembangunan, lembaga pendanaan internasional, organisasi internasional, NGOs, dan think tank. Tak hanya itu, hadir pula Duta Besar RI untuk Norwegia, Teuku Faizasyah.Â
Dalam dua hari pertemuan, berbagai isu krusial dibahas antara lain sebagai berikut.Â
1. Peningkatan beban bagi negara berkembang untuk pembayaran bunga utang yang melemahkan pembiayaan pembangunan.
2. Pergeseran trend penyaluran official development assistance (ODA), dari program pengentasan kemiskinan ke isu perubahan iklim.
3. Dialog donor dan penerima bantuan membangun kepercayaan.Â
4. Pentingnya kesetaraan kemitraan (equal footing) guna meningkatkan ownership (kepemilikan) dari negara penerima bantuan.
Untuk memperluas diskusi dari sudut pandang negara berkembang, Indonesia mendorong peningkatan keterlibatan new emerging donor (negara donor) dan emerging market dalam pertemuan DLC ke-6 ini.
"Kita perlu untuk memperkuat kerja sama multi pihak dalam agenda pembangunan global untuk mengatasi disrupsi yang disebabkan oleh kontestasi politik kawasan dan membangun ketahanan bersama dalam menghadapi krisis di berbagai bidang," ungkap Dirjen Nining.
Advertisement
Peran Aktif Indonesia
Delegasi RI menjelaskan peran Indonesia dalam pelaksanaan Agenda 2030 untuk Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan) melalui Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) pada sesi "Opportunities and Challenges on Trilateral Cooperation" yang menekankan beberapa poin.
• Pentingnya demand driven (permintaan yang digerakkan), solidaritas, kesetaraan dalam kemitraan, country ownership (kepemilikan negara), dan pelibatan aktor kunci di tingkat lokal.
• Pentingnya dialog dan local wisdom (kearifan lokal) dalam pelaksanaan kerja sama pembangunan internasional guna meningkatkan keberhasilan dan keberlanjutan program.
• KSST memobilisasi dukungan dana, keahlian, dan teknologi untuk negara-negara berkembang dan kurang berkembang.
• KSST berperan penting dalam memajukan kerja sama multi pihak yang dapat menciptakan kerja sama yang inklusif.  Â
Selain itu, Indonesia dipercaya untuk menjadi tuan rumah DLC ke-7 yang rencananya akan diselenggarakan di Bali pada tanggal 12-13 Juni 2024 mendatang. Pada kesempatan tersebut, Indonesia akan terus mendorong diskusi tematik yang lebih seimbang dengan mengutamakan kepentingan negara-negara berkembang atau Global South.Â
Dengan demikian, Indonesia terus berperan aktif dalam memajukan kerja sama pembangunan internasional sejak masa awal kemerdekaannya, menjunjung tinggi semangat kerja sama Selatan-Selatan (KSS) yang dulunya dikenal sebagai Konferensi Asia-Afrika (1995) sebagai pondasi pembangunan kerja sama pembangunan antar negara berkembang.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kemlu RI Siti Nugraha Maulidiah saat Menyampaikan Pandangan
Tak hanya berkolaborasi dalam memimpin forum DLC Ke-6, Indonesia dan Norwegia bekerja sama dalam implementasi JETP.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi menyambut baik komitmen Norwegia sebesar USD 250 juta atau sekitar Rp3,7 triliun dalam rangka implementasi Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP) di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Retno usai melakukan pertemuan dalam format Joint Commission on Bilateral Cooperation (JCBC) bersama Menlu Norwegia Anniken Huitfeldt pada Senin (12/6/2023). Ini merupakan JCBC kelima Indonesia-Norwegia, di mana JCBC terakhir dilakukan di Bali pada tahun 2018.Â
Menurut Menlu Retno, JCBC membahas isu-isu bilateral, kawasan, dan kerja sama multilateral, termasuk tentang tingkat perdagangan kedua negara yang meningkat dua kali lipat pada tahun 2022.
Kedua negara, ungkap Menlu Retno, berkomitmen untuk terus mengimplementasikan Indonesia - European Free Trade Agreement (EFTA) CEPA.
"Indonesia mengajak Norwegia untuk meningkatkan investasi, baik di bidang pembangunan industri hilir maupun energi hijau," kata Menlu Retno dalam pernyataan pers virtual, Selasa (13/6).Â
Dalam pertemuan tersebut, turut dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) guna mendukung pengurangan emisi dari Forestry and Other LandUse (FOLU).
"Kerja sama ini sudah mulai berjalan dan akan sangat berguna untuk mendukung upaya Indonesia menurunkan emisi dari sektor kehutanan," tambahnya.Â
Advertisement