Liputan6.com, Jakarta - Seorang ibu dari anak yang divonis menderita congenital generalised hypertrichosis (CGH) atau sindrom manusia serigala kaget bukan main ketika mendapat surat dari Permaisuri Agong Tunku Azizah Aminah Maimunah Iskandariah.
“Rasanya seperti mimpi”, seru Theresa Guntin, dikutip dari laman dayakdaily, Kamis (2/11/2023).
Baca Juga
Dalam suratnya, Ratu Malaysia Agong Tunku Azizah Aminah Maimunah Iskandariah ingin mengadopsi putrinya yang berusia dua tahun, yaitu Missclyen.
Advertisement
Lahir dengan nama lengkap Missclyen Roland, anak perempuan ini dilahirkan dengan kondisi hipertrikosis umum kongenital (CGH), suatu kondisi yang sangat langka yang menyebabkan rambut berlebih di wajah dan tubuh bagian atas.
Kondisi ini juga dikenal sebagai 'sindrom manusia serigala'.
TVS mengabarkan, ibu dari anak istimewa tersebut mengungkapkan rasa terima kasihnya secara pribadidi Facebook setelah pesan permaisuri ditujukan kepadanya.
Bahkan, Ratu mengatakan bahwa ia akan menanggung biaya pendidikan dan pengobatan putri mereka.
Pada September tahun ini, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah dan Ratu k bertemu Missclyen selama kunjungan mereka.
Dalam pertemuan tersebut, pasangan kerajaan menyebut Missclyen sebagai 'anak syurga' (anak dari surga).
Menurut beberapa media, selain memiliki rambut di seluruh wajahnya, Missclyen juga lahir tanpa lubang hidung.
Missclyen adalah anak bungsu Theresa dan suaminya yang berasal dari Sangan, Tatau, di Bintulu.
Sindrom Otak Terkait COVID-19 Renggut Nyawa Anak-Anak Jepang
Di sisi lain, sejumlah anak-anak di Jepang mengalami sindrom otak akut setelah infeksi COVID-19. Kasus yang mereka alami adalah ensefalopati akut (acute encephalopathy).
Dilaporkan Kyodo News, survei Kementerian Kesehatan Jepang menemukan ada 34 kasus ensefalopati akut di kalangan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Kasus itu berasal dari Januari 2020 hingga Mei 2022.
Tim dari Kemenkes Jepang menyebut ada 31 pasien yang sebetulnya tidak punya penyakit penyerta yang memicu sindrom tersebut.
19 dari 31 anak-anak itu berhasil sembuh, namun empat meninggal dunia, dan delapan lainnya mengalami komplikasi. Dari delapan orang tersebut, lima mengidap dampak parah, seperti tidak sadarkan diri dan harus dirawat di kasur.
Gejala awalnya termasuk kejang-kejang. Setengah dari pasien mengalami hal tersebut. Gejala lainnya seperti masalah kesadaran dan cara bicara dan perilaku abnormal.
"Kami akan menyarankan untuk segera ke rumah sakit," ujar Junichi Takanashi, profesor neurologi pediatri di Tokyo Women's Medical University Yachiyo Medical Center.
Advertisement
Anak Sampai Kejang-kejang
Takanashi yang memimpin tim peneliti terkait isu ini berkata anak harus dibawa ke RS apabila kejang terkait demam tidak berhenti dalam 10 menit, atau terus-terusan kehilangan kesadaran, serta ada perilaku aneh.
Mayoritas pasien mengalami sindrom otak itu pada Januari 2022 atau setelahnya. Saat itu, strain Omicron dari COVID-19 sedang menyebar luas.
Meski demikian, tidak ada perbedaan besar antara anak pasien COVID-19 yang terkena sindrom itu pada sebelum atau sesudah 2022. Itu menunjukkan bahwa Omicron belum tentu membuat penyakit otak itu mudah berkembang.
Sindrom ini juga muncul di kalangan anak-anak yang terdampak influenza.