Liputan6.com, Jakarta - Saat serangan udara Israel terus melanda Jalur Gaza, gambar-gambar yang menggambarkan kehancuran dan penderitaan mencuat di seluruh dunia melalui media sosial.
Video para korban serangan termasuk para anak-anak yang diselamatkan dari reruntuhan dan orang tua yang meratapi kehilangan anak-anak mereka telah menyebar dengan luas.
Baca Juga
Dalam serangkaian penyerangan tanpa henti, setidaknya 13.300 warga Palestina telah kehilangan nyawa, yang kemudian menciptakan kedukaan pada sejumlah warga dunia.
Advertisement
Dari London, Noha el-Chaarani menyatakan bahwa dia menangis setidaknya tiga kali sehari melihat foto-foto mengerikan tersebut.
"Saya pikir kita semua telah jatuh ke dalam spiral depresi di mana Anda ingin membantu, tetapi Anda tidak dapat membantu. Ini (membuat saya merasa) bahwa umat manusia akan gagal dan rakyat Palestina sudah gagal," kata el-Chaarani dikutip Al Arabiya English, Sabtu (25/11/2023).
Dampak Pertama: Trauma Tidak Langsung dan Kelelahan Emosional
Di tengah informasi yang terus mengalir, psikolog memperingatkan tentang "kelelahan karena belas kasihan" yang dapat terjadi ketika orang terpapar berulang kali pada gambar-gambar traumatis. Hal ini dapat membuat seseorang terkena trauma tidak langsung.Â
Dr. Nayla Daou, seorang Psikolog Klinis dan Pendiri ClearMinds Center Dubai, menjelaskan bahwa kelelahan emosional dan fisik dapat muncul dari tekanan empati, di mana orang merasa terbebani oleh penderitaan orang lain yang mereka saksikan.
Seorang warga Mesir, Zeina Saleh, mengakui bahwa setiap malam dia merasa tidak berdaya dan cemas setelah menelusuri berita terbaru mengenai Gaza.
"Saya mencoba yang terbaik untuk tidak termakan oleh berita, tapi itu sangat sulit. Ini sangat menguras tenaga. Setiap malam saya mendapati diri saya hanya melihat berita dan merasa tidak enak dan tidak berdaya," katanya.
Empati, Rasa Cemas dan Respons Tubuh
Dalam situasi ini, psikolog tersebut menjelaskan, "Sebagai manusia, kita – dalam beberapa hal lebih dari yang lain – memiliki kemampuan bawaan untuk berempati dengan orang lain dan berduka atas mereka."
"Sangat wajar jika orang-orang yang tidak terkena dampak langsung kekerasan merasa tidak berdaya dan cemas. Menyaksikan kekerasan, bahkan melalui layar kaca, dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan tekanan," tambah Dr. Nayla Daou.
Dr. Fabian Saarloos, seorang Psikolog Klinis di German Neuroscience Center, menyoroti respons tubuh terhadap kelelahan emosional. Peningkatan adrenalin dan kortisol, serta reaksi fisik lainnya, dapat membuat individu merasa dalam siaga tinggi sehingga otak merespons dengan melepaskan emosi berupa kecemasan, kemarahan, atau kesedihan. Tak hanya itu, otak juga dapat merespons situasi ini sebagai trauma.
Advertisement
Dampak Kedua: Rasa Bersalah dan Disosiasi
Dr. Fabian Saarloos, seorang Psikolog Klinis di German Neuroscience Center menjelaskan bahwa rasa bersalah muncul karena kita merasa tidak merespons situasi tertentu dengan baik.
Contohnya ketika seseorang merasa tidak mampu untuk membantu korban di Gaza secara langsung.
Meski begitu, rasa bersalah ini dapat menjadi salah satu hal yang dapat mendorong seseorang untuk berkontribusi positif kepada orang lain, kata Dr. Saarloos.
"Bahkan bagi sebagian orang, kesulitan dan perjuangan yang dialami saat ini mungkin tidak sebanding dengan penderitaan yang mereka saksikan di berita," kata Dr. Nayla Daou, seorang Psikolog Klinis dan Pendiri ClearMinds Center Dubai.
Zeina Saleh menyatakan bahwa dia merasa kesulitan menjalani kehidupan sehari-hari karena merasa masalahnya kecil dibandingkan dengan penderitaan di Gaza.
"Sebagai seseorang yang memiliki kecemasan parah, saya kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Aku merasa semua masalah dan hidupku tidak penting saat ini. Hal ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. Saya merasa masalah saya sangat kecil," ungkap Saleh.
"Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan masyarakat di Gaza jika saya merasakan semua ini," tutur Saleh.
Strategi Mengatasi Kecemasan Usai Lihat Kondisi Gaza
Dr. Nayla Daou, seorang Psikolog Klinis dan Pendiri ClearMinds Center Dubai menyarankan dua strategi untuk mengatasi perasaan ini.
Â
Pertama, merasakan dan memvalidasi emosi dengan berbicara dengan terapis atau komunitas.
Kedua, menyadari bahwa kehidupan individu memiliki nilai yang sama dengan kehidupan orang lain, meskipun dalam konteks yang berbeda.
Â
Setelah melakukan validasi emosi yang dialami, seseorang kemudian dapat mencari cara yang layak untuk membantu, seperti dengan menyebarkan kesadaran atau berdonasi.
"Dengan cara ini, orang-orang beralih dari tekanan empatik ke kepedulian empatik," kata Dr. Daou.
"Meski mereka memiliki kehidupan yang lebih aman dan nyaman, namun kehidupan mereka sama pentingnya dan berkaitan dengan kehidupan orang lain di lingkungan mereka," kata Daou.
Perasaan bersalah dalam konteks ini menurut Dr. Fabian Saarloos, seorang Psikolog Klinis di German Neuroscience Center, adalah bagian dari kemanusiaan tetapi perlu untuk mengatasinya agar tidak memburuk. Individu tidak perlu memaksakan diri untuk menonton video korban serangan yang tengah terjadi ini jika dirasa terlalu mengganggu.
Advertisement
Strategi Mengatasi Dampak Emosional
Dalam menghadapi dampak emosional, kedua psikolog ini merekomendasikan debriefing dan refleksi, serta melakukan aktivitas fisik sebagai strategi mengatasi dampak emosional dari peristiwa traumatis tersebut.Â
"Debriefing dan refleksi adalah hal yang penting, bukan mengenai situasi traumatis itu sendiri, namun lebih pada dampaknya terhadap kita, bagaimana hal tersebut mempengaruhi perasaan dan pikiran kita, sehingga hal ini dapat dihibur, didukung, dan berpotensi diselesaikan; karena kita lebih kuat bersama-sama dibandingkan secara individu," kata Dr. Fabian Saarloos, seorang Psikolog Klinis di German Neuroscience Center.
Pembatasan paparan terhadap gambar dan video grafis juga dianggap penting untuk menghindari kelelahan emosional berlebihan.
"Saya sangat menekankan bahwa sangat penting untuk menyesuaikan diri dengan tubuh kita dan menghormati ketika kita merasa tertekan atau kewalahan dengan apa yang kita lihat. Ketika kita merasa seperti ini, istirahat dari berita sangatlah penting," kata pendiri ClearMinds Center, Dr. Daou.
"Letakkan perangkat Anda, tarik napas dalam-dalam, lakukan hal-hal yang membantu Anda tenang dan merasa seimbang. Masyarakat dapat memilih waktu-waktu tertentu dalam kesehariannya untuk mengikuti berita dan menghindari paparan terus-menerus," tambah Daou.
Strategi Coping Oleh Dr. Nayla Daou
Beberapa strategi coping (hal yang memungkinkan seseorang untuk menghadapi sesuatu yang sulit lain) lain yang dibagikan oleh Dr. Nayla Daou adalah sebagai berikut.
- Hindari terus-menerus menonton video yang memicu cemas. Anda dapat membaca berita sebagai alternatif, yang mungkin tidak terlalu menimbulkan rasa cemas dibandingkan menonton video.
- Perhatikan tanda-tanda perubahan fisik pada tubuh Anda, seperti jantung berdebar kencang, wajah memerah, perubahan pernapasan, dan sebagainya.
- Lakukan hal-hal yang menenangkan saat Anda merasa mulai 'terbebani'.
- Tetap terhubung dengan orang lain dan katakan apa yang Anda rasakan tentang kejadian tersebut.
- Tetapkan harapan yang realistis bahwa Anda sendiri tidak dapat mengubah keadaan. Fokuslah pada hal-hal yang dapat Anda ubah dalam hidup Anda dan komunitas Anda.
- Cari layanan konseling atau kelompok pendukung.
- Lakukan aktivitas dan rutinitas harian pribadi Anda yang dapat membantu untuk tetap tenang.
Advertisement