Liputan6.com, Gaza - Serangan Israel terhadap konvoi ambulans di depan Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza menewaskan 15 orang. Hal tersebut dikonfirmasi otoritas kesehatan Gaza.
"Lima belas orang tewas dan 60 lainnya luka-luka dalam serangan udara Israel terhadap ambulans yang digunakan untuk mengevakuasi korban luka dari Gaza utara yang terkepung pada Jumat (3/11/2023)," kata otoritas kesehatan Gaza, seperti dilansir The Guardian, Sabtu (4/11).
Baca Juga
Juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qidra mengatakan bahwa Israel telah menargetkan konvoi ambulans di lebih dari satu lokasi, termasuk di Lapangan Ansar.
Advertisement
Militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka mengebom ambulans yang mereka klaim digunakan oleh Hamas. Mereka tidak menyebutkan di mana serangan udara itu terjadi.
"Sebuah pesawat pasukan pertahanan Israel (IDF) menyerang ambulans yang diidentifikasi digunakan oleh sel teroris Hamas di dekat posisi mereka di zona pertempuran," sebut pernyataan militer Israel, seperti dikutip BBC.
Mereka juga mengklaim bahwa sejumlah militan Hamas terbunuh dalam serangan. Selain itu, Israel menuduh Hamas memindahkan militan dan senjata mereka dengan ambulans. Namun, sejauh ini mereka belum menyajikan bukti mengenai hal ini.
"Kami menekankan bahwa daerah ini adalah zona pertempuran. Warga sipil di daerah tersebut berulang kali diminta untuk mengungsi ke arah selatan demi keselamatan mereka sendiri," ungkap militer Israel.​
Pejabat Hamas Izzat El Reshiq mengatakan tuduhan Israel tersebut tidak berdasar.
Otoritas kesehatan Gaza mengumumkan bahwa total warga Palestina yang tewas sejak dimulainya perang Hamas Vs Israel pada 7 Oktober adalah 9.227 orang, di mana 3.826 di antaranya adalah anak-anak.
PBB: Tidak Ada Tempat yang Aman di Gaza
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan ratusan ribu warga Palestina yang berlindung di fasilitas-fasilitas PBB di Gaza bahwa mereka tidak dapat menjamin keamanan dari serangan Israel.
"Lebih dari 50 fasilitas PBB terdampak konflik, termasuk lima serangan langsung," kata Thomas White, direktur urusan UNRWA, dari basis logistik di Rafah.
Lebih dari 1,5 juta orang kini mengungsi di Gaza dan hampir 600.000 orang mengungsi di tempat penampungan yang dikelola oleh badan PBB tersebut.
"Meskipun orang-orang berlindung di bawah bendera PBB dan mencari perlindungan berdasarkan hukum kemanusiaan internasional, kenyataannya adalah kita bahkan tidak dapat memberikan mereka keamanan di bawah bendera PBB," ujar White.
Dia bahkan mengungkapkan bahwa 38 orang tewas di tempat penampungan PBB dan dia khawatir jumlah itu akan bertambah secara signifikan.
"Mari kita perjelas, saat ini tidak ada tempat yang aman di Gaza," tegasnya.
Setidaknya 72 staf UNRWA telah terbunuh di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.
"Ini adalah jumlah tertinggi pekerja bantuan PBB yang tewas akibat konflik dalam waktu singkat," tutur White.
Advertisement
UNRWA Tidak Dapat Beroperasi
Kepala Badan Bantuan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths menyebutkan UNRWA, yang menyediakan sumber daya kemanusiaan di Jalur Gaza, praktis gulung tikar.
"UNRWA – yang merupakan benteng, jaring pengaman, penyangga bagi banyak warga Gaza selama bertahun-tahun – kini praktis tidak beroperasi," tulis Griffiths di platform X alias Twitter.
"@UNRWA, the bulwark, the safety net, the buffer of so many people of Gaza for so many years is practically out of business" - OCHA Chief, Martin Griffiths pic.twitter.com/GwAcgfjcZ1
— UN News (@UN_News_Centre) November 3, 2023
Dalam pengarahan di hadapan anggota PBB di New York, Griffiths mengenang korban tewas baik di sisi Israel maupun Palestina. Khusus Gaza dia memberikan pesan khusus, "Jumlah (korban tewas) sebenarnya baru akan diketahui setelah semua puing-puing di Gaza dibersihkan."
Tidak luput, Griffiths memberikan penghormatan pula kepada sedikitnya 72 staf UNRWA yang tewas selama perang Hamas Vs Israel. Apa yang terjadi selama 29 hari terakhir, kata Griffiths, menggambarkan kerusakan pada hati nurani kolektif.​