Sukses

Sudah 10.022 Warga Palestina di Gaza Tewas Akibat Serangan Israel Sejak 7 Oktober, 4.104 di Antaranya Anak-anak

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 tidak serta-merta membenarkan "hukuman kolektif" terhadap rakyat Palestina.

Liputan6.com, Gaza - Otoritas kesehatan Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas, mengumumkan pada Senin (6/11/2023) bahwa total 10.022 warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober. Di antara jumlah itu, 4.104 adalah anak-anak.

Perang Hamas Vs Israel terbaru dimulai sejak serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober. Sedikitnya 1.400 orang dilaporkan tewas dan setidaknya 240 orang disandera dalam serangan tersebut.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa serangan Hamas tidak serta-merta membenarkan "hukuman kolektif" terhadap rakyat Palestina.

Menurut laporan BBC, angka kematian terbaru muncul setelah serangan intens Israel pada malam hari, di mana mereka mengaku menyerang ratusan sasaran termasuk lokasi yang mereka sebut kompleks militer Hamas.

Sementara itu, Yordania dan Israel mengumumkan pengiriman pasokan medis darurat melalui udara ke rumah sakit lapangan di Jalur Gaza.

"Personel angkatan udara kami yang tak kenal takut mengirimkan bantuan medis darurat ke rumah sakit lapangan Yordania di Gaza pada tengah malam. Ini adalah tugas kita untuk membantu saudara-saudari kita yang terluka dalam perang di Gaza. Kami akan selalu ada untuk saudara-saudara Palestina kami," ungkap Raja Abdullah II dari Yordania via platform X alias Twitter.

Rumah sakit lapangan itu telah dioperasikan Kerajaan Yordania sejak tahun 2009.

Militer Israel dalam pernyataannya pada Senin mengakui bahwa mereka telah berkoordinasi dengan Yordania mengenai pengiriman bantuan, yang menurut mereka juga termasuk makanan.

"Peralatan tersebut akan digunakan oleh staf medis untuk pasien," sebut militer Israel, seperti dilansir Al Jazeera.

Bulan lalu, Arab News, yang mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa rumah sakit lapangan Yordania menghadapi ancaman nyata dan kemungkinan akan segera berhenti beroperasi karena kurangnya pasokan di tengah pengeboman Israel.

Pada Minggu (5/11), pimpinan 18 badan PBB dan LSM mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam pengepungan Gaza sebagai hal yang tidak dapat diterima dan menyerukan agar bantuan disalurkan dengan aman, cepat, dan dalam skala yang dibutuhkan.

Yordania, seperti negara-negara Arab lainnya, mengutuk keras pembantaian Israel di Gaza. Pekan lalu, mereka memanggil pulang duta besarnya untuk Israel setelah menuduh negara tersebut menciptakan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.

2 dari 3 halaman

Suara Hati Keluarga Korban Penyanderaan Hamas

Dalam perkembangan lain terkait sandera, pihak keluarga mereka yang ditawan Hamas menyerukan agar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberikan konsesi yang signifikan untuk menjamin kerabat mereka.

Netanyahu sebelumnya mengungkapkan kepada mereka bahwa membebaskan sandera adalah salah satu misi perang melawan Hamas di Gaza. Namun, sejauh ini dia dilaporkan tidak menegaskan bahwa pembebasan sandera adalah prioritas di atas tujuan militer untuk menghancurkan Hamas.

Kemarahan publik di Israel dilaporkan meningkat terhadap respons pemerintah dalam menangani pembebasan sandera.

Lusinan aksi unjuk rasa diadakan di seluruh negeri pada Sabtu (4/11) untuk mendesak pembebasan para sandera. Beberapa kerabat mengatakan mereka menyukai kesepakatan yang mungkin melibatkan pembebasan seluruh tahanan Palestina yang ditahan di Israel, sebuah tuntutan yang berulang kali disuarakan Hamas. Yang lain bicara tentang konsesi yang signifikan.

Maya Moshe menuturkan bahwa Hamas membunuh ayahnya, Said (75), dan menculik ibunya, Adina (72), di kibbutz Nir Oz.

Pasangan lansia tersebut bersembunyi di ruang aman rumah mereka, tutur Moshe, dan ayahnya ditembak melalui pintu ketika para penyerang mencoba menerobos masuk. Sebuah klip video kemudian muncul, yang disebut menunjukkan ibunya dibawa ke Gaza dengan sepeda motor.

"Saya tidak bisa melakukan apapun sekarang untuk ayah saya, tetapi saya harus melakukan semua yang saya bisa untuk ibu saya dan semua sandera lainnya. Sebagai sebuah negara, kita tidak bisa membiarkan orang-orang ini tidak kembali," katanya, seperti dikutip dari The Guardian.

"Pemerintah Israel harus memulai negosiasi serius dengan Hamas. Mereka adalah monster dan telah melakukan kejahatan yang mengerikan tetapi tidak ada pilihan lain."

Shai Wenkert (51), yang putranya Omer (22) diculik oleh Hamas mengisahkan bahwa dia bertemu Netanyahu sepekan setelah penculikan dan dijanjikan bahwa membebaskan para sandera adalah salah satu misi perang.

"Itu sulit. Saya bukan politikus atau tentara. Saya percaya IDF (Pasukan Pertahanan Israel). Tapi kita perlu mengeluarkan mereka. Tanggung jawab pemerintah adalah memulangkan mereka," kata Wenkert.

"Saya seorang ayah dan warga negara dan saya ingin anak saya kembali. Sudah sebulan. Saya berharap Hamas menjaga dia tetap hidup. Bagi saya semuanya bisa dinegosiasikan. Saya ingin anak saya dan semua sandera kembali."

3 dari 3 halaman

Tidak Ada Gencatan Senjata Tanpa Pembebasan Sandera

Para pejabat pemerintah dan militer Israel berpendapat bahwa serangan ke Gaza akan meningkatkan tekanan terhadap Hamas untuk menyerahkan para tawanan, namun hanya empat sandera yang telah dibebaskan meskipun terjadi pengeboman, serangan darat, dan kematian lebih dari 10.000 orang selama berminggu-minggu di Gaza.

Adapun seorang sandera berhasil diselamatkan militer Israel.

Negosiasi antara Israel dan Hamas bukan tidak pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2011, Netanyahu setuju membebaskan 1.027 tahanan dengan imbalan satu tentara Israel yang ditangkap Hamas lima tahun sebelumnya. Orang-orang yang dibebaskan termasuk beberapa orang yang kini disalahkan atas serangan 7 Oktober.

Gershon Baskin, seorang warga sipil Israel yang membantu merundingkan kesepakatan tersebut, meyakini telah terjadi perubahan dramatis dalam opini publik di Israel.

"Hampir terdapat kesepakatan bahwa prioritasnya adalah membubarkan Hamas, untuk menghilangkan segala ancaman terhadap Israel, namun kini semakin banyak suara yang kita dengar yang mengatakan bahwa negara mempunyai tanggung jawab moral untuk memulangkan semua (sandera)," ungkap Baskin, yang merupakan direktur Organisasi Komunitas Internasional untuk Timur Tengah.

Desakan agar Netanyahu mundur pun tidak terelakkan. Polisi menahan sejumlah pengunjuk rasa di luar kediaman resmi Netanyahu di Yerusalem pada Sabtu, di mana massa meneriakkan "Penjarakan sekarang!".

Protes tersebut bertepatan dengan jajak pendapat yang menunjukkan bahwa lebih dari tiga per empat warga Israel percaya Netanyahu harus mengundurkan diri.

Pada Minggu, Netanyahu menyebutkan, "Tidak akan ada gencatan senjata tanpa kembalinya para sandera. Kami mengatakan ini kepada teman-teman kami dan musuh-musuh kami. Kami akan melanjutkannya sampai kami mengalahkan mereka."

Para ahli menilai bahwa tujuan menghancurkan Hamas mungkin tidak sejalan dengan pembebasan lebih dari 200 sandera, sementara beberapa pejabat militer Israel secara pribadi mengakui bahwa kesepakatan yang sangat menyakitkan mungkin harus dilakukan.

Qatar, yang telah menjadi perantara utama antara Hamas dan pemerintah asing yang mengupayakan pembebasan warganya yang disandera, memperingatkan pada Sabtu bahwa pengeboman yang terus berlanjut di Gaza mempersulit upayanya.