Liputan6.com, Gaza - Pemimpin senior Hamas menolak mengakui bahwa kelompoknya membunuh warga sipil di Israel dan mengklaim hanya tentara dan wajib militer yang menjadi sasaran. Moussa Abu Marzouk mengatakan kepada BBC bahwa perempuan, anak-anak, dan warga sipil dikecualikan dari serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Klaimnya, menurut BBC, sangat kontras dengan banyaknya video yang menunjukkan militan Hamas menembaki orang dewasa dan anak-anak yang tidak bersenjata. Israel mencatat lebih dari 1.400 orang dibunuh oleh Hamas dalam serangan tersebut, di mana kebanyakan dari mereka adalah warga sipil.
Baca Juga
Marzouk, wakil pemimpin politik Hamas diwawancarai pada Sabtu (4/11/2023) di Teluk. Dia adalah anggota paling senior yang berbicara kepada BBC sejak serangan mematikan itu.
Advertisement
Mengenai sejumlah sandera yang ditahan di Gaza, Marzouk menuturkan bahwa mereka tidak dapat dibebaskan sementara Israel tidak berhenti membombardir Gaza.
"Kami akan membebaskan mereka. Namun, kita harus menghentikan pertempuran," katanya seperti dilansir BBC, Selasa (7/11).
Otoritas kesehatan Gaza pada Senin mengumumkan bahwa 10.022 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan balasan Israel sejak 7 Oktober.
Marzouk baru-baru ini melakukan perjalanan ke Moskow, Rusia, untuk membahas delapan sandera berkewarganegaraan ganda Rusia-Israel.
Dia mengatakan anggota Hamas di Gaza telah mencari dan menemukan dua sandera perempuan dari Rusia, namun tidak dapat membebaskan mereka karena gempuran Israel yang intens.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa tidak seluruh sandera berada di tangan Hamas, beberapa ditawan kelompok bersenjata lainnya. Selain itu, dikabarkan pula bahwa Hamas hanya akan membebaskan sandera non-Israel.
"Jika Israel menghentikan pertempuran, kami dapat menyerahkan mereka ke palang merah," ungkap Marzouk.
Â
Misteri Serangan Hamas 7 Oktober
Marzouk mengaku bahwa pemimpin sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, Mohamed el-Deif, telah memerintahkan anak buahnya untuk menyelamatkan warga sipil dalam serangan 7 Oktober.
"El-Deif dengan jelas mengatakan kepada pasukannya 'jangan bunuh wanita, jangan bunuh anak kecil, dan jangan bunuh orang tua'," kata Marzouk.
Ketika ditanya apakah sayap politik Hamas mengetahui persiapan serangan 7 Oktober, Marzouk mengungkapkan, "Sayap bersenjata tidak perlu berkonsultasi dengan pimpinan politik. Tidak perlu."
Sayap politik Hamas, yang berbasis di Qatar, sering kali menampilkan dirinya jauh dari kekuatan militer di Gaza.
Pemerintah Inggris tidak melihat adanya perbedaan tersebut. Inggris tetap melarang sayap politik Hamas sebagai organisasi teroris pada tahun 2021, dengan mengatakan, "Pendekatan yang membedakan berbagai bagian Hamas adalah buatan. Hamas adalah organisasi teroris yang kompleks, namun tunggal."
Marzouk sendiri terdaftar sebagai teroris global yang ditetapkan secara khusus oleh Kementerian Keuangan Amerika Serikat dan didakwa atas beberapa tuduhan mengoordinasi dan mendanai kegiatan Hamas.
Advertisement
Krisis Penyanderaan
Wawancara BBC dengan Marzouk pada Sabtu terjadi setelah Israel menolak permintaan AS untuk memberlakukan jeda kemanusiaan di Gaza demi memungkinkan bantuan masuk dan membantu pembebasan lebih dari 200 sandera.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat (3/11) mengatakan bahwa semua sandera harus dibebaskan sebelum gencatan senjata sementara disepakati.
Marzouk mengklaim bahwa pihaknya tidak memiliki daftar semua sandera yang dia sebut sebagai "tamu" dan dia juga tidak tahu di mana mereka berada karena ditahan oleh faksi yang berbeda-beda.
Ada beberapa kelompok di Gaza termasuk Jihad Islam Palestina.
Marzouk menggarisbawahi bahwa gencatan senjata diperlukan untuk mengumpulkan informasi. Sosok Marzouk disebut akan memainkan peran penting dalam negosiasi mengenai para sandera.